Sholat bersama pasangan pengantin baru telah usai dilaksanakan. Ayumi sedang melipat mukena dan sajadah, lalu meletakkannya di meja dekat ranjang. Sedangkan Abe berjalan menghampiri nakas dan meraih handphone yang sedang diisi daya, lalu melepasnya. Tak ada pembicaraan apa pun yang terjadi antara keduanya, seolah tak ada kehidupan di kamar besar itu. Abe terlihat biasa saja dan ketika bertemu pandang dengan Ayumi pun seolah tak melihat apa-apa. Ayumi berdiri memperhatikan Abe dan sungkan pula untuk bertanya. Namun, walaupun hatinya berat, akhirnya Ayumi memutuskan untuk berbicara pada suaminya tersebut.
"Kak!" seru Ayumi."Tidurlah. Aku akan menyusul setelah menyelesaikan pekerjaanku yang terabaikan karena pernikahan aneh ini!" sahut Abe tanpa menatap Ayumi yang terluka dengan ucapannya dan meninggalkan dia menuju sofa.Ayumi bergeming dengan wajahnya yang berubah sendu. Tangannya menyentuh dada yang mendadak sakit. Sakit karena ucapan seorang suami yang untuk pertama"Kenapa, Dit?" tanya Kiki yang melihat Adit melotot dan langsung memutuskan sambungan telephone."Nyambung, Ki, tapi yang angkat cewek!" kata Adit menatap serius handphone di tangannya."Serius lo gak salah dengar?" timpal Kiki memastikan pendengaran Adit yang sering salah."Yakin gue kalau suara cewek yang angkat. ‘Hallo!’ begitu katanya!" terang Adit mencontohkan suara lembut cewek."Idih, kok gue malah merinding lihat lo kayak banci!" hina Kiki bergidig geli melihat Adit yang mendadak gemulai.Adit menatap malas Kiki yang justru mengejeknya karena mencontohkan gaya bicara ala wanita yang mengangkat panggilan barusan. Matanya kembali menatap handphone miliknya sambil berkerut kening."Kayaknya benar dia habis genjot deh!" gumam Adit pelan dan mendongak menatap Kiki."Anjirlah, siang-siang bolong main ngecrot saja si Ayman. Benar-benar mandi keringat dong si kampleng itu!" timpal Kiki dengan wajah menyeringai ala mesumnya."Yakali
Di desa, Ayman yang masih tinggal untuk membantu melihat persiapan toko baru yang mulai dibangun untuk Yulia berjualan, terlihat sedang berdiri memantau pekerja yang sedang sibuk. Dari dalam rumah, Yulia keluar sambil membawa nampan berisi ubi goreng dan teh poci."Nak Ayman, ayo ngeteh dulu!" seru Yulia sambil menuju meja kayu yang ada di teras rumah.Perlahan dia letakkan semua isi nampan ke meja. Aroma ubi goreng yang baru diangkat tercium jelas menyapa indra penciuman Ayman yang langsung tersenyum. Tanpa ragu, Ayman berjalan menghampiri Yulia dan langsung duduk saling berhadapan."Aku cobain ya, Bu!" seru Ayman. Tangan kanan Ayman meraih sepotong ubi yang masih hangat dan mulai membelahnya, lalu memasukkan ke mulut yang sudah tak sabar mencicipi ubi ungu yang dibeli Yulia di kebun tetangga."Huaah, panas!" kata Ayman yang kepanasan."Hati-hati makannya. Itu baru ibu angkat!" ucap Yulia mengingatkan. Perlahan-lahan Ayman mengunyah sambil merasakan betapa
Keesokkan harinya, Ayman akhirnya bertolak ke Jakarta saat pagi hari. Tak lupa, Ayman menyempatkan diri berpamitan pada Yulia saat akan berangkat menuju bandara. Pembangunan toko di depan rumahnya hampir selesai karena menggunakan banyak pekerja. Jadi, Ayman bisa meninggalkannya dengan tenang serta sudah menitipkan kepada salah satu staff yang ada di hotel untuk menggantikannya memantu toko serta keadaan Yulia beserta keperluannya.Di Jakarta, Abe sudah siap berangkat ke kantor. Sebagai istri yang baik, Ayumi sudah mempersiapkan semua kebutuhan Abe termasuk menyiapkan sarapan dengan kemampuannya memasak. Untuk pertama kalinya, Abe melihat makanan dibuat oleh gadis yang baru beberapa hari dia nikahi. Aroma masakannya sangat enak dan tanpa banyak komentar dia langsung memakannya. Melihat suami yang makan tanpa bicara, Ayumi hanya duduk menyaksikan dalam diam. Dia sungkan untuk bertanya, apalagi Abe memang jarang mengajaknya bicara. Ayumi pun mulai memakan sarapan dan mengunyahnya
Keduanya saling pandang dengan tatapan tak wajar, terlebih mata Abe solah ingin loncat dari tempatnya menatap Ayman yang selalu memancing emosinya dan seolah sengaja."Menurutmu?" sahut Abe singkat tanpa memalingkan pandangannya. Decihan terdengar dari mulut Ayman. Dia membuang arah pandangnya sesaat sebelum menatap kembali wajah Abe yang bergeming."Aku memang brengsek, tapi tak gak sepicik yang kamu tuduhkan, Be. Kalau aku sering tidur dengan Ayumi, ngapain aku kasih Ayumi untuk kaunikahi? Mending aku saja yang nikahi!" tutur Ayman menatap kesal pada Abe. Abe berkerut kening. Apa yang Ayman katakan masih sulit bagi dia untuk mempercayainya. Abe yakin, jika Ayman menyukai Ayumi karena begitu perhatian padanya."Mana kutahu apa yang kalian lakukan di belakang. Jangankan teman, saudara pun bisa bersiasat!" timpal Abe menatap dingin pada Ayman."Gak guna siasat denganmu, Be. Baru niat saja kau langsung tebas leherku sampai putus!" kata Ayman cepat."Aku tahu kalau gak mudah untukmu perc
Selepas membersihkan diri dan berganti pakaian dengan celana pendek serta kaos, Abe nampak sibuk menggosokkan kepalanya yang basah dengan handuk kecil. Di tepi ranjang, Ayumi tengah membolak balik sebuah handphone berlogo apel berwarna soft pink di tangannya. Melihatnya, Abe menghampiri dan berdiri menjulang di hadapan Ayumi."Kenapa?" kata Abe."Ini terlalu bagus, Kak. Hmm, aku tak mengerti cara memasukkan kartunya," jawab Ayumi masih menatap benda itu bingung."Aku sudah memasukkan kartu di dalamnya. Aku juga sudah memasukkan nomorku, Mama, Ibu, dan kedua temanmu," jelas Abe dengan suara baritonnya. Mendengarnya Ayumi tersenyum cerah. Dia bahagia karena kini bisa menghubungi ibunya kapan pun serta kedua sahabatnya."Terima kasih, Kak," ucap Ayumi memamerkan gigi putihnya di balik bibir ranum yang belum pernah Abe sentuh sejak resmi menikah. Melihat Ayumi yang bahagia, hati Abe yang dingin terasa menghangat. Tak dia pungkiri, jika senyum Ayumi selalu membuat hatinya senang."Handphon
Suasana hening menyelimuti Adit dan Kiki. Keduanya saling pandang seolah menyamakan indra pendengaran mereka akan ucapan Ayman yang baru saja terlontar. Terlihat kening keduanya berkerut karena merasa tak percaya."Maksud lo, Ayumi ada di Jakarta sekarang?" kata Kiki memastikan lagi dan menatap nanar Ayman."Iya, di Jakarta. Sekota dengan kita," sahut Ayman datar juga tenang. Kedua kadal buntung itu saling bertukar pandang, hingga terbitlah senyuman aneh pada keduanya."Kok bisa tahu lo, Njing. Lihat di mana lo? Apa jangan-jangan lo sudah ketemu Ayumi di atas ranjang dan crot bareng?" cerocos Kiki kembali dengan asumsi mesumnya lagi."Kagak, Njing. Mana ada gue seranjang sama Ayumi. Dia wanita baik-baik!" sahut Ayman menatap tajam keduanya."Cieeee, ngebelain nih!" ledek Kiki dengan bibir menyan-menyon menyebalkan."Tau nih, Kadal, kenapa jadi bela Ayumi mulu. Aneh gue!" sambung Adit melirik malas pada Ayman yang memasang wajah datar seolah tak ada hal serius."Dia di Jakarta sebelah
Sepeninggalan Ayman menuju toilet, Adit dan Kiki terdiam. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Sesekali Kiki duduk gelisah sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Berbeda dengan Adit yang memijat pelipisnya karena mendadak sakit kepala."Anjir gue ngeri kalau Abe tahu kita!" seru Kiki cemas dan tak bisa diam."Abe sudah tahu begok!" sahut Adit melirik malas pada Kiki yang sudah bicara ngaco."Gue masih pengin hidup, Dit. Gue masih pengin crot sana sini. Gue ngeri kalau Abe bakal kebiri kita saat ketemu!" andai Kiki dengan rasa takut dan membayangkan siksaan yang kelak diterimanya."Lo benar. Ayman saja yang sepupunya bisa bonyok begitu sampai lubang hidung pada miring. Bagaiman dengan kita? Ah, gue gak bisa bayangin kalau gue diperkosa Abe, Ki!" timpal Adit bergidig ngeri membayangkan dicrot oleh Abe dengan keji."Si anjir, pede banget lo Abe minat gerayangi lo! Kagak doyan dia sama batangan bengkok lo!" sungut Kiki menoyor kepala Adit cukup keras."Dih, siapa tahu, Ki. Secar
Keesokkan paginya, Abe sudah berangkat ke kantor seperti biasa. Di rumah, Ayumi sudah selesai dengan kegiatan di dapur. Langkahnya cepat menuju belakang rumah di mana Ayumi meminta izin pada Abe untuk menggunakan sedikit lahan kosong untuk bercocok tanam. Ayumi menanam beraneka ragam jenis cabai dan sayur. Tak berapa lama, dari teras terlihat seorang wanita paruh baya sedang berdiri tersenyum melihatnya, hingga Bik Tina datang menghampiri."Tehnya sudah siap, Bu!" kata Bik Tina meletakkan secangkir teh panas dan camilan."Terima kasih, Bik," ucapnya tersenyum.Mariana, dia sedang memperhatikan Ayumi yang sibuk menyiram tanaman karena sudah mulai besar. Mariana duduk dengan kaki bersilang sambil mengesap tehnya serta tatapan yang terus tertuju pada Ayumi. Tentu Ayumi tetap sibuk dengan urusannya karena tak tahu jika ibu mertua datang berkunjung."Bagaimana hubungan keduanya, Bik?" tanya Mariana pada Bik Tina yang duduk tak jauh darinya."Alhamdulillah baik, Bu. Ya tapi begitu, dingin b