Share

Sikap Alya yang Egois!

"Aku bisa jadi jahat! Tergantung bagaimana cara orang memperlakukanku!"

"Aku pikir, cerita menantu yang tersakiti hanya ada di dalam novel. Namun faktanya, aku sendiri yang mengalaminya. Bahkan suamiku pun lebih membela keluarganya yang jelas-jelas salah!"

"Mereka tidak salah! Kamu yang bersalah Alya, andai saja sedikit saja kau turunkan egomu itu! Mungkin masalah ini tidak akan berkepanjangan!" bentakku pada Alya.

"Logikanya gini! Mengapa jika seorang menantu adalah laki-laki, ia begitu sangat disayangi oleh orang tua perempuan. Mereka diistimewakan seolah-olah adalah raja. Berbanding terbalik dari pihak perempuan, kebanyakan dari kami mendapatkan perlakuan yang tak senonoh, tak dapat diakui oleh akal!"

"Apa itu wajar, Mas!"

"Dari dulu aku sudah bilang, keluargamu sepertinya tak menyukaiku. Aku berusaha memberhentikan pernikahan kita, tapi tiba-tiba orang tuamu berubah manis. Hingga aku berpikir mereka bisa menerimaku yang piatu," ucapku padanya.

"Namun yang kudapatkan malah berbeda, semakin berjalannya hari. Sedikit demi sedikit, sikap keluargamu terlihat aslinya! Aku tak masalah mereka menyuruhku mencucikan baju mereka semua, bahkan sampai baju Abang iparmu aku yang mencucikan. Menyuruhku memasak untuk mereka, menyapu, mengepel. Aku tak masalah, Mas!" teriak Alya penuh emosi.

"Tapi ini masalah anak! Mereka selalu mengatakan aku mandul, mereka bilang aku tidak subur! Kamu tau bukan seberapa inginnya aku memiliki anak, apa kamu pikir aku yang tak ingin memiliki anak, hah?"

"Aku bahkan sudah memeriksa kesehatanku, dokter bilang baik-baik saja. Lalu, apakah saat tak punya anak adalah keinginanku! Mulut keluargamu sangat pedas, Mas! Sampai-sampai aku hanya bisa terdiam menangis merasakan tusukan-tusukan pedang yang tajam perlahan menembus jiwa," ujarnya memelan.

Aku terdiam, masih mencerna ucapannya.

Bukankah selama ini yang disampaikan Mbak Sarah berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan Alya.

"Tunggu dulu! Apa kau memfitnah keluargaku, bukankah selama aku bekerja, saat keluargaku datang malah kamu yang memperlakukan mereka seperti babu."

"Kata siapa kamu?" tanya Alya padaku.

"Mbak Sarah!"

"Lalu kamu percaya?" tanya Alya lagi.

"Tentu saja! Dia kakakku, dia sangat menyayangiku. Jadi apa alasanku tidak percaya padanya," sahutku menatap Alya tajam.

"Kalo begitu, bagaimana jika Mbak Sarah saja yang kau jadikan istri," ujarnya membuat amarahku memuncak.

"Alya! Gila kamu ya, Mbak Sarah kakakku. Bisa-bisanya kamu berbicara seperti itu!"

"Sudahlah, Mas, kebenaran apapun yang terucap dari bibirku. Tetap akan menjadi debu di dalam pikiranmu. Aku ibaratnya kain lusuh yang kusam tak terawat, dilirik pun hanya sesaat. Aku lelah berdebat denganmu, jadi talak saja aku sekarang!"

"Istighfar kamu, Alya!" bentakku padanya.

"Kamu pikir pernikahan itu sebuah permainan! Untuk apa kita bertahan selama 4 tahun, jika ujung-ujungnya harus berpisah seperti ini. Sia-sia pernikahan ini kamu tau itu, hah!" tegasku penuh penekanan.

"Sia-sia, jadi menurutmu aku bertahan selama ini hanyalah sia-sia. Kamu sama saja seperti keluargamu!" Alya mendekati lemari pakaian, lalu mengambil tas dan memasukkan baju-bajunya.

Aku?

Aku hanya diam memperhatikan apa yang dia lakukan.

Aku akan membiarkan Alya pergi ke rumah orang tuanya. Ya, untuk menenangkan diri. Aku tau sekarang pikirannya sedang kacau, makanya dia tak bisa berpikir jernih.

Orang yang salah, emosi, maka ia akan melimpahkan kesalahannya pada orang lain.

Contohnya saja Alya ini, jelas-jelas dia yang keterlaluan dengan Mbak Sarah, tapi malah dia yang marah-marah tak jelas.

Hanya masalah kecil, merambatnya malah ke mana-mana. Jadi, biarkanlah ... biarkan dia mengambil keputusan untuk sementara waktu.

"Pulanglah ke rumah orang tuamu, instrospeksi dirimu dulu. Setelah kau tenang silakan kembali lagi ke rumah ini," ucapku lalu melangkah ke luar kamar.

*

"Nggak diajarin sopan santun itu cewek, Bu. Kesel banget Sarah sama dia." Saat melangkahkan kaki ke dapur kembali kudengar suara omelan Mbak Sarah.

"Sudahlah, Mbak. Wajar saja Alya begitu, Mbak bicaranya terlalu kasar pada Alya," ujarku muncul di belakang mereka.

"Hus, Andi. Kenapa kamu bilang gitu sama mbakmu, jangan terlalu dibela istrimu itu. Kalo kamu bela, itulah dia makin ngelunjak jadinya," ujar Ibu padaku.

"Bukan ngebela, Bu. Mbak Sarah tadi memang salah bicara, janganlah menyinggung soal anak di depan Alya." Aku berusaha berbicara selemah mungkin pada mereka berdua.

"Lho, tersinggung karena itu rupanya dia, Ndi. Lah, ngapain dia tersinggung, memang faktanya dia sampai sekarang nggak bisa kasih anak, kan. Mandul itu namanya," cerca Mbak Sarah.

Belum sempat aku menjawab, terdengar langkah kaki yang dihentak-hentakkan.

Rupanya Alya sudah selesai dengan kopernya.

Tanpa menoleh lagi, ia langsung membuka pintu rumah.

"Heh, Alya! Nggak sopan kamu ya sekarang!" bentak Mbak Sarah sambil berlari menghampiri Alya.

Aku mengembuskan napas, kapan selesainya kalo begini terus, pikirku.

"Aww, sakit!" terdengar teriakkan dari luar.

"Alya! Kamu apakan Mbak Sarah?" ujarku langsung melepas genggaman erat tangan Alya pada rambut Mbak Sarah.

"Menantu kurang ajar kamu ya!" Tangan ibu melayang di udara.

"Sudah kubilang, cukup suamiku yang menampar dan menyakitiku. Kalian, tidak pantas menyentuhku bahkan sampai membuat badan ini berbekas akibat luka!" ucap Alya penuh penekanan.

"Alya! Makin kurang ajar kamu ya!" geramku padanya.

"Tunggu surat dari pengadilan menghampirimu, setelah itu jangan harap aku akan sudi melihatmu lagi," ujar Alya penuh penekanan.

Ia menyeret kopernya, lalu sebuah motor datang menghampiri Alya.

"Alya! Kau harus ingat, aku membolehkanmu pergi agar kau bisa menenangkan pikiran! Sampai kapan pun tak akan ada kata pisah dan cerai dalam pernikahan kita!" Teriakanku mengiringi kepergian Alya.

Entah dia mendengar atau tidak! Intinya sampai kapanpun, tidak akan ada perceraian dalam pernikahan kami.

Alya terlalu egois, jika harus sampai menjurus ke hal lebih jauh. Dia pikir mempertahankan pernikahan empat tahun ini gampangkah.

Alya terlalu gegabah dalam mengambil keputusan, terlihat sekali sifatnya yang kekanak-kanakan.

-

-

-

Next?

Terima kasih sudah berkenan mampir🥰🥰 bantu subscribe yaa. Ditunggu like, komen, dan subscribenya. 🥰🥰🥰

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ida Nurjanah
bagus jenggut aja biarr keras ,biar kapok ga semena mena lagi sm ipar.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status