"Mas Alvan!"Langkah Alvandra terhenti kala mendengar sebuah suara memanggilnya pelan. Ia menoleh ke sumber suara dan alisnya terangkat sebelah ketika melihat sosok yang sudah berdiri di sampingnya."Hanum?" tanya Alvandra merasa tak yakin sebab wanita di sampingnya itu memang mirip mantan istrinya hanya saja sekarang terlihat lebih tua.Entah apa yang terjadi dengan mantan istrinya itu tapi Alvandra tak perduli. Baginya, Hanum hanyalah masa lalu yang harus dilupakan. Terlalu banyak kenangan pahit yang sudah ditorehkan wanita tak tahu malu itu."Iya, Mas. Ini aku, Hanum," timpal Hanum dengan mata berbinar seakan menemukan berlian di antara tumpukan kerikil."Apa kabar, Mas?" lanjut Hanum dengan senyuman secerah mentari."Hah? Oh, aku baik. Kamu apa kabar?" Basa-basi Alvandra bertanya balik."Aku juga baik, Mas. Sekarang kamu kerja di mana, Mas?"Dengan rasa ingin tahu yang tinggi, Hanum mencoba mengorek lagi kehidupan pribadi Alvandra. Melihat penampilan Alvandra sekarang, yang terlih
Alvandra kini sudah menempati rumah barunya bersama Ghazi juga Gibran. Sang asisten awalnya mau sewa apartemen tapi dilarang Ghazi. Ia diajak tinggal bersama mereka dengan alasan buang-buang uang saja, lagipula rumah Alvandra masih sangat luas untuk mereka bertiga tempati.Alvandra pun membeli dua unit mobil untuk keperluan dirinya juga Ghazi atau yang lain. Dan ia mempekerjakan supir taksi yang dulu pernah menemaninya seharian kesana kemari.Untuk pelayan dan security, Alvandra sengaja mengambil dari yayasan dan harus bisa berbahasa Inggris sebab keberadaan kakeknya juga Gibran akan cukup menyulitkan jika mereka tak paham bahasa internasional tersebut."Kek, kalau Alvan sewa jasa detektif swasta untuk mencari Robby, bagaimana?" tanya Alvandra saat mereka sedang duduk santai di teras depan."Soalnya kalau menunggu info dari masyarakat, mungkin pelaku lama tertangkap. Bisa saja 'kan dia menyamar untuk mengelabui orang yang secara tak sengaja berpapasan dengannya," lanjut Alvandra membe
Seorang gadis menatap tak berkedip layar televisi di depannya. Seraut wajah yang selalu membayangi harinya kini terpampang nyata di layar kaca dengan membawa sebuah kabar yang cukup mencengangkan."Itu, beneran Mas Alvan?" gumamnya dengan tatapan tak percaya.Gadis itu adalah Aluna. Saat ini ia sedang berada di apotik sebuah rumah sakit guna menebus obat yang sudah diresepkan dokter. Cukup lama ia menunggu hingga akhirnya menonton TV yang sedang menyala demi membuang rasa jenuh.Sejenak pikirannya melayang ke kejadian beberapa hari lalu di pemakaman. Waktu itu ia baru saja tiba di sana bermaksud berziarah ke makam Almira. Namun pemandangan yang ia dapati cukup membuat dirinya terkejut.Dua orang pria baru saja selesai berziarah di makam ibunya Alvandra di mana salah satunya mirip dengan Alvandra. Yang membuat dirinya tak yakin saat itu adalah penampilannya yang sangat jauh berbeda dengan Alvandra yang ia kenal.Tapi setelah ia melihat konferensi pers yang baru saja digelar dan menarik
Alvandra memarkirkan mobilnya di sisi mobil Aluna. Setelah turun dari mobil ia menghubungi Ghazi memberi kabar akan keberadaannya saat ini. Sementara Aluna yang mendengar Alvandra berbicara dalam bahasa Inggris merasa kagum akan pria itu."Jadi sekarang kamu sehari-hari ngomong pake bahasa Inggris, Mas?" Tanya Aluna setelah Alvandra menutup panggilannya dan berjalan ke arahnya."Iya, tapi sesekali aku ajarin Kakek sama Gibran bahasa Indonesia untuk percakapan sehari-hari. Biar gak bingung kalo ketemu sama orang yang gak bisa bahasa Inggris," jawab Alvandra.Keduanya mulai berjalan beriringan menuju ruangan Aluna. Karena masih jam kerja, maka suasana di lobby sedikit lengang. Alvandra juga Aluna hanya mengangguk dan tersenyum setiap berpapasan dengan yang lain."Gibran? Oh, yang pas konferensi pers tadi duduk di sebelah kiri kamu, ya, Mas," kata Aluna bertanya namun dijawab sendiri."Iya, dia asisten Kakek dan sekarang jadi asisten aku," jawab Alvandra memperjelas.Selama melangkah men
Alvandra tiba di rumah menjelang sore setelah mengawal Aluna hingga sampai ke rumahnya. Ia berjanji datang lagi ke kantor Aluna bersama Gibran untuk menyelesaikan masalah keuangan di perusahaan Abrisam esok hari.Dengan bersenandung lirih dan wajah penuh senyuman, pria tampan itu memasuki rumah dan mendapati sang kakek juga asistennya sedang duduk di ruang keluarga."Ada yang lagi bahagia rupanya," celetuk Ghazi."Iya, Tuan. Entah ketemu gadis atau baru dapat lotre," timpal Gibran santai.Alvandra terkekeh kemudian ikut duduk bersama dua orang pria berkebangsaan Arab itu."Siapa dia? Bawalah dia ke mari ketemu sama Kakek," ucap Ghazi seakan tahu apa yang baru saja terjadi dengan cucunya itu.Alvan dan Gibran saling lempar senyum mendengarnya."Nanti Alvan kenalin tapi sekarang ada masalah yang lebih penting lagi yang harus Alvan lakukan," sahut Alvandra.Kedua orang yang duduk di hadapan Alvandra itu memandang Alvandra dengan tatapan penuh tanya dan wajah serius."Jadi, perusahaan tem
Aluna yang baru pulang dari kantor segera menemui Abrisam di kamarnya. Daddy dari Aluna itu sudah diperbolehkan pulang oleh dokter tadi pagi namun diwanti-wanti untuk menjaga kesehatan dan terutama pikiran.Mendengar jika ada perusahaan investasi yang akan membantu mereka untuk kembali bangkit membuat semangat Abrisam kembali berkobar. Namun saat ditanya nama perusahaannya, Aluna menjawab jika itu perusahaan dari luar negeri dan baru memulai usaha di Indonesia.Aluna tidak bohong, kan? Karena kenyataannya perusahaan yang dipegang Alvandra memang awalnya dari luar negeri dan sedang melebarkan sayap ke mancanegara."Daddy, gimana sekarang keadaannya? Masih suka pusing?" tanya Aluna penuh perhatian."Enggak. Daddy merasa lebih sehat sekarang, apalagi setelah dengar kabar dari kamu semalam. Bikin Daddy pingin cepat-cepat ke kantor buat bekerja," jawab Abrisam bersemangat."Eits, gak bisa! Daddy harus istirahat dua atau tiga hari lagi kata dokter," sela Camilla yang baru masuk kamar sambil
Rasa kecewa pada ayahnya membuat Aluna mengurung diri di kamar setelah Alvandra benar-benar pergi dari rumahnya. Ia pikir setelah kejadian Bram maka pendirian Abrisam akan berubah, ternyata tidak.Kini rasa malu menyapa Aluna seandainya Alvandra menceritakan kejadian tadi pada kakeknya. Ibarat kata, ayahnya bagaikan orang tak tahu terima kasih, sudahlah ditolong namun tak mau membalas kebaikannya. Sedangkan kedua insan tersebut sudah jelas jelas saling mencintai. Tapi jika dipikir lagi, ada yang aneh menurut Aluna. Kenapa Alvandra tiba-tiba datang seorang diri? Bukannya dia bilang mau datang sama kakeknya? Itu pun nanti sore.Saat sedang bertanya-tanya itu, ponsel Aluna mengeluarkan suara kencang, menandakan ada panggilan masuk."Mas Alvan," gumam Aluna melihat nama pemangggilnya.[ Halo, Mas! ] sapa Aluna begitu panggilan sudah terhubung.[ Kamu di mana? ][ Di kamar. ] Singkatnya.[ Maaf tadi aku gak ngasih tau kamu dulu. Aku cuma pengen tau aja reaksi Pak Abi kalo aku datang ngela
Di sebuah rumah yang terbilang mewah.Seorang pria terlihat duduk termenung di teras samping rumah. Pandangannya lurus hanya pada satu titik namun dengan pikiran bercabang."Jadi, Alvan itu cucu dari Ghazi Malik? Tapi kenapa baru sekarang ketahuan? Apa ada sesuatu antara Bang Zayn dengan keluarganya? Pantas saja selama menikah sama Mbak Mira gak pernah keliatan ada saudaranya Abang datang berkunjung."Pria bernama Danu itu terus bermonolog sembari berusaha mengaitkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya.Semenjak melihat berita kematian Almira, Danu berusaha untuk mencari Alvandra namun tak pernah berhasil menemukannya. Ia berniat meminta maaf pada keponakannya itu atas apa yang sudah dilakukannya dulu. Rasa sesal kerap menghantui tiap ia memejamkan mata."Ngelamun terus! Pasti ngelamunin keponakannya yang ternyata cucu orang kaya. Iya 'kan, Mas?"Hala yang baru pulang dari berbelanja ke mall kesal mendapati suaminya hanya duduk diam tak menyambut kedatangannya."Memangnya kenapa?