Diculik?Vivian diculik?Itu hal yang tidak masuk akal. Elitta yakin kalau wanita itu pasti sedang bersam mantan tunangannya, Leon. Mereka selalu membuat drama, tak peduli walaupun orang lain mengkhawatirkan mereka.Elitta sangat sedih karena sang ayah masih saja mengira kalau Vito yang menyembunyikan Vivian, adahal itu 'kan tidak mungkin. Selama beberapa minggu belakangan, dia selalu bersama sang suami. Mana sempat pria itu berbuat hal bodoh begitu? Lagipula, untuk apa?Pak Derry kembali mencengkram kerah baju Vito. Dia berkata, "Ayo kita ke apartemen kamu. Kamu kira saya nggak tahu kalau kamu berusaha membawa istri saya ke apartemen kamu?""Apartemen?" Elitta penasaran.Dia baru tahu kalau Vito memiliki apartemen. Akan tetapi, dia tidak terlalu kaget— justru aneh kalau pria itu tidak memiliki apartemen.Pak Derry menoleh ke Elitta lagi. "Iya, suami kamu ini punya banyak apartemen, kamu nggak tahu 'kan, Elitta? Dia menyembunyikan banyak hal darimu. Playboy ternyata suami kamu ini— d
Bertemu Leon adalah hal terakhir yang ingin dilakukan oleh Elitta. Dia tidak mau bertemu dengan prianitu sejujurnya. Tetapi, memang ada pilihan lain?Ini satu-satunya pilihan untuk membuktikan kalau suaminya tak bersalah. Vito tidak mungkin menculik Vivian.Yang paling masuk akal adalah wanita gila itu pasti sedang bersama Leon. Mereka sudah berselingkuh sejak dahulu.Mengingat masa lalu hanya akan membuat hati Elitta terluka. Dia tahu itu. Tak terasa air matanya mau jatuh saat sampai di rumah Leon.Dahulu— dia bermimpi untuk pulang ke rumah Leon yang megah. Dia bahagia bisa menjadi menantu keluarga itu.Namun, semuanya hancur. Dia tidak menyesali hal itu, malahan bahagia bisa lepas dari pria gila. Hanya saja, dia sangat marah, kenapa bisa buang-buang waktu bersama pria seperti itu?Andai dia bertemu dengan Vito lebih dulu, maka jalin asmrahnya dengan Leon tak perlu terjadi.Dia menguatkan diri kala mengetuk pintu rumah. Entah apa yang akan terjadi, tapi dia berharap Vivian bersembun
Elitta sayang dengan Nyonya Reffa. Dahulu— saat terjatuh, hanya temannya, Rena dan nenek itu yang setia mendukung.Mau tidak mau, dia harus mempercayai Leon untuk mencari Vivian, sedangkan dia berbicara dengan nenek tersebut.Mereka berada di ruang tengah. Reno menemani mereka dengan berdiri tak jauh dari Nyonya Reffa. Pria itu kelihatan sedikit tidak nyaman, dia tahu kalau hubungan Elitta dengan Leon sudah berakhir. Tetapi, untuk sementara demi kesehatan jantung majikannya, mereka semua harus tetap diam."Lihat— ini wedding organizer yang paling top," kata Nyony Reffa menunjukkan dokumen tentang WO yang paling dia rekomendasikan.Elitta pura-pura semangat. Dia melihat seluruh dokumen, termasuk jenis paket perayaan pernikahan, dari yang termurah hingga termahal. Semua konsep juga ada di situ.Nyonya Reffa kembali bicara, "Misal kamu nggak suka semua konsep dari WO-nya, kita bisa konsultasi langsung sama mereka. Kamu bisa minta sendiri mau konsep yang kaya gimana— dekorasi seperti apa
Hari sudah mulai sore, tapi Elitta tak dibiarkan pulang oleh nenek Leon. Sebenarnya, dia sangat berat berada di rumah mantan tunangannya ini— akan tetapi, kondisi sang nenek sangat buruk.Bahkan, Reno sampai memohon agar Elitta tetap berada di samping Nyonya Reffa. Mau tidak mau, Elitta menginap di sini, dan tak bisa menjenguk suaminya di kantor polisi.Nomor ponsel Vito tak bisa dihubungi. Jadinya, dia menelpon orang rumah untuk memeriksa perkembangan kasus sang suami.Setelah itu, dia menyiapkan makan malam bersama para pelayan di rumah itu. Nyonya Reffa tersenyum bangga terhadap Elitta yang dia kira sungguhan sudah menikah dengan sang cucu.Raut wajah dipenuhi perasaan lega pula— memiliki menantu baik di keluarganya akan membawa angin segar. Selama ini, dia dibuat sedih karena tingkah laku Leon yang sangat buruk, boros, kasar dan tidak sopan.Dia percaya ... dengan berumahtangga bersama Elitta, maka kepribadian jelek cucunya akan menghilang. Cinta tulus Elitta akan meluluhkan hati
Hari sudah malam, tapi istri gak bisa dihubungi, tak jelas ada di mana. Vito sangat resah sekaligus khawatir. Dia meminta sopir mobilnya untuk cepat menuju ke rumah Rena, satu-satunya teman dekat Elitta.Begitu sampai di sana, dia melihat jam tangan— ternyata sudah pukul tujuh malam. Perutnya sudah mulai lapar, tetapi mustahil makan kalau belum tahu keberadaan Elitta.Dia turun dari mobil, kemudian pergi ke rumah Rena. Diketuklah pintu rumahnya beberapa kali.Sekali, dua kali, tiga kali, empat kali— ketukannya tidak ditanggapi siapapun seolah memang tidak ada orang di dalam."Rena? Ren— ini aku, Vito, suaminya Elitta. Kamu di rumah 'kan?“ Vito mengintip sedikit ke balik kaca jendela. Sayangnya, tidak kelihatan apapun karena tertutup tirai coklat yang tebal.Penasaran, dia berjalan mengintai rumah sambil terus memanggil nama wanita itu. Aksi Vito mengundang perhatian salah satu tetangga samping rumah itu. Seorang ibu-ibu berdaster biru. Dia datang menghampiri.Dia menegur, "Mas, nyar
Vito sudah mendengarkan semua ucapan dari Vivian. Dia tidak kaget lagi kalau memang ini rencana wanita itu.Tak tahan lagi, dia mengirimkan pesan ke pengacaranya agar memanggil polisi ke kafe ini. Usai melakukan itu, dia berdiri, lalu mendekati meja mereka. "Oh begitu rupanya," katanya.Melihat Vito, baik Vivian maupun Rena langsung kaget bukan main. Vivian sampai berdiri, kedua matanya melotot panik. Dia hendak melarikan diri, tapi lengannya langsung disambar oleh Vito. Pria itu berkata dengan dingin, "mau ke mana kamu? Mau kabur lagi ke mana?""Kamu kok bisa ada di sini?""Nggak usah banyak tanya, aku yang harusnya tanya. Kamu kenapa membuat drama sampai membuatku hampir masuk penjara?""Apa sih maksudmu? Aku nggak ngerti.""Jangan pura-pura bodoh kamu!""Aku beneran nggak ngerti, lepasin dulu tanganku!""Kamu ngilang, ngadu-domba aku dengan mertuaku sendiri. Sekarang ketawa-ketawa di sini?""Cukup ya, Vito, aku nggak ngerti kamu ngomong apaan. Sekarang lepasin tanganku! Kamu nyak
Vito pergi masuk ke dalam mobilnya, dan meminta agar sopir mengantarkan ke kantor polisi.Di saat bersamaan, ternyata sang istri sudah menelpon. Dia buru-buru menjawab, "Elitta? Kamu kemana aja? Aku nyari kamu dari tadi.""Ponsel kamu udah bisa dihubungin? Kamu ada di mana?" Elitta terdengar khawatir sekaligus lega di balik sambungan telepon."Aku udah bebas.""Beneran? Terus sekarang udah pulang?""Belum, masih ada urusan di kantor polisi bentar. Vivian ketemu.""Ketemu? Di mana?""Aku ketemu dia di kafe.""Kafe?""Iya, nggak sengaja ketemu, tadi aku nyari-nyari kamu kemana-mana soalnya, terus nggak sengaja ketemu dia.""Terus sekarang?""Aku mau ke kantor polisi lagi. Kamu cepat ke kantor polisi juga. Aku tungguin.""Iya udah aku nyusul."Sambungan telepon itu diputus oleh Vito. Dia menghela napas panjang. Tidak ada pilihan lain, dia merahasiakan tentang Rena. Tidak mungkin dia bercerita yang sesungguhnya. Akan lebih baik begini saja daripada Elitta sakit hati.***Di kantor polisi,
Vito dan Elitta pulang ke rumah. Tidak ada yang mereka bicarakan selama berada di perjalanan. Keduanya sama-sama lelah dengan semua yang terjadi.Karena Vito diam saja, Elitta merasa bersalah. Dia tahu kalau Vito tidak suka dengan perlakuan Vivian, tapi mau bagaimana lagi— saat ini, sang ayah benar-benar jatuh hati padanya.Begitu masuk kamar, Vito langsung pergi ke kamar mandi tanpa mengatakan apapun.Elitta makin merasa gundah. Dia duduk di tepian ranjang sambil memikirkan penjelasan apa yang harus dia katakan untuk mengurangi rasa marah pria itu.Selang tiga puluh menit kemudian, Vito keluar dari dalam kamar mandi dengan kondis sudah segar. Dia hanya menggunakan handuk yang melingkar di pinggang, jadi dada dan punggungnya yang masih agak basah itu tereskpos jelas.Tidak hanya itu, sebagian rambut poninya juga sedikit basah sehingga membuatnya jatuh di kening.Elitta malu. Tidak biasanya Vito akan bertelanjang seperti itu, terlebih handuk yang dipakai cukup pendek. Dia bisa melihat