"Kemana Kevin? Apakah sesuatu terjadi padanya?" gumam Mya khawatir.
Mya akhirnya masuk ke ruang pengadilan dengan langkah gontai. Meski dia tidak membawa berkas apapun, setidaknya dia hadir sebagai penggugat di sana.Pengacara Richard tersenyum menyeringai saat melihat Mya hanya datang sendiri. Sudah bisa dipastikan, sidang akan ditunda atau mungkin, dibatalkan.Mya pun berbicara pada jaksa penuntut umum, jika pengacaranya tiba-tiba mengalami sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Dia memohon untuk menunda sidang pertamanya.Setelah jaksa membicarakannya dengan hakim, akhirnya, mereka menyetujui permohonan Mya. Wanita itu bernafas lega, setidaknya, gugatannya tidak dibatalkan oleh hakim.Hakim pun mengetuk palu, dengan putusan, sidang akan dilanjutkan kembali minggu depan.Selepas keluar dari ruang persidangan, pengacara Richard menghampiri Mya. Lelaki itu terlihat simpati pada Mya."Mya, kamu pulang sama siapa? Biar aku antar," ujarnya."Tidak perlu Tuan, saya bisa pulang sendiri," sahut Mya."Tidak apa Mya, arah rumahku juga searah denganmu," lelaki itu masih kekeh ingin mengantar Mya."Saya bisa pesan taksi online Tuan. Anda tidak perlu khawatir," tolak Mya dengan halus.Setelah itu, wanita itu pun pergi meninggalkan pengacara Richard karena taksi yang dia pesan sudah datang. Begitu Mya masuk ke dalam mobil. Pangacara Richard pun mengambil gawainya."Bos, wanita itu tidak mau saya antar pulang Bos," ujarnya."Tidak apa, masih banyak waktu. Biarkan saja dia," titah seorang lelaki di sana.Saat ini, Mya sudah sampai di kediaman Kevin. Rumah itu sepi, bahkan saat Mya berteriak-teriak memanggil Mama Kevin. Wanita itu pun tak kunjung keluar."Kemana mereka? Apa mereka pergi ke luar kota karena ada kerabat yang meninggal? Tapi ... kenapa Kevin tidak menghubungiku kalau begitu," gumam Mya.Wanita itu pun akhirnya memutuskan untuk kembali. Sebenarnya, dia ingin bertanya pada Mama Denisa. Namun, dia sungkan, akhirnya, wanita itu pun mengurungkan niatnya.Mya sudah berada di apartemennya. Sepanjang perjalanan, pikirannya dipenuhi oleh Kevin dan Kevin. Dia takut terjadi apa-apa pada lelaki itu. Karena, tidak biasanya Kevin menghilang tanpa jejak.Wanita itu pun merebahkan tubuhnya di ranjang. Matanya menatap nanar langit-langit kamarnya. "Kalau sampai minggu depan Kevin tidak ada kabarnya, bagaimana?" lirihnya sebelum wanita itu memejamkan matanya.Mya terbangun saat hari sudah menjelang malam. Wanita itu segera mengambil gawainya untuk melihat barangkali ada kabar dari Kevin. Tak tahan dengan rasa khawatir yang mendera, wanita itu pun akhirnya menghubungi nomor Mama Denisa."Assalamulaiakum Ma. Mama dimana? Tadi Mya ke rumah tapi tidak ada orang," cecar Mya."Hiks, hiks, sayang, sebaiknya kamu ke rumah sakit sekarang, nanti akan Mama jelaskan di sini," ujar Denisa to the point."Apa! Mama di rumah sakit? Baik, Mya akan segera ke sana. Mama share lokasinya saja," ujar Mya penuh khawatir.Wanita itu segera meraup kunci mobilnya. Dia pun segera berlari menuju ke parkiran. Mya mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Dia bahkan menerabas lampu merah karena ingin segera sampai. Tak sampai 15 menit, Mya sudah sampai di rumah sakit yang disebutkan oleh Mama Denisa."Ma, siapa yang sakit?" tanya Mya saat wanita itu membuka pintu kamar.Mama Denisa langsung memeluk tubuh Mya dan menangis di bahunya. "Mya, Kevin, hiks, hiks," tangisnya."Kevin kenapa Ma?" tanya Mya.Mama Denisa lalu membawa Mya mendekati brankar Kevin. Mya menutup mulutnya sambil terisak melihat keadaan sahabatnya yang sedang terbaring dengan tubuh penuh perban."Ma, katakan, Kevin kenapa Ma?" tanya Mya diiringi deraian air mata."Mama tidak tahu kejadian pastinya. Kemarin, pukul 11 malam, Kevin mengalami kecelakaan. Polisi yang memberi tahu Mama. Dia langsung dilarikan di rumah sakit, karena keadaannya yang kritis saat itu. Mama datang, Kevin masih berada di ruang operasi. Dan hingga sekarang, dia masih belum sadar," cerita Mama Denisa panjang lebar.Mya mengusap punggung Mama Denisa yang terus bergetar."Kata Dokter bagaimana Ma?" tanya Mya setelah wanita paruh baya itu sedikit tenang."Tulang punggung dan kakinya patah. Wajahnya juga penuh luka gores. Kata dokter, harusnya, dia sudah sadar, tapi entah mengapa, hingga saat ini, dia masih belum sadar," ujar Mama Denisa sedikit sesenggukan."Mama yang sabar, Mya janji akan cari tahu bagaimana kejadiannya. Kita berdoa, semoga Kevin lekas sadar, dan bisa bersama kita lagi," ujar Mya.Wanita paruh baya itu pun menggenggam tangan Mya. Dia menatap Mya penuh harap. "Mya, seandainya Kevin mengalami lumpuh, apa kamu masih mau menjadi istrinya?" tanyanya.Wajah Mya berubah pias. "Kenapa jadi ke sana pembicaraannya?" batin Mya."Tolong Mya, cuma kamu wanita yang bisa membuat Kevin bahagia. Sejak awal, dia sudah menyukaimu. Mama tidak tahu bagaimana psikisnya jika saat dia terpuruk, kamu malah pergi meninggalkannya," isak Mama Denisa.Tak tega melihat wajah melas Mama Denisa, Mya pun menganggukkan kepalanya. Wanita itu pun tersenyum kemudian memeluk Mya."Terima kasih sayang, kamu memang wanita yang baik," puji Mama Denisa.Mya hanya mengangguk. Melihat wajah lelah Mama Denisa membuat Mya tak tega. Wanita itu pun berniat menggantikannya menjaga Kevin. Bagaimanapun juga, Kevin adalah sahabatnya, sudah sepatutnya dia membanfu."Mama pulanglah, biar Mya yang jaga Kevin malam ini. Tubuh Mama perlu istirahat, nanti, kita gantian buat jagain Kevin," usul Mya.Wanita itu pun menganggukkan kepalanya. Setelah mengemasi barangnya, wanita itu pun pulang. Mya duduk di samping sahabatnya. Wanita itu memegang tangan sang sahabat."Sebenarnya, apa yang terjadi padamu? Siapa yang melakukan ini? Aku tidak percaya kalau semua ini murni kecelakaan biasa. Kamu tenang saja, aku akan menyelidiki semuanya. Dan akan aku balas orang yang telah membuatmu seperti ini," gumam Mya.Mya pun mengeluarkan gawainya. Dia pun menyuruh anak buahnya menyelidiki kasus yang menimpa sahabatnya.Tidak ada yang tahu, kalau Mya selain selebgram terkenal, dia juga pimpinan mafia bawah tanah. Dia dijuluki Queen karena kesadisannya dalam menumpas lawan.Hartanya mungkin, tak akan habis kalau dimakan 7 turunan. Sayangnya, dia mencintai lelaki yang salah. Kedua orang tua Mya sudah meninggal. Ayahnya adalah pimpinan mafia bawah tanah. Maka dari itu, begitu Ayahnya meninggal, dialah yang menggantikan.Tak lama, gawai Mya berdering. Wanita itu pun mengangkat panggilannya. Tangannya mengepal saat dia mendengar apa yang disampaikan oleh anak buahnya."Rupanya, ada yang ingin bermain-main denganku. Baiklah, akan aku layani. Rupanya, kalian belum tahu siapa aku?" ujar Mya dengan seringai licik."Tidak, Juan tidak mungkin meninggalkanku Pa! Juan berjanji akan merawat Keano bersama-sama. Juan juga janji akan kembali setelah semua urusannya selesai," racau Dania sambil menangis di pelukan sang ayah. "Tenang sayang, kita tunggu informasi selanjutnya. Coba sekarang kamu hubungi Juan, mungkin teleponnya sudah aktif," nasehat Papa Sean yang tak ingin putrinya terus menerus terpuruk. Dengan tangan gemetar, Dania pun mengambil gawainya. Wanita itu pun mencari nomor sang suami kemudian menghubunginya. Namun, tangisnya kembali pecah saat nomor sang suami tidak dapat dihubungi. "Bagaimana ini Pa? Nomornya tidak aktif," ucap Dania masih dengan deraian air mata. "Sabar sayang, kita tunggu saja informasi selanjutnya. Kita berdoa saja semoga, Juan selamat," bisik Sean pada putrinya. Berita itu begitu menghantam Dania seperti petir di siang bolong. Ia terkejut, tak percaya, dan berharap semua itu hanyalah mimpi buruk. Dan saat dia bangun, mimpi itu akan hilang. Setiap hari Dania
"Dokter tolong putraku!" Tak lama dokter pun datang. Perawat menyuruh mereka semua keluar supaya dokter bisa leluasa mengambil tindakan. Melihat garis lurus pada monitor jantung membuat dokter itu mengambil alat kejut jantung. Dia tempelkan alat itu di dada mungil itu. Dua kali dada itu terlonjak. Namun, garis masih saja lurus. "Tambahkan 200 Joule!" titah dokter itu. Perawat pun mengangguk dan menambah tenaganya. Hentakan terakhir tetap tak mampu membuat garis halus di monitor jantung. Dokter pun menggelengkan kepalanya. "Catat waktunya Sus!" perawat itu kemudian menutup balita itu dengan kain putih. Dokter pun keluar dengan wajah serius. Dania dan Juan langsung mendekat. "Bagaimana Putra saya Dok?" “Maaf, tapi kondisi Keano semakin memburuk. Organ-organ vitalnya mulai gagal. Kami sudah melakukan segala yang kami bisa. Namun, Tuhan berkehendak lain, Tuhan lebih sayang padanya!” Dania menangis, tubuhnya tiba-tiba limbung. Wanita itu pasti jatuh ke lantai jika Juan t
"Dania, menikahlah denganku!"Kali ini Dania diam saja. Dia bingung harus menjawab apa. Semua terasa begitu tiba-tiba bagi Dania. Meski saat ini dia nyaman bersama Juan, tapi untuk kembali bersama, Dania butuh waktu."Beri aku waktu untuk berpikir Juan! Keadaan Keano masih seperti ini, aku tidak mungkin bisa berpikir dengan jernih," pinta Dania.Juan pun mengangguk. "Aku akan setia menunggu jawabanmu Dania. Andai kamu menolakku, aku akan tetap ada untukmu dan juga Keano, karena kalian adalah yang terpenting bagiku," sahut Keano. "Terima kasih, Juan," jawab Dania. Sontak Juan menggeleng. "Aku melakukan ini semua untuk putraku, anak kita. Tak ada yang namanya balas jasa dan sebagainya, jadi jangan ucapkan terima kasih kepadaku karena ini sudah tugasku sebagai ayah," kata Juan. Tak lama, gawai Dania berdering, nama sang ayah terlihat di layar. Tanpa menjawab, Dania langsung meninggalkan Juan tanpa kata. Dania tidak mau membuang waktunya, dia takut kalau sampai terjadi kenapa-napa deng
"Anakku ...." isak Dania menatap Keano dari kaca jendela. Dia tidak bisa masuk ke sana, Keano harus dalam keadaan steril sebelum dokter melakukan tindakan. Dania hanya bisa melihat dari luar. Hanya sesekali saja Dania di dalam, itupun tidak boleh lebih dari 15 menit. Keadaan Keano semakin hari semakin membanjir setelah 7 hari dirawat. Hingga akhirnya, dokter memutuskan untuk melakukan operasi pada Keano. "Kami akan melakukan operasi pada anak Keano, berdo'alah semoga Keano mampu melewati masa-masa ini dengan baik. Semoga dia diberi kekuatan untuk bertahan," ucap dokter sebelum memasuki ruang operasi. Dania mengangguk lemah. Di sampingnya, Sean menunduk dalam, merasa iba karena anak sekecil Keano mesti menjalani operasi besar. Sean sudah tak sanggup menahan air matanya, dia menangis memeluk Dania yang juga akhirnya melakukan hal yang sama. "Aku takut Keano kenapa-kenapa, Pa ... anak sekecil itu, tapi harus menjalani operasi. Hati Dania seolah teriris saat melihat tubuh Keano
"Sudah selesai, Pak." Suster mengangguk ramah kepada Juan yang merasa tubuhnya terasa begitu lemas pasca pengambilan darah tadi. Lelaki itu hendak bangun dari ranjang itu, akan tetapi, Juan merasa oleng, kepalanya pusing sehingga tubuhnya limbung dan hampir terjatuh. "Jangan bangun dulu, Pak, kami akan menginfus Bapak dulu untuk beberapa jam kedepan karena kondisi Bapak juga tidak terlalu baik saat diperika tadi," kata suster. Juan pung mengangguk pasrah, dia memang kurang enak badan, kondisi fisik Juan menurun mengingat akhir-akhir ini dia tidak istrirahat dan makan dengan benar. Hingga dia harus diinfus supaya tubuhnya kembali pulih. "Terima kasih, Sus," ucap Juan. Sebenarnya, tidak disarankan mengambil darah dari orang yang sedang sakit atau kurang enak badan seperti Juan, karena akan ada dampak menurunnya kesehatan secara drastis kepada orang tersebut. Dokter pun telah berkonsultasi terlebih dahulu kepada Juan sebelum mengambil darahnya. Namun, karena Juan ingin menolong Kea
"Dania?" ucap Juan dengan senyuman yang menyiratkan kesedihan. "Apa? Jangan macam-macam kamu!" tegur Dania setelah menghindar dari Juan yang hendak memeluknya. "Sayang, kamu masih istriku! Aku belum pernah menjatuhkan talak padamu. Dan aku masih sangat mencintai kamu, selama satu tahun ini, aku mencarimu kemana-mana. Aku menunggu kamu pulang! Perceraian itu tidak sah, karena aku tidak pernah menandatangani surat perpisahan yang kamu buat," sahut Juan panjang lebar. Namun, Dania menggeleng, dia tidak punya waktu untuk membicarakan hal itu karena sekarang yang terpenting adalah keselamatan Keano yang jalannya berada pada ayahnya sendiri, yaitu Juan. "Aku tidak punya waktu membahas semua itu. Sekarang, ikut aku!" pinta Dania. "Tidak-tidak, aku tidak akan mau ikut denganmu sebelum kamu mendengar penjelasanku terlebih dahulu," kekeh Juan. Dania memutar bola matanya malas. Wanita itu melirik jam tangannya. Dia tahu, kalau lelaki ini tidak dituruti keinginannya, dia tidak akan mau berj