ARMILAAku sudah membulatkan tekad berpisah dengan mas Andra. Tak ada alasan logis untuk mempertahankan hubungan toxic ini. Justru sangat riskan bagi kesehatan lahir dan batinku ke depan.Fitnah Resti kali ini sangat kejam. Ia bahkan rela menggugurkan kandungan demi tercapainya tujuan. Entah terbuat dari apa hatinya?Tak ada jaminan ke depan aku akan aman. Justru bayangannya sangat mengerikan. Resti bisa saja melakukan hal lebih parah dari semua ini.Sebenarnya malu kami bertengkar hingga ke halaman. Apalagi ketika sadar mobil kak Reiga terparkir di depan rumahnya. Kemungkinan besar pria itu melihat adegan ini. Apa juga penilaiannya nanti.Mas Andra masih memiliki rasa cinta padaku. Namun, pengaruh Resti telah membuatnya tak bisa meletakkan mana benar dan salah. Kalau terus begini, bisa-bisa perasaan itu hilang sama sekali. Hasilnya aku dibuang.Sebelum dibuang, lebih baik pergi dari sekarang. Aku takkan goyah lagi oleh rayuannya. Setelah cerai, aku akan pergi dari rumah ini ke tempat
ARMILAAwalnya hanya membeli pakaian Affan. Namanya mata lihat barang bagus jadi jelalatan. Aku mampir ke berbagai counter di pusat perbelanjaan ini. Akhirnya beli juga barang yang menggoda isi rekening.Ketika tangan ini menyentuh satu tas branded, pikiranku tiba-tiba tersadar. Saat ini harus menghemat pengeluaran sebab prioritas biaya hidup setelah cerai. Bukankah aku akan pergi jauh dan tak lagi ada akses harta."Tasnya elegan, cocok untukmu!"Aku sontak berpaling pada seseorang yang tiba-tiba bersuara. Jelas kaget sebab yang sekarang ada di sampingku adalah dokter Reiga."Kak Reiga sedang belanja juga?""Iya, maklumlah hidup sendiri jadi apa-apa sendiri!"Kutanggapi jawabannya dengan senyuman. Ucapan itu kukhawatirkan memiliki makna lebih dari arti lafaznya."Gak jadi ambil tasnya?""Gak, di rumah masih banyak yang belum terpakai juga."Pria itu terdiam sebentar, lalu mengambil tas yang telah kusimpan lagi di tempatnya."Ingat, gak dulu aku pernah membuat tasmu berlubang. Aku mau
ANDRAAku tak bisa menghadiri sidang pertama sebab mengalami hambatan yang cukup besar. Sebenarnya bingung, mengapa kejadian tersebut muncul di saat momen paling darurat. Selama ini tak pernah sekalipun mengalami hal semacam itu.Untunglah luka yang diderita tak serius. Perampok itupun hanya mengambil uang dan jam tangan. Untuk ponsel, aku hanya bawa satu dan itu kusimpan di dalam mobil. Entah mengapa mereka tak menggeledahnya. Bisa jadi tak sempat sebab keburu ada yang melihat."Polisi sedang mengusut aksi perampokan itu, Mas. Semoga cepat ketemu pelakunya. Syukurlah mereka gak melukai Mas sampai parah. Aku benar-benar khawatir, Mas!"Entahlah mengapa saat ini ujian terus datang silih berganti. Seakan kesialan jadi teman dekatku. Kadang ingin mengakhiri drama derita ini. Ingin seperti dulu, hanya hidup dalam ketenangan bersama Armila.Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Aku tak mungkin mengulang kembali ketenangan itu kecuali melepas Resti. Hal tersebut terlalu sulit, apalagi ia baru saj
ANDRAAku datang ke kantor polisi bersama Resti. Dari mulut mereka, keluar keterangan sama dengan yang disampaikan Resti Mereka bersumpah bahwa Arrmila lah yang melakukannya. Mereka dibayar sepuluh juta cash untuk melakukan drama tersebut. Transaksi dan obrolan mereka tak ada yang dilakukan online. Semua melalui jalur pertemuan rahasia. Ketiganya minta maaf dan berjanji takkan Mengulangi kesalahan yang sama. Mereka pun mengembalikan dompet dan jam tangan yang diambil dariku.. mereka mengatakan tidak bersungguh-sungguh melukai, makanya aku tidak berdarah-darah.Karena pelakunya kemungkinan besar memang Armila aku menarik tuntutan atas mereka. Masalahnya jika ketiga perampok ini di polisikan, Armila akan terseret. Lebih baik kuselesaikan saja perkara ini dengan perempuan itu secara langsung.Selepas urusan dengan polisi, aku akan langsung ke rumah Armila. Kusuruh Resti pulang agar tidak perlu menambah kericuhan. Tapi perempuan itu bersikukuh ingin ikut sebab takut aku lepas kendali ka
ARMILATuduhan baru dari mas Andra telah membuat hatiku makin memanas. Aku semakin tak paham pada jalan pikiran pria itu. Mengapa begitu mudah percaya pada hasuran orang lain. Atau terlalu mahir pembuat dramanya.Bukan tak mau membela diri, tapi keadaannya mas Andra sudah tuli dan buta. Di sisinya, aku buruk. Tak salah pun jadi salah, apalagi benar-benar berbuat salah.Jadi, biarkan saja dia bersama pemikirannya. Lagipula itu bagus untuk mempercepat perceraian. Semakin benci, semakin mudah pria itu melepasku.Kalau aku berjuang mengklarifikasi sekarang, mas Andra akan sulit melepasku. Proses perceraian kami pun bisa lama jadinya. Aku ingin menenangkan pikiran sejenak dengan jalan-jalan bersama Affan. Anak ini juga bisa bertemu dengan teman-teman kecilnya. Meski hanya saling melihat tak apa. Itu tetap baik bagi perkembangan sosialisasinya nanti.Seperti biasa aku mengajak bi Cicah. Bukan apa-apa, takut saja kalau tiba-tiba kak Reiga muncul. Seklias di pandangan orang akan buruk jika k
ARMILA"Pak, istigfar, Pak, istigfar. Duh, Gustiii kenapa jadi begini. Ini semua salah paham. Bu Armila wanita terhormat!"Ucapan mang Dadang sudah tak berarti lagi. Tali pernikahan itu telah ia gunting dengan lisannya. Mungkin, selamanya tak dapat tersambung kembali.Di detik ini aku tak lagi berstatus sebagai istri mas Andra. Kami hanya terhubung oleh Affan, putra yang lahir saat cinta sedang di masa puncaknya."Bapak tega menuduh bu Armila selingkuh, padahal bapaklah yang sudah merusak semuanya. Saya bersumpah dengan nama Allah bahwa bu Armila bersih!" teriak bi Cicah. Bi Cicah mendekap tubuhku dengan satu tangan. Sementara yang satunya menggendong Affan."Andra, aku dan Armila tidak ada hubungan apa-apa. Harusnya kau lebih paham sifat setia dan baktinya daripada orang lain. Kupikir kau itu cerdas, nyatanya tolol sampai ke tulang sumsum! Ingat baik-baik, aku akan menguak tabir busuk ini. Aku akan membersihkan nama Armila hingga kau menyesal dan menangis darah!"Wajah mas Andra mem
ARMILA"Tadinya aku tak mau ikut campur urusan pribadimu. Tapi, fitnah demi fitnah membuatku berpikir ulang. Aku harus bertindak untuk menguak kejahatan ini." ucap kak Reiga yang sengaja datang dua hari setelah tragedi perceraian itu."Sudahlah, Kak biarkan saja. Untuk apa juga diusut. Resti itu licik. Yang kuinginkan justru menjauh darinya supaya tak dijahati lagi!"Aku tahu kak Reiga bermaksud baik. Dia masih seperti dulu, siap membela temannya ini. Bahkan, akan melakukan apapun demi menghilangkan kesedihanku. "Armila tak seperti itu. Dia wanita yang takkan membiarkan orang lain menyakitinya.. Reiga saja dikejar sampai toilet cowok gara-gara keterlaluan jailnya. Ayolah Armila, kita cari solusi bersama."Aku menatap lelaki yang duduk di seberang meja sekilas, lalu membuang pandangan ke arah samping. Yang dikatakannya benar, aku memang rapuh saat ini. "Aku tak tahu harus bagaimana. Aku masih berduka dan belum bisa berpikir banyak hal. Aku butuh waktu untuk mengobati hati Kak."Sekar
ANDRASeribu penyesalan berbaris menghantam rongga dada kala talak itu kuucapkan. Ketika ingin menarik balik dan menghapusnya, telah jadi kemustahilan. Aku gelap mata, kalap dan digulung napsu. Bahkan, setan pun telah kupatuhi. Mereka tengan bersorak sorai sebab berhasil menghasutku untuk mengakhiri tali pernikahan.Kesaksian mang Dadang dan bi Cicah tentang Armila menambahkan sesal berlapis-lapis. Betapa bodoh dan cerobohnya aku melontarkan kata itu. Pemyesalan itu memang di belakang.Andai waktu bisa diputar, aku akan mengendalikan diri hingga tak mengucap talak pada Armila. Itu hanya andai yang tak mungkin terjadi. Kini, tinggal sesal tak bertepi.Dalam gontai langkah kaki, aku terus meratapi diri. Merutuki kebodohan hingga ke tulang sumsum. Apa masih pantas disebut waras jika satu penglihatan saja sudah mampu membawaku pada keputusan paling ceroboh? Kurasa jawabnya adalah otak ini sudah lapuk dimakan ketololan.Mengapa aku jadi begini? Mengapa kewarasan hilang separuhnya? Mengapa