"Bunda mana?" tanya si kecil Albanna saat mereka tengah asyik sarapan bersama.
Sarapan pagi itu hanya ada Albanna, Evan, kakek dan nenek Albanna. Kevin yang pulang menjelang pagi tidak ikut sarapan juga.
"Bunda masih istirahat. Bunda capek sayang," jawab Evan.
"Sepertinya mama berhasil," sahut Lina sambil tersenyum simpul.
"Mama tega sekali memberikan obat begitu sama Anin," ucap Evan.
"Itu hanya cara yang bisa mama pikirkan saat melihat kalian seperti tidak hidup sebagaimana mestinya suami istri. Anin harus melawan rasa khawatirnya. Lihat saja kamu akan berterima kasih pada mama setelah ini," jawab Lina santai sambil menyuapkan makanan dalam mulutnya.
"Dia tidak kenapa-napa kan?" lanjut Lina bertanya.
"Tidak apa-apa, mungkin dia lelah. Tadi setelah subuh tidur lagi."
"Mama cuma memberikan dosis paling mi
Evan segera membukakan pintu apartemennya karena bel berbunyi tanpa henti."Astaga Tuhan ... Apa yang terjadi di tempat ini? apa sudah terjadi gempa disini?" tanya Lina sambil memindai ruang tamu itu.Bantal sofa bertebaran dimana-mana, makanan ringan tumpah di karpet, air mengalir membasahi seluruh meja. Untung saja Evan sudah menyemprotkan pengharum ruangan untuk menghilangkan aroma bekas pertempurannya dengan istrinya."Iya, habis ada gempa lokal!" jawab Evan asal.Lina memunguti bantal yang bertebaran dan meletakkannya pada tempatnya lalu duduk begitu saja tanpa peduli dengan situasi kacau ditempat itu. Sepertinya dia tahu apa yang barusan terjadi."Mama datang kok gak bilang dulu?" tanya Evan."Apa mama harus membuat janji dulu sebelum datang kesini?" Lina balik bertanya."Bukan begitu mam, tapi ...." ucapan Evan menggan
Evan sedang berdiskusi dengan Veronica saat ponselnya terus bergetar dan berkedip, tertera disana kontak dengan nama Bidadariku. Itu adalah nomer milik Anin, Anin telah menyuruh Evan untuk menggantinya dengan nama lain dari sebelumnya tertulis Canduku. Kata Anin, itu yang membuat Evan tak kenal waktu meminta istrinya melayaninya karena saat Anin menelpon yang keluar nama tidak jelas begitu."Vero, kamu bisa keluar dulu!" titah Evan.Setelah Veronica keluar Evan segera mengangkat panggilan tersebut."Ada apa sayang, udah ketemunya sama Yusuf?""Udah mas, ini udah ada di apartemen lagi.""Ada apa? Albanna mampir ke tempat Meysha? dia gak ada dirumah?" tanya Evan usil."Apaan sih mas, demen banget kalau Albanna gak ada dirumah siang hari," sunggut Anin."K
Anin mengetuk pintu kamar Kevin yang ada lantai dua juga. Kamar mereka di pisahkan oleh ruang bersantai diantara didepan tangga naik."Taruh di atas meja dekat tempat tidur kak, aku lagi di kamar mandi!" terdengar teriakan Kevin dari dalam.Anin membuka perlahan pintu kamar adik iparnya, melongokkan kepalanya kedalam dan memastikan Kevin benar ada di kamar mandi.Setelah itu dia buru-buru masuk dan meletakkannya begitu saja map merah tersebut diatas meja sesuai pesan Kevin dan bergegas keluar dari kamar itu. Tapi sebelum dia berhasil meraih handle pintu tersebut, sebuah tangan menarik dirinya dan menutup lagi pintu itu dengan paksa."Apa yang kamu lakukan Kevin?" sentak Anin."Jawab dulu pertanyaanku baru kakak boleh keluar.""Apa!" sahut Anin dan menepis tangan adik ipa
Lina dan Adiguna yang baru pulang kaget mendengar teriakkan menantunya yang berasal dari lantai atas."Papa bawa Albanna ke kamar dulu, biar mama yang lihat. Apa Anin dan Evan bertengkar lagi?" ucap Lina.Wanita itu segera naik ke lantai atas dengan tergesa-gesa, tanpa permisi dibukanya pintu kamar Anin dan Evan tapi tak menemukan apapun disana. Yang dia dengar malah suara beda di banting dengan sangat keras dari arah kamar Kevin.Bergegas dia pergi ke kamar putra bungsunya, matanya melotot tak percaya melihat apa yang dia lihat. Di sini siapa yang dianiaya siapa, itu yang menjadi pertanyaan besar di kepalanya.Kamar berantakan bagai kapal pecah, Kevin tergeletak tak berdaya, disudut lain dia lihat menantunya ketakutan sambil menangis, dan dihadapannya ada putra keduanya tengah berdiri tegak dengan wajah merah menahan amarahnya."Apa yang terjadi disini?" tanya Lina pada Evan."Tanyalah pada anak mama itu!
"Kasian Anin ya mas, ujian hidupnya belum juga berakhir. Kemarin belum lama kulihat dia selalu tersenyum saat aku kesana menjemput Albanna kerumahnya. Sekarang begini lagi."Meysha menghembuskan nafas dengan kasar, di selimutinya Albanna yang sudah tidur sejak tadi. Seharian ini Albanna tinggal di apartemen Fajar dan Meysha, lalu menginap sekalian.Sejak kejadian yang menimpa Anin dua hari lalu, badannya demam dan dia sering mimpi buruk jadi mau tak mau putranya dititipkan pada Meysha dan Fajar. Selain karena mereka sudah sering bersama Albanna, tempat tinggal mereka juga masih satu gedung dengan Anin dan Evan."Allah tidak akan memberikan ujian pada hamba-Nya diluar batas kemampuannya," jawab Fajar bijak."Tapi Anin terlalu sering menerima ujian yang berat mas," protes Meysha."Saat malam semakin larut, maka sebentar lagi akan terbit Fajar. Yakinlah bahwa sebentar l
Mobil yang di kendarai Kevin dan mamanya berhenti di depan rumah dengan sistem cluster. Rumah tanpa pagar dengan halaman langsung terhubung dengan jalanan hanya ada tanaman biasa yang terjejer rapi mengantikan pagar pembatas antara halaman dan jalanan.Rumah dengan desain minimalis dan tidak terlalu mewah itu nampak bersih dan terawat. Setelah turun dari mobil, keduanya bergegas menuju rumah tersebut dan mengetuk pintunya.Rumah itu adalah rumah yang ditempati oleh Aaira wanita yang pernah dinodai oleh Kevin berserta putrinya Thalia. Lina memaksa Kevin untuk menemui putrinya bersamanya.Setelah menunggu cukup lama, keluar seorang wanita setengah baya bersama anak perempuan. Lina sangat mengenal wanita ini, dia dulu adalah asisten rumah tangga yang sudah bekerja sejak masih muda dan membantu merawat serta membesarkan ketiga putranya.Sekitar empat tahun lalu dia pamit katanya hendak di ka
Seharian itu mereka benar-benar menghabiskan waktu bersama, melihat berbagi jenis ikan juga di sea world. Tadinya Evan hendak mengajak Anin bermain air tapi tentu saja dia menolaknya.Setelah seharian menghabiskan waktu bersama mereka melanjutkan acara kencan mereka dengan malam malam bersama. Anin berkali-kali mengajak suaminya untuk pulang karena khawatir dengan putranya, Albanna. Tapi tetap saja Evan menolaknya, dia meyakinkan jika Albanna baik-baik saja bersama dengan sahabat mereka. Kalau Albanna ngambek atau marah pasti sudah menelepon kedua orangtuanya, nyatanya ponsel mereka anteng saja sejak tadi.Evan mengajak Anin makan di restoran 'Atap dunia' . Restoran yang terletak tepat kawasan jantung kota Jakarta, berada di lantai lima puluh enam itu menawarkan area indoor dan outdoor yang luas dengan pemandangan kota yang menawan. Pemandangan indah menjadi pilihan utama untuk menghabiskan kencan romantis bersama pasangan
Evan bergegas naik ke atas menyusul istrinya, dia khawatir jika perempuan itu kenapa-napa. Tangannya tadi begitu dingin saat berpegangan pada tangannya.Saat masuk ke dalam apartemennya, suasananya begitu sepi. Tiba-tiba saja timbul kekawatiran dalam dirinya, khawatir Anin pergi entah kemana lagi."Anin ... sayang!" seru Evan sambil membuka kamarnya.Kosong tidak ada orang, setengah berlari dia menghampiri pintu kamar mandi. Berpikir jika istrinya ada disana. Dibukanya pintu kamar mandi yang tidak terkunci."Apakah Anin tidak ada sini juga?" batin Evan.Saat pintu terbuka dia sangat lega melihat pemandangan didepannya. Anin tengah mengeringkan diri dengan handuk."Mas, apa-apa sih kamu!" pekik Anin sambil segera melilitkan handuk pada tubuhnya."Maaf, tidak dikunci kirain gak ada orang. Kenapa sih kaget dan ditutupi