Share

Tamu Mendebarkan

[Wanita itu benar pernah memeriksakan diri padaku, hanya sekali. Saat itu perkiraan usia kandungannya baru dua minggu. Tapi dia terlihat tidak bahagia dengan kehamilan bahkan dia menolak untuk di USG].

Pesan teks dari Aletta masuk ke dalam smartphone milik Evan setelah lima hari lamanya dia menunggu, dan sukses membuatnya spot jantung. Meskipun sejak awal dia sudah menduga akan hal itu. Hatinya terasa diremas saat melihat kata tidak bahagia tertulis didalam pesan itu.

"Anin tidak bahagia dengan kehamilannya, apa karena dia membenciku. Apa dia tetap mempertahankan bayi itu, jika dia benar-benar wanita yang berhati baik maka dia tidak akan membunuh nyawa yang tidak berdosa," Evan bermonolog dalam hati.

Pria itu bergegas keluar dari apartemen miliknya yang berada di kawasan Kuningan Jakarta, merupakan apartemen mewah garapan Adiguna group. Tujuannya saat ini adalah rumah mamanya, setelah hampir satu tahun dia meninggal tempat itu akhirnya Evan kembali kesana.

Mobilnya menembus kemacetan menuju rumah mamanya yang masih ada di kawasan Jakarta Selatan juga, hatinya begitu tidak sabar ingin segera sampai ke tujuan. Dalam keadaan normal, butuh waktu dua puluh tiga menit untuk sampai tujuan. Tapi jika macet maka akan lebih lama dari itu.

Setelah sampai di rumah, Evan langsung bergerak masuk dan mencari sang mama.

"Ingat rumah juga kau akhirnya," tegur Adiguna sang papa.

"Papa yang mengusirku," tukas Evan tak mau kalah.

"Kamu yang tidak punya adab dan etika!" bentak Adiguna tak kalah sengit.

"Ada apa sih ini, putranya datang malah diajak berantem." Lina datang dan melerai percekcokan antara ayah dan anak itu.

"Mam, mama bohong pada Evan kan!" Tanpa basa-basi Evan langsung menuduh sang mama.

"Mama bohong soal apa Evan?" tanya Lina

"Soal Anin!" jawab Evan singkat.

Lina diam tak menjawab hanya memalingkan wajah dari anaknya itu.

"Lihat ini mam!" Evan berkata sambil menunjukkan kotak perhiasan yang sedari tadi dia bawa. "Anin bahkan tidak membawa ini, dan juga pergi dari rumah itu entah sejak kapan. Selain itu dia juga hamil dan tidak pernah mencari Evan seperti yang mama bilang. Berarti mama juga tidak jujur dengan vidio yang mama perlihatkan pada Evan." Evan berkata dengan emosi yang tertahan.

"Wanita itu hamil," desis Lina.

"Kamu harus mencarinya kemanapun sampai ketemu, Evan! bawa pulang kembali menantu dan cucu papa. Atau kalau tidak kamu tidak akan papa akui sebagai anak lagi!" Titah Adiguna.

"Pah...." Lina tidak menyelesaikan kalimatnya karena sudah di potong oleh suaminya.

"Cukup ma! jangan mentang-mentang mama tidak punya anak perempuan, mama bisa berbuat seenaknya pada anak gadis orang. Dia tidak pernah berambisi masuk keluarga ini, tapi anakmu itulah yang tergila-gila padanya." ucap Adiguna sambil menuding kearah Evan. Kemudian pergi begitu saja, sejak tadi memang dia hendak pergi tapi tertahan karena Evan datang.

"Papa mau kemana?" tanya Lina, hari Minggu begini seharusnya suaminya tidak bekerja.

"Papa ada urusan, urus saja anakmu yang udah gak bener itu!"

Adiguna pergi begitu saja tanpa memperhatikan panggilan istrinya lagi.

"Mam, mama harus jujur soal ini semua. Itu vidio rekayasa mama kan?" cecar Evan.

"Mama tidak pernah merekayasa, mama juga tidak tahu apapun soal vidio itu. Mama mendapatkannya dari orang kepercayaan mama." Lina berusaha untuk cuci tangan.

"Siapa?"

"Mama tidak bisa kasih tahu kamu."

Evan mendesah panjang, percuma bicara dengan mamanya. Dia berbalik arah hendak keluar lagi dari rumah itu, lebih baik dia ke yayasan dan mencari tahu disana.

"Mau kemana mau Evan? baru datang sudah mau pergi lagi."

"Evan mau cari Anin mam, benar kata papa. Evan harus membawa mereka pulang dan hidup bersama Evan."

"Evan!" Lina berteriak dengan gusar. Kenapa rumahnya jadi seperti ini, anak sulungnya tidak pernah mengunjunginya sejak menikah meskipun belum memiliki anak. Anak keduanya, Evan juga terusir dari rumah. Sedangkan si bungsu masih sibuk kuliah di luar negeri dan tak pernah pulang juga.

Tanpa mendengar ucapan mamanya, Evan pergi begitu saja dari rumah itu. Tujuannya sekarang adalah yayasan Ar Rahman. Dia akan bertanya pada Meysha, mungkin dia tahu kemana Anin pergi. Atau bahkan mungkin Anin ada disana.

Dilajukan kendaraannya menuju tempat itu, setelah sampai tujuan dia berbasa-basi dulu menemui pimpinan yayasan.

"Setelah nikah, lama sekali tidak kesini. Gimana kabar Aninda?" tanya bapak Ikhsan, pimpinan yayasan pendidikan tersebut.

Ditanya seperti itu Evan gelagapan, dia binggung mau menjawab apa.

"Baik-baik saja pak," jawab Evan berbohong.

"Kapan-kapan ajak kesini yaa, sejak menikah gak pernah kesini sama sekali. Bahkan pamit berhenti mengajar segala, padahal dia belajar dengan rajin hingga mendapatkan beasiswa untuk kuliah karena bercita-cita mengajar disini."

Hati Evan makin bersalah mendengar ucapan bapak Ikhsan. Dia sudah menghancurkan kehidupan wanita yang dicintainya itu.

Setelah berbincang cukup lama, akhirnya Evan pamit dan berniat untuk mencari Meysha. Sebagai sahabat dekat mungkin saja dia tahu keberadaan Anin. Evan memindai kompleks yayasan tersebut, mengingat masa-masa dimana dia berjuang meluluhkan hati kekasih hatinya.

"Mas Evan!" panggil seorang wanita dari arah belakangnya.

"Eh Meysha, apa kabar Mey?"

"Eh bagaimana kabar Anin dan bayinya? udah lahir kan, aku kangen kenapa setelah menikah gak pernah kesini lagi. Kalian jahat banget, hidup bahagia berdua saja. Bahkan kalian tidak memberikan alamat rumah kalian padaku. Takut aku sering main kesana?" Meysha trus berbicara tanpa henti.

"Maaf ya Mey," ucap Evan sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Kami tidak hidup bahagia Mey, aku yang sudah menghancurkan kebahagiaan itu," ucapan yang hanya ada di dalam pikiran Evan tanpa bisa dia keluarkan.

"Jadi gimana baby-nya, udah lahir? laki-laki atau perempuan?" tanyanya lagi dengan penasaran.

"Emang terakhir kali kamu bertemu Anin dia bilang apa?" Evan malah balik bertanya.

"Awalnya dia masih ngajar, habis itu badannya sering lemes akhirnya ke dokter eh hamil. Setelah itu dia pamitan akan dirumah aja, soalnya kamu larang dia demi kehamilannya, gitu katanya. Lagian mas Evan ini gimana sih, istrinya hamil gak pernah dianterin. Kemana-mana sendirian, tega banget sih meskipun sibuk juga harusnya istri no satu." Meysha masih berbicara tanpa henti.

"Mey, bisa bantu aku ketamu dengan Yusuf gak?" tanyaku. Yusuf adalah laki-laki yang ada di video bersama Anin waktu itu.

"Oh Yusuf, dia sudah tidak ada disini mas. Mungkin dia patah hati, dia kan suka juga sama Anin tapi Anin malah sukanya sama mas Evan. Setalah Anin menikah dia pergi dari sini," tutur Meysha.

Jadi laki-laki itu pergi, pergi karena patah hati atau malah sengaja pergi karena sudah melakukan kesalahan. Batin Evan bertanya-tanya.

"Mas Evan dari tadi bengong, habis itu diajak bicara apa malah nanya apa.Gak nyambung banget sih!" Meysha berkata dengan sebal.

"Mey, udah dulu ya. Saya ada kepentingan mendesak," ucap Evan berpamitan dan berlaku tanpa mempedulikan panggilan Meysha.

"Mas Evan! ih bener-benar ya kalian ini. Bisa-bisanya berbuat begitu padaku!" pekik Meysha sebal.

Kamu benar-benar tidak meninggalkan jejak Anin, kemana kamu pergi. Bahkan orang terdekatmu pun tidak tahu kamu kemana. Aku harus mencarimu kemana? Pikiran Evan makin kacau dan kusut

***

" Assalamualaikum Ustadzah Anin, ada yang mencari. Saya suruh menunggu di ruang penerimaan tamu," sapa seseorang santriwati senior yang mungkin bertugas dibagian penerimaan tamu hari ini.

Sudah lima bulan lamanya Anin mulai mengajar lagi di pesantren itu, sejak Albana berusia tiga bulan. Anin memiliki ijazah S1 jurusan matematika ilmu umum itu juga di ajarkan di pesantren, makanya dia bisa juga mengajar disitu. Saat ini, Albana berusia delapan bulan, sudah mulai makan selain ASI dan bisa di titipkan di day care yang ada di pesantren tersebut.

"Terimakasih ya," balas Anin.

Tiba-tiba saja hatinya berdebar-debar, sudah hampir dua tahun dia ada di pesantren ini tidak pernah ada yang mencarinya. Kenapa sekarang malah ada yang mencari, siapa kira-kira.

Untuk menghilangkan penasarannya, Anin bergegas pergi ke ruang penerimaan tamu. Saat hendak masuk ke dalam, tampak seorang laki-laki yang masih muda dan sepertinya pernah dia lihat entah dimana.

"Ada yang bisa saya bantu?" sapa Anin.

"Mbak Anin lupa dengan saya?"

"Seperti pernah melihat tapi dimana ya?"

"Saya asisten bapak Adiguna, dulu suka ke yayasan Ar Rahman jika bapak menyuruh saya."

Ucapan laki-laki itu sukses membuat jantung Anin berdetak dua kali lebih kencang. Lututnya terasa lemas, dia limbung dan hampir jatuh jika tidak berpegangan pada kursi yang ada depannya.

Mau apa papa dari mantan suaminya itu mencarinya? apa mereka tahu tentang Albana dan akan mengambilnya. Ingin rasanya Anin menangis saat itu juga, tapi menahan diri dihadapan laki-laki itu.

🍁🍁🍁

Komen (6)
goodnovel comment avatar
Indah Sri Jayanti
karya nya bagus bagus Thor teruskan...️
goodnovel comment avatar
ArlanggaRamadhan
bagus ceritanya, sedih bacanya
goodnovel comment avatar
Novitra Yanti
sebentar lagi bisa ketemu deh si anin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status