"Ma, Mya baru saja menjanda. Akta cerainya saja belum keluar. Mana bisa menikah lagi," alasan Kevin.
"Lagian, kita juga baru jadian. Masa disuruh langsung nikah. Kita memang cocok sebagai sahabat, tapi …."Belum selesai Kevin berbicara, Denisa sudah memotong ucapannya. "Justru itu, kalau sebagai sahabat aja kalian sudah cocok, lalu buat apa menunggu waktu lebih lama lagi. Pokoknya, Mama tidak mau tahu, setelah masa iddah Mya selesai kalian harus segera menikah. TIDAK ADA BANTAHAN," Denisa sengaja menekan di akhir kalimat supaya sang putra tidak berubah pikiran lagi.Mya menaikkan dagunya seolah berkata, "Bagaimana ini?"Kevin hanya mengedikkan bahunya sebagai jawaban. Denisa lalu mengajak Mya makan malam. Dia bahkan mengambilkan makanan untuk Mya."Ma, nggak perlu repot begini. Mya bisa ambil sendiri," ujar Mya merasa sungkan."Tidak, Mama tidak repot kok. Malahan Mama seneng bisa berkumpul sama Mya lagi," sahut Denisa.Mereka makan dengan tenang. Denisa selalu menatap wajah putranya yang sesekali mencuri pandang ke arah Mya. Sementara yang dilirik seolah tak mau tahu apapun. Denisa pun tersenyum manis. Dia akan membantu sang putra untuk mendapatkan cintanya. Karena dia tahu, kalau sebenarnya, Kevin menyukai Mya sejak dulu."Mya, kamu menginap di sini saja ya. Besok, biar diantar pulang sama Kevin," titah Denisa."Aduh, maaf Ma. Besok, pagi-pagi, Mya ada live streaming, barangnya ada di apartemen semua," elak Mya halus."Kamu masih menggeluti dunia itu?" tanya Denisa."Iya Ma. Kan Mya udah berpisah sama suami Mya. Jadi, Mya harus kembali bekerja untuk mencukupi kebutuhan Mya," jawabnya."Hah! Baikkah, nanti kalau kalian sudah menikah Mya tidak perlu lagi repot-repot kerja. Biar aja Kevin yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan kamu dan Mama," titah Denisa."Mampus aku, kalau disuruh nikah beneran," batin Mya.Setelah mencium kedua pipi Denisa, Mya akhirnya pamit pulang. Begitu sampai di mobil, wanita itu menghela nafas panjang. "Kevin, ini sudah di luar rencana kita. Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus meyakinkan Mama kamu, kalau tidak akan ada pernikahan," tegas Mya.Masalah dirinya dengan Richard aja belum selesai, ditambah lagi masalah dengan Kevin dan mamanya. Bisa pusing 7 keliling dia."Emmhh, Mya, gimana kalau kita nikah kontrak aja? Kamu kan tahu kalau Mama sudah berkeinginan, tidak akan ada yang bisa merubah keputusannya," ujar Kevin hati-hati."What! Kamu gila ya Vin! Aku baru sajabercerai loh. Bahkan hakim saja belum mengetuk palu. Kamu malah menyuruhku kawin kontrak?" amuk Mya penuh emosi."Ya habis bagaimana Myaaa? Aku tidak berani menentang Mama. Kamu aja ya yang ngomong sendiri sama Mama," putus Kevin."Aku juga nggak berani kalau itu," Mya menurunkan emosinya.Denisa memang keras kepala. Apapun yang dia inginkan tidak bisa dibantah. Dan barang siapa yang menentangnya, pasti habis tuh orang dia kerjain."Lalu, kita harus bagaimana Vin? Aku tidak mau mempermainkan pernikahan. Karena aku ingin, seandainya aku menikah lagi nanti, aku tidak akan gagal kembali," lirih Mya sambil menyandarkan kepalanya di bahu sahabatnya.Kevin mengusap kepala Mya dengan tangan kirinya. "Kita fokus dulu pada perceraian kamu. Urusan Mama, kita atur nanti kalau masalah ini sudah selesai," lelaki itu berusaha menenangkan sahabatnya.Kevin sudah sampai di rumah Mya. Wanita itu tidak turun karena melihat dua mobil asing yang ada di depan rumahnya."Vin, itu mobil siapa?" tanya Mya.Kevin mengedikkan bahunya sebagai jawaban. Tak ingin sahabatnya kenapa-napa, Kevin melarang Mya untuk turun. Lelaki itu pun membuka pagar rumah Mya. Namun, sampai Kevin memasukkan mobilnya ke dalam garasi, pengemudi mobil itu tak jua turun."Kamu turun dan kunci pintu rumahmu. Aku akan pulang setelah mobil itu pergi," ujar Kevin."Kalau dia tidak pergi bagaimana?" tanya Mya."Ya aku akan tidur di sini. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu kalau aku tinggal kamu sendirian di sini," jawab Kevin.Mya pun mengangguk. Wanita itu segera masuk ke dalam rumahnya kemudian mengunci pintunya. Kevin terus menunggu, tapi mobil itu tak jua pergi dari rumah Mya. Lelaki itu menjadi khawatir. Dia pun menelepon salah satu temannya yang bekerja di kepolisian. Namun, belum sempat dia memencet nomornya, mobi itu telah meninggalkan rumah Mya.Kevin bernafas lega, sepertinya, Mya harus memiliki seorang security jika memang dia memutuskan untuk tinggal di rumah ini. Lelaki berkacamata itu pun menelepon sahabatnya."Mya, mobil itu sudah pergi. Aku pulang, jangan lupa untuk datang ke persidangan besok. Karena itu sidang pertama, dan kamu wajib hadir di sana," ujar Kevin."Baiklah, aku akan turun untuk mengunci pagar," sahut Mya.Wanita itu turun sudah memakai dres satin yang dia tutupi dengan jubah tidur. Kevin terperangah melihat penampilan Mya. Wanita itu terlihat begitu seksi. Bodoh sekali Richard menyia-nyiakan wanita secantik Mya. Kevin membuka kaca mobilnya. "Hati-hati di rumah. Sampai bertemu besok di pengadilan. Kita ketemuan di sana saja. Karena ada hal yang harus aku urus terlebih dahulu," ujar Kevin."Kamu juga hati-hati," ujar Mya penuh khawatir.Begitu mobil Kevin keluar, Mya segera mengunci pagar rumahnya. Dia pun masuk ke dalam kamarnya. Sidang esok, pasti akan menguras tenaga dan pikirannya."Lebih baik aku tidur," gumamnya.Keesokannya, Mya pun bersiap untuk pergi ke pengadilan. Dia tidak ingin terlambat kali ini. Sebelum berangkat, Mya menelepon nomor Kevin terlebih dahulu. Namun, sayang, nomor Kevin tidak aktif."Kemana dia? Kenapa nomornya tidak aktif? Ahh, mungkin masih di charge. Aku berangkat sajalah. Toh, nanti juga ketemu di pengadilan," gumam Mya.Mya akhirnya berangkat menggunakan taksi online. Sesampainya di pengadilan, Mya belum melihat keberadaan lelaki itu. "Kemana dia? Tumben jam segini belum datang. Apa dia masih tidur ya?" Mya bermonolog sendiri.Wanita itu pun menunggu di depan ruang pengadilan. Dia tidak mungkin masuk ke dalam tanpa Kevin. Karena semua berkas, dia yang pegang.Pintu ruangan pengadilan telah dibuka. Itu artinya, sebentar lagi, sidang akan dimulai. Mya mulai panik karena Kevin tak jua datang."Ya Tuhan, bagaimana ini? Bisa-bisa sidang pertama gagal kalau Kevin tidak datang.""Tidak, Juan tidak mungkin meninggalkanku Pa! Juan berjanji akan merawat Keano bersama-sama. Juan juga janji akan kembali setelah semua urusannya selesai," racau Dania sambil menangis di pelukan sang ayah. "Tenang sayang, kita tunggu informasi selanjutnya. Coba sekarang kamu hubungi Juan, mungkin teleponnya sudah aktif," nasehat Papa Sean yang tak ingin putrinya terus menerus terpuruk. Dengan tangan gemetar, Dania pun mengambil gawainya. Wanita itu pun mencari nomor sang suami kemudian menghubunginya. Namun, tangisnya kembali pecah saat nomor sang suami tidak dapat dihubungi. "Bagaimana ini Pa? Nomornya tidak aktif," ucap Dania masih dengan deraian air mata. "Sabar sayang, kita tunggu saja informasi selanjutnya. Kita berdoa saja semoga, Juan selamat," bisik Sean pada putrinya. Berita itu begitu menghantam Dania seperti petir di siang bolong. Ia terkejut, tak percaya, dan berharap semua itu hanyalah mimpi buruk. Dan saat dia bangun, mimpi itu akan hilang. Setiap hari Dania
"Dokter tolong putraku!" Tak lama dokter pun datang. Perawat menyuruh mereka semua keluar supaya dokter bisa leluasa mengambil tindakan. Melihat garis lurus pada monitor jantung membuat dokter itu mengambil alat kejut jantung. Dia tempelkan alat itu di dada mungil itu. Dua kali dada itu terlonjak. Namun, garis masih saja lurus. "Tambahkan 200 Joule!" titah dokter itu. Perawat pun mengangguk dan menambah tenaganya. Hentakan terakhir tetap tak mampu membuat garis halus di monitor jantung. Dokter pun menggelengkan kepalanya. "Catat waktunya Sus!" perawat itu kemudian menutup balita itu dengan kain putih. Dokter pun keluar dengan wajah serius. Dania dan Juan langsung mendekat. "Bagaimana Putra saya Dok?" “Maaf, tapi kondisi Keano semakin memburuk. Organ-organ vitalnya mulai gagal. Kami sudah melakukan segala yang kami bisa. Namun, Tuhan berkehendak lain, Tuhan lebih sayang padanya!” Dania menangis, tubuhnya tiba-tiba limbung. Wanita itu pasti jatuh ke lantai jika Juan t
"Dania, menikahlah denganku!"Kali ini Dania diam saja. Dia bingung harus menjawab apa. Semua terasa begitu tiba-tiba bagi Dania. Meski saat ini dia nyaman bersama Juan, tapi untuk kembali bersama, Dania butuh waktu."Beri aku waktu untuk berpikir Juan! Keadaan Keano masih seperti ini, aku tidak mungkin bisa berpikir dengan jernih," pinta Dania.Juan pun mengangguk. "Aku akan setia menunggu jawabanmu Dania. Andai kamu menolakku, aku akan tetap ada untukmu dan juga Keano, karena kalian adalah yang terpenting bagiku," sahut Keano. "Terima kasih, Juan," jawab Dania. Sontak Juan menggeleng. "Aku melakukan ini semua untuk putraku, anak kita. Tak ada yang namanya balas jasa dan sebagainya, jadi jangan ucapkan terima kasih kepadaku karena ini sudah tugasku sebagai ayah," kata Juan. Tak lama, gawai Dania berdering, nama sang ayah terlihat di layar. Tanpa menjawab, Dania langsung meninggalkan Juan tanpa kata. Dania tidak mau membuang waktunya, dia takut kalau sampai terjadi kenapa-napa deng
"Anakku ...." isak Dania menatap Keano dari kaca jendela. Dia tidak bisa masuk ke sana, Keano harus dalam keadaan steril sebelum dokter melakukan tindakan. Dania hanya bisa melihat dari luar. Hanya sesekali saja Dania di dalam, itupun tidak boleh lebih dari 15 menit. Keadaan Keano semakin hari semakin membanjir setelah 7 hari dirawat. Hingga akhirnya, dokter memutuskan untuk melakukan operasi pada Keano. "Kami akan melakukan operasi pada anak Keano, berdo'alah semoga Keano mampu melewati masa-masa ini dengan baik. Semoga dia diberi kekuatan untuk bertahan," ucap dokter sebelum memasuki ruang operasi. Dania mengangguk lemah. Di sampingnya, Sean menunduk dalam, merasa iba karena anak sekecil Keano mesti menjalani operasi besar. Sean sudah tak sanggup menahan air matanya, dia menangis memeluk Dania yang juga akhirnya melakukan hal yang sama. "Aku takut Keano kenapa-kenapa, Pa ... anak sekecil itu, tapi harus menjalani operasi. Hati Dania seolah teriris saat melihat tubuh Keano
"Sudah selesai, Pak." Suster mengangguk ramah kepada Juan yang merasa tubuhnya terasa begitu lemas pasca pengambilan darah tadi. Lelaki itu hendak bangun dari ranjang itu, akan tetapi, Juan merasa oleng, kepalanya pusing sehingga tubuhnya limbung dan hampir terjatuh. "Jangan bangun dulu, Pak, kami akan menginfus Bapak dulu untuk beberapa jam kedepan karena kondisi Bapak juga tidak terlalu baik saat diperika tadi," kata suster. Juan pung mengangguk pasrah, dia memang kurang enak badan, kondisi fisik Juan menurun mengingat akhir-akhir ini dia tidak istrirahat dan makan dengan benar. Hingga dia harus diinfus supaya tubuhnya kembali pulih. "Terima kasih, Sus," ucap Juan. Sebenarnya, tidak disarankan mengambil darah dari orang yang sedang sakit atau kurang enak badan seperti Juan, karena akan ada dampak menurunnya kesehatan secara drastis kepada orang tersebut. Dokter pun telah berkonsultasi terlebih dahulu kepada Juan sebelum mengambil darahnya. Namun, karena Juan ingin menolong Kea
"Dania?" ucap Juan dengan senyuman yang menyiratkan kesedihan. "Apa? Jangan macam-macam kamu!" tegur Dania setelah menghindar dari Juan yang hendak memeluknya. "Sayang, kamu masih istriku! Aku belum pernah menjatuhkan talak padamu. Dan aku masih sangat mencintai kamu, selama satu tahun ini, aku mencarimu kemana-mana. Aku menunggu kamu pulang! Perceraian itu tidak sah, karena aku tidak pernah menandatangani surat perpisahan yang kamu buat," sahut Juan panjang lebar. Namun, Dania menggeleng, dia tidak punya waktu untuk membicarakan hal itu karena sekarang yang terpenting adalah keselamatan Keano yang jalannya berada pada ayahnya sendiri, yaitu Juan. "Aku tidak punya waktu membahas semua itu. Sekarang, ikut aku!" pinta Dania. "Tidak-tidak, aku tidak akan mau ikut denganmu sebelum kamu mendengar penjelasanku terlebih dahulu," kekeh Juan. Dania memutar bola matanya malas. Wanita itu melirik jam tangannya. Dia tahu, kalau lelaki ini tidak dituruti keinginannya, dia tidak akan mau berj
"Rumah sakit? Apa Keano sakit? Separah apa sakitnya hingga Dania menyuruhku untuk segera kesana?" Juan bertanya-tanya, dia butuh jawaban dengan segera mengenai kondisi anaknya yang entah mengalami apa. Tak ingin membuang waktu, Juan segera berlari keluar dari bandara. Urusan klien, biarlah nanti, sekarang ada yang lebih penting dari klien. Selama satu tahun penuh lebih Juan tidak bertemu dengan Dania. Dan kali ini, Dania memintanya untuk datang, meskipun itu di rumah sakit, Juan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan istri dan anaknya. Selama ini, Juan sama sekali tidak pernah memberi kontribusi apa pun kepada sang anak karena jarak yang memisahkan. Apalagi, Dania pergi meninggalkan semua uang dan ATM pemberiannya, jadi, dia tidak bisa menikahi putranya. Namun, Juan selalu menyimpan uang yang dia khususkan untuk menafkahi Dania dan Keano. Dia menyimpannya dalam rekening khusus yang akan dia berikan saat telah bertemu dengan keduanya. Dan kali ini, Juan
Dania dan Sean tengah mondar mandir di depan ruang operasi. Sementara Mama Dania hanya duduk di kursi tunggu karena wanita itu sudah tidak kuat berdiri. Ketiga orang itu gelisah menunggu Keano yang sudah hampir satu jam berada di ruang operasi, tapi masih belum ada tanda-tanda dokter akan keluar. "Bagaimana ini Pa? Nia takut, bagaimana kalau Keano ...." Dania tak sanggup lagi meneruskan kalimatnya. Rasa takut akan kehilangan anak kembali Dania rasakan. Dia benar-benar takut kalau Keano akan meninggalkannya, sama seperti anak pertamanya dulu. Sean mengusap punggung sang putri. "Tenang Nia, kita berdoa saja yang terbaik untuk Keano," Sean mencoba menenangkan Dania. "Bagaimana kalau yang terbaik itu adalah ... hiks, hiks, Dania tak sanggup Pa," tangis Dania di pelukan sang ayah. "Berpikirlah positif anakku! Jangan pernah berburuk sangka pada takdir Tuhan yang belum kita ketahui!" nasehat Papa Sean. Tanpa disuruh juga Dania pasti berdoa untuk kesembuhan dan keselamatan sang putra. T
"Ke mana kalian Kenapa kalian pergi meninggalkanku?" monolognya.Juan menatap ke atas, ke arah langit yang semakin menghitam hingga akhirnya lelaki itu memutuskan untuk pulang saja. Saat melewati pos security, Juan bertanya pada security komplek berharap dia menemukan jawaban dari segala pertanyaan mengenai Dania dan Keano."Wah, saya kurang tahu, Pak. Penduduk sini kalau ke mana-mana jarang ada yang bilang, paling titip rumah doang. Kemarin, saat Bu Dania pergi, juga ga bilang dan ga titipin rumahnya, mungkin karena perginya ga akan lama," jawab security komplek setelah Juan bertanya."Biasanya Bu Dania pergi ke mana?" tanya Juan lagi.Security komplek itu menggeleng "Saya tidak tahu Mas. Biasanya, Bu Dania hanya pergi kerja dan pulang sore. Kalaupun jalan-jalan, biasanya pas weekend. Cuma semalam, bukan Bu Dania yang nyetir, tapi Bapak. dan sampai sekarang belum kembali," jawabnya. Selain itu security tidak tahu apa-apa lagi membuat Juan lagi-lagi harus merasakan kecewa. Juan yang