"Kita mau ke mana?" tanya Shafira polos saat mereka tengah berada di dalam mobil. "Ikut saja!""Apa Gio berbahaya?"Ken menggeleng. "Gio tidak seperti keluarga Agatha lainnya."Shafira terdiam. Dia masih ingin bertanya mengapa Ken seolah membatasi dirinya dengan Gio.Ken mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang. Pandangannya lurus ke depan. Tidak ada suara yang muncul di antara mereka. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Di tempat yang berbeda Gio masih merenung di tempatnya. Gadis yang dia temui secara tidak sengaja di desa kini ada di depan matanya. Sayangnya, semua telah usai. Gadis itu kini menjadi milik orang lain. "Ah, andai saja aku ikuti kemauan Papa, mungkin aku yang membersamainya saat ini."*"Kalian dari mana saja?" tanya Tuan Abimana saat Ken dan Shafira tiba di rumah setelah dua jam berlalu. "Cari angin, Kek," jawab Ken seadanya.Shafira juga tidak mengerti apa yang dirasakan oleh suaminya. Selama dua jam kepergian mereka, tidak ada sepatah kata pun yang
"Ma, sudah tiga hari Si gadis kampung itu ada di sini. Kenapa kita masih diam saja?" protes Alice pada Sonia. "Kita harus sabar, Sayang. Ingat, bukan hanya Kenward yang menjadi penghalang kita. Tapi, Gio pun ikut-ikutan sekarang.""Jadi, apa kita harus diam saja, Ma?"Senyum licik terukir di wajah Sonia. "Kamu tenang saja, Sayang. Malam ini kita permalukan dia di meja makan. Lakukan secara bertahap. Kita harus main cantik."Kedua tertawa keras seolah yakin akan kejahatan mereka. Tanpa mereka sadari sepasang mata telah mengetahui rencana mereka. *"Mbak Anita," panggil seseorang. Kepala pelayan yang bernama Anita menoleh. Tampak pelayan termuda di kediaman Tuan Abimana."Ada apa?"Vera menoleh ke samping kiri dan kanan. Matanya sibuk mengawasi keadaan sekitar. Dia kemudian menarik pelan tangan Anita-Kepala pelayan yang sudah berusia riga puluh tahun- itu ke tempat sepi. "Ada apa, Ver?"Anita sedikit merasa kesal. Sejak tadi Vera hanya diam sedangkan matanya sibuk mengawasi segala
"Tidak semua masalah dihadapi dengan amarah, Ken," ucap Shafira pada Ken yang tengah duduk bersandar di sofa kamarnya.Ken pun merasa tidak yakin dengan apa yang dia lakukan barusan. Selama ini dia terlalu tak acuh dengan sesuatu yang menurutnya tidak penting. Namun, kali ini berbeda, emosinya tersulut saat melihat kaki Shafira hampir terluka. Shafira pun bingung dengan sikap Ken. Dia merasa apa yang dilakukan Ken berbanding terbalik dengan sikap dinginnya saat mereka tengah berdua. 'Aku tidak tahu, Ken, yang kamu lakukan barusan tadi adalah murni khawatir atau hanya kamuflase semata,' batin Shafira. "Tinggalkan aku sendiri, Shafira," usir Ken dengan suara berat. Tanpa bertanya lagi, Shafira kemudian berdiri dan mencoba untuk memberi ruang bagi Ken. Saat Shafira baru saja hendak menutup pintu, Ken bergumam yang terdengar jelas dan tentu saja membuatnya terluka. "Clara, aku butuh kamu, Sayang." Tangannya memegang kuat gagang pintu. Shafira tidak bisa menampik bahwa ada nyeri saa
"Kamu yakin mau membawaku?" tanya Shafira saat keduanya kini berada di dalam mobil. "Kenapa?"Shafira menunduk. Dia sungguh malu saat ini. Pikirannya sibuk menmbayangkan bagaimana jika Ken benar-benar membawanya ikut serta. Tentu saja dia hanya akan menjadi bahan tertawaan. Ken mengembuskan napas kasar. Bukan tampilan Shafira yang kumuh, hanya saja itu dari sudut pandang yang jauh berbeda. Alice seorang model dan tentu saja gaya berpakaiannya tentu mengikuti perkembangan zaman. Namun, dia Shafira, gadis yang memang lebih nyaman tampil sederhana. "Apapun yang terjadi kamu harus ikut denganku!" tegas Ken. Kenward kemudian menyalakan mesin dan meninggalkan halaman rumah yang bernuansa Eropa klasik itu. Sepanjang perjalanan, Shafira dilanda kekhawatiran yang teramat sangat. Dia gugup bahkan ingin menangis. Hal itu tentu saja tidak luput dari pandangan Ken. Mobil melaju semakin jauh. Shafira semakin dilanda cemas yang berlebih. Dia takut, jika kehadirannya akan berdampak buruk pada
"Bagaimana, Ken, apa semua berjalan lancar?" tanya Tuan Albern. "Iya, Pa."Saat ini mereka tengah duduk di ruang tengah. Tuan Abimana sedang di lapangan meninjau lokasi ditemani oleh Gio dan Tuan Agatha. Biasanya Ken yang akan mengambil alih. Namun, kali ini Tuan Abimana meminta Ken untuk pulang lebih dulu bersama Shafira. "Kamu harus menjaga Shafira, Ken. Sepertinya keluarga Agatha tidak menyukai kehadirannya. Papa khawatir mereka akan melakukan sesuatu yang tidak kita inginkan.""Iya, Pa. Ken mau istirahat dulu." Ken beranjak menuju ke lantai dua, kamarnya. Hari ini cukup melelahkan baginya. Beruntungnya kehadiran Shafira tidak membuatnya merasa malu. Apa yang dikatakan oleh Alice dan Sonia jelas tidak terbukti. Ken sudah mempersiapkan semuanya dan dia tidak ingin mempermalukan Shafira di acara penting itu. Senyumnya terukir saat mengingat bagaimana Shafira sepanjang jalan menuju kantor memikirkan nasibnya. Padahal dengan memakai pakaian biasa saja Shafira sudah terlihat manis
"Maafkan aku ...." Tangan Shafira spontan memeluk erat tubuh Kenward. Meskipun cinta belum hadir di dalam hati Ken, namun dia selalu berusaha melindungi Shafira. Pemandangan itu tertangkap jelas oleh Keluarga Agatha. Tentu saja hal itu membuat mereka semakin dikuasai amarah. "Apa yang terjadi?" tegur Tuan Abimana. Tuan Abimana, Tuan Agatha dan Gio baru saja tiba. Mereka berada di mobil yang terpisah. Namun, laporan dari kepala keamanan membuat Gio mempercepat laju mobil. Alice merapikan Ken masih sibuk menenangkan Shafira yang terus menangis tersedu. "Dia yang menyerangku lebih dulu, Kek!" ruduh Alice. Shafira menggeleng di dalam pelukan Ken. "Jangan berbohong, ada banyak saksi di sini," tegur Tuan Abimana. "Kakek lebih membela dia?" "Pa, baiknya kita duduk dulu. Kita bicarakan ini semua," ucap Tuan Albern. Mereka semua menuju ruang keluarga. Sangat terlihat kontraks di antara dua keluarga. Tuan Abimana seperti biasa memilih posisi duduk paling atas. Sebelah Kanan kelu
"Sudahlah, Ken, nyatanya sampai sekarang kamu belum menyentuh dia kan?"Deg. Semua pandangan mengarah pada Kenward saat ini. Apa yang dikatakan Alice sungguh di luar dugaannya."Ken, apa benar yang dikatakan Alice?" tanya Tuan Abimana. Ken terdiam begitupun dengan Shafira. Mereka sama-sama memilih bungkam. Hal itu justru dijadikan senjata oleh Alice. "Ada apa, Ken, kenapa diam?" pancing Alice. Shafira menoleh ke arah Ken yang masih memilih bungkam. Tuan Albern tidak bisa berbuat banyak untuk membantu putranya. Tuan Abimana masih memunggu jawaban. Keluarga Agatha tersenyum puas melihat bungkamnya dua orang yang ada di hadapan mereka. Kecuali Gio, dia tidak pernah sejalan dengam keluarganya. "Sudah hampir satu minggu kalian bersama. Apa yang kalian lakukan selama ini? Kalian menikah sah di mata agama dan hukum!" "Kakek tidak menyangka kamu terlalu kejam menghukum Shafira, Ken! Dia punya hak."Kenward masih memilih diam. Alice merasa menang telak saat ini. "Kek, aku menghargai ke
"Kalau begitu, kenapa kamu justru menerima perjodohan ini?"Kenward tersenyum tipis. Dia merasa enggan untuk membahas semua ini.Dia sudah merasa terlalu bosan untuk kembali menceritakan semuanya. Bagaimana pun, semua sudah terjadi. Hanya waktu yang bisa menjawab bagaimana kisah perjalanan antara dia dan Shafira."Ken, pesanku, jangan membuat Shafira terlalu lama tersiksa. Satu hal yang harus kamu tahu, Shafira bukan gadis biasa. Ketika kamu melepaskannya, akan ada banyak sosok laki-laki yang siap menggantikan posisimu."Ken mengalihkan pandangan ke luar jendela. "Termasuk kamu?"Gio memilih diam. Di dalam hatinya dia belum bisa memastikan. Hanya saja dia tidak bisa memungkiri bahwa dirinya memiliki rasa yang berbeda saat bersama Shafira."Jadi, negara mana yang ingin kamu tuju untuk bulan madu?" tanya Gio mengalihkan pembicaraan.Ken memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana kainnya. Dia pun sungguh berat memilih."Carikan saja tempat yang pas untuk kami berdua. Ingat, tidak pe