Anin terbangun saat mendengar suara azan subuh berkumandang dari smartphone milik suaminya. Biasanya dia bangun lebih awal dari itu, tapi entah kenapa malah sekarang bangun sedikit lebih terlambat dari biasanya.
"Mas, bangun ...." ucap Anin sambil menyentuh pipi suaminya.
Evan tidak merespon, sepertinya dia tertidur dengan sangat pulas.
"Bangun mas!" kali ini Anin menepuk-nepuk pipi Evan.
Evan masih bergeming, sedikitpun tidak terganggu dengan cara Anin membangunkannya.
"Sepertinya dia terlalu lelah, lebih baik aku salat dulu saja," gumam Anin.
Anin pergi ke kamar dimana Albanna tengah tidur, ke kamar mandi dan membersihkan diri kemudian berganti pakaian. Baju-baju miliknya memang masih tersusun rapi di lemari pakaian yang ada di kamarnya sendiri. Kamar dia dan Al
Penjelasan Nathan tentang penggunaan obat tidur diambil dari berbagai sumber: halodoc ,alodokter detikHealth, merdeka.com)
Lina keluar kamar Evan dengan memikirkan sebuah ide. Ide yang harus di laksanakan dirumahnya agar dia bisa memastikan jika itu berhasil."Anin, mama ingin mengajak Albanna menginap di rumah boleh? sekalian kamu dan juga Evan. Di rumah ada adiknya Evan yang baru pulang dari luar negeri, Albanna belum kenal dengan om nya juga kan." Lina memulai aksinya membujuk sang menantu."Kevin sudah selesai study nya dan akan membantu papanya di kantor, kamu belum pernah ketemu juga kan," lanjut Lina."Saya tanya mas Evan dulu ya ma," jawab Anin."Nggak perlu, nanti mama yang bilang biar dia langsung ke rumah menyusul kalian. Cepat ayo berkemas," ajak mertua Anin itu sambil menarik tangan Anin dan mengajaknya bangkit dari duduknya.Anin mengalah, sepertinya mertuanya ini tipe pemaksaan. Anin ikut ke kamar dan mengemasi beberapa potong baju Albanna dan juga dirinya untuk dibawa, me
Anin merasakan sesuatu yang tidak biasa dalam dirinya. Dia merasa suhu di sekelilingnya menjadi panas padahal kamar mereka memakai pendingin ruangan. Nafasnya memburu dan terasa berat, dia juga merasakan sesuatu yang berbeda di bagian intinya. Dia ingin membuka bajunya saat itu juga.Wanita itu duduk di sisi ranjang dengan gelisah, matanya menatap kearah suaminya yang tengah memejamkan mata, dia mengepalkan tangan untuk meredam gejolak dalam dirinya. Evan yang memang belum sepenuhnya tidur membuka matanya dan menatap ke arah Anin dengan pandangan bertanya-tanya."Ada apa?" tanya Evan sambil bangkit dari posisinya."Sepertinya mama menaruh sesuatu pada jus tadi mas," desis Anin dengan suara berat menahan hasrat."Mama mencampurkan apa dalam minumanmu?" tanya Evan panik.Segera dihampiri istrinya yang duduk di sisi ranjang mereka. Evan yang melihat tingkah Anin seperti mengetahui apa yang terjadi. Pipi Anin memerah, tangannya meremas sepr
"Bunda mana?" tanya si kecil Albanna saat mereka tengah asyik sarapan bersama.Sarapan pagi itu hanya ada Albanna, Evan, kakek dan nenek Albanna. Kevin yang pulang menjelang pagi tidak ikut sarapan juga."Bunda masih istirahat. Bunda capek sayang," jawab Evan."Sepertinya mama berhasil," sahut Lina sambil tersenyum simpul."Mama tega sekali memberikan obat begitu sama Anin," ucap Evan."Itu hanya cara yang bisa mama pikirkan saat melihat kalian seperti tidak hidup sebagaimana mestinya suami istri. Anin harus melawan rasa khawatirnya. Lihat saja kamu akan berterima kasih pada mama setelah ini," jawab Lina santai sambil menyuapkan makanan dalam mulutnya."Dia tidak kenapa-napa kan?" lanjut Lina bertanya."Tidak apa-apa, mungkin dia lelah. Tadi setelah subuh tidur lagi.""Mama cuma memberikan dosis paling mi
Evan segera membukakan pintu apartemennya karena bel berbunyi tanpa henti."Astaga Tuhan ... Apa yang terjadi di tempat ini? apa sudah terjadi gempa disini?" tanya Lina sambil memindai ruang tamu itu.Bantal sofa bertebaran dimana-mana, makanan ringan tumpah di karpet, air mengalir membasahi seluruh meja. Untung saja Evan sudah menyemprotkan pengharum ruangan untuk menghilangkan aroma bekas pertempurannya dengan istrinya."Iya, habis ada gempa lokal!" jawab Evan asal.Lina memunguti bantal yang bertebaran dan meletakkannya pada tempatnya lalu duduk begitu saja tanpa peduli dengan situasi kacau ditempat itu. Sepertinya dia tahu apa yang barusan terjadi."Mama datang kok gak bilang dulu?" tanya Evan."Apa mama harus membuat janji dulu sebelum datang kesini?" Lina balik bertanya."Bukan begitu mam, tapi ...." ucapan Evan menggan
Evan sedang berdiskusi dengan Veronica saat ponselnya terus bergetar dan berkedip, tertera disana kontak dengan nama Bidadariku. Itu adalah nomer milik Anin, Anin telah menyuruh Evan untuk menggantinya dengan nama lain dari sebelumnya tertulis Canduku. Kata Anin, itu yang membuat Evan tak kenal waktu meminta istrinya melayaninya karena saat Anin menelpon yang keluar nama tidak jelas begitu."Vero, kamu bisa keluar dulu!" titah Evan.Setelah Veronica keluar Evan segera mengangkat panggilan tersebut."Ada apa sayang, udah ketemunya sama Yusuf?""Udah mas, ini udah ada di apartemen lagi.""Ada apa? Albanna mampir ke tempat Meysha? dia gak ada dirumah?" tanya Evan usil."Apaan sih mas, demen banget kalau Albanna gak ada dirumah siang hari," sunggut Anin."K
Anin mengetuk pintu kamar Kevin yang ada lantai dua juga. Kamar mereka di pisahkan oleh ruang bersantai diantara didepan tangga naik."Taruh di atas meja dekat tempat tidur kak, aku lagi di kamar mandi!" terdengar teriakan Kevin dari dalam.Anin membuka perlahan pintu kamar adik iparnya, melongokkan kepalanya kedalam dan memastikan Kevin benar ada di kamar mandi.Setelah itu dia buru-buru masuk dan meletakkannya begitu saja map merah tersebut diatas meja sesuai pesan Kevin dan bergegas keluar dari kamar itu. Tapi sebelum dia berhasil meraih handle pintu tersebut, sebuah tangan menarik dirinya dan menutup lagi pintu itu dengan paksa."Apa yang kamu lakukan Kevin?" sentak Anin."Jawab dulu pertanyaanku baru kakak boleh keluar.""Apa!" sahut Anin dan menepis tangan adik ipa
Lina dan Adiguna yang baru pulang kaget mendengar teriakkan menantunya yang berasal dari lantai atas."Papa bawa Albanna ke kamar dulu, biar mama yang lihat. Apa Anin dan Evan bertengkar lagi?" ucap Lina.Wanita itu segera naik ke lantai atas dengan tergesa-gesa, tanpa permisi dibukanya pintu kamar Anin dan Evan tapi tak menemukan apapun disana. Yang dia dengar malah suara beda di banting dengan sangat keras dari arah kamar Kevin.Bergegas dia pergi ke kamar putra bungsunya, matanya melotot tak percaya melihat apa yang dia lihat. Di sini siapa yang dianiaya siapa, itu yang menjadi pertanyaan besar di kepalanya.Kamar berantakan bagai kapal pecah, Kevin tergeletak tak berdaya, disudut lain dia lihat menantunya ketakutan sambil menangis, dan dihadapannya ada putra keduanya tengah berdiri tegak dengan wajah merah menahan amarahnya."Apa yang terjadi disini?" tanya Lina pada Evan."Tanyalah pada anak mama itu!
"Kasian Anin ya mas, ujian hidupnya belum juga berakhir. Kemarin belum lama kulihat dia selalu tersenyum saat aku kesana menjemput Albanna kerumahnya. Sekarang begini lagi."Meysha menghembuskan nafas dengan kasar, di selimutinya Albanna yang sudah tidur sejak tadi. Seharian ini Albanna tinggal di apartemen Fajar dan Meysha, lalu menginap sekalian.Sejak kejadian yang menimpa Anin dua hari lalu, badannya demam dan dia sering mimpi buruk jadi mau tak mau putranya dititipkan pada Meysha dan Fajar. Selain karena mereka sudah sering bersama Albanna, tempat tinggal mereka juga masih satu gedung dengan Anin dan Evan."Allah tidak akan memberikan ujian pada hamba-Nya diluar batas kemampuannya," jawab Fajar bijak."Tapi Anin terlalu sering menerima ujian yang berat mas," protes Meysha."Saat malam semakin larut, maka sebentar lagi akan terbit Fajar. Yakinlah bahwa sebentar l