Semua guru dan murid Perguruan Lotus Putih berkumpul di aula teratai sesuai dengan perintah dari Tao Jin yang merupakan tetua perguruan. Semua orang hadir kecuali satu orang, Bai Jia.
“Murid memberi hormat kepada para guru!”—semua murid mengepalkan tangan kanan dan menempelkannya ke telapak kiri di depan wajah mereka yang menunduk.Tao Jin tahu bahwa masih ada satu murid perguruannya yang belum datang. Dia lantas mencoba mencari tahu dari cucunya, Yue Er.“Yue Er, di mana Bai Jia?”Yue Er mengepalkan tangannya. Dia ingin sekali mengadu, tapi ia memilih menahan diri karena merasa momennya tidak tepat.“Maaf, Kek, Yue tidak tahu,” jawab Yue Er pada akhirnya, sambil menunjukkan gestru memberi hormat.“Hem ... begitu rupanya, baiklah.”Yue merasa berdosa telah berbohong kepada kakeknya. Dia berjanji akan meminta maaf dan jujur kepada sang kakek setelah pertemuan ini.“Semua murid perguruan Lotus Putih,”—Tao Jin mulai bicara dengan lantang dan keras—“kalian mungkin sudah mendengar tentang kekejaman Negeri Diyu yang saat ini sedang berusaha meruntuhkan banyak kerajaan dan menghancurkan banyak perguruan silat.”Lebih lanjut Tao Jin menjelaskan bahwa beberapa waktu lalu empat pemimpin perguruan di negeri Shengren baru saja melakukan pertemuan di istana. Pada pertemuan itu, ketua dari Perguruan Lotus Putih di wilayah barat, Perguruan Mudan (Poeny) Es di wilayah utara, Perguruan Krisan Api di wilayah Timur, dan Perguruan Bamboo Persik di wilayah selatan telah sepakat untuk mengerahkan murid-murid terbaik perguruan mereka untuk mencari sebuah pusaka legendaris bernama Pedang Surga.Hanya pusaka para dewa itulah yang dapat melenyapkan para iblis. Namun, sayangnya sudah lebih dari seratus tahun pedang itu hilang bersama dengan pemiliknya yang di dalam dunia persilatan dikenal dengan sebutan pendekar suci.Entah tersembunyi di mana, tidak pernah ada yang berhasil menemukannya. Bahkan, beberapa pendekar yang katanya pergi mencari pedang tersebut hingga kini banyak yang tidak kembali.Oleh karena alasan itulah Tao Jin mengumpulkan semua murid. Dia ingin agar murid-muridnya bisa ikut berpartisipasi dalam mencari Pedang Surga.“Misi ini tidak hanya berlaku untuk para pendekar tingkat tinggi, akan tetapi juga berlaku untuk semua murid perguruan dari semua tingkatan,”—semua murid mulai saling menatap dan berbisik-bisik.“Pedang Surga tidak bisa dimiliki oleh semabarangan orang,” lanjut Tao Jin, “ilmu bela diri tinggi tidak menjamin akan dapat memiliki pusaka keramat tersebut. Hanya dia, pendekar dengan hati suci yang dapat memilikinya.”Sebuah pertanyaan akhirnya tercetus dari mulut salah satu murid terbaik Lotus Putih, Rouku. “Kakek Gruru, izinkan murid Rouku bertanya!”Tao Jin mempersilakan—“Katakan pertanyaanmu, muridku!”“Kakek Guru, dikatakan bahwa tidak ada yang pernah benar-benar melihat seperti apa Pedang Surga, semua catatan tentang pedang itu juga sangat sedikit, lalu bagaimana caranya mengenali pedang tersebut?”Tao Jin menghela napas. Dia sendiri juga tidak tahu seperti apa bentuk pedang suci itu. Namun, dia pernah diberi sebuah cerita turun temurun dari para guru terdahulu mengenai Pedang Surga.Tao Jin menjawab, “Pedang itu tidak akan pernah bisa dipegang, dimiliki, apalagi dikuasai oleh yang selain pemiliknya. Pedang itu ... memilih pemiliknya.”Ketika ada hati suci mencarinya, maka Pedang Surga lah yang akan menuntun orang tersebut ke tempatnya. Namun, pedang itu tidak akan serta merta membuat semuanya mudah, Pedang Surga akan menguji calon pemiliknya.Rouku yang tadi bertanya kini mengangguk paham. Dia yang merupakan murid tingkat tinggi di Lotus Putih pun percaya diri bisa mendapatkan pedang legendaris itu.TENG! TENG! TENG!Lonceng menara kuncup lotus berbunyi cepat, tanda bahwa ada bahaya yang mengancam. Lonceng yang berbunyi cepat menandakan bahwa saat ini ada yang sedang menerobos sistem keamanan untuk memasuki wilayah perguruan.“Tetua!”“Cepat lihat apa yang terjadi!” perintah Tao Jin kepada para guru Lotus Putih.“Baik!”Para guru lantas menggunakan ilmu meringankan tubuh dan terbang meninggalkan aula teratai. Sementara itu, suasana di aula saat ini menjadi sedikit ramai karena para murid yang saling bicara.Semua murid penasaran sekaligus cemas dengan apa yang terjadi, tidak terkecuali Yue Er. Dia jauh lebih cemas setelah ingat bahwa saat ini Bai Jia masih berkeliaran di luar.“Kuharap kamu baik-baik saja, Kakak Jia!” batin Yue Er.Tidak berselang lama, salah seorang guru bernama Jin Hao kembali ke aula teratai dengan wajah panik. Dia meminta agar Tao Jin dan para murid segera pergi ke tempat persembunyian untuk berlindung.Tanpa bertanya dan tanpa penjelasan Tao Jin bisa memahami situasi serta kondisi yang sedang terjadi. Alasannya tidak lain pasti karena para manusia-manusia keturunan iblis Negeri Diyu.“Tetua!” panggil Jin Hao yang meminta atensi Tao Jin.“Rouku, Yue Er, kalian murid yang tahu tentang jalur rahasia, cepat bawa saudara dan adik-adik seperguruan kalian pergi dari sini!” perintah Tao Jin, “pergi ke wilayah utara dan jangan pernah berpikir untuk kembali sampai keadaan benar-benar aman!” lanjutnya.“Kakek Guru!” / “Kakek!”“Kalian tidak mau menerima perintah dariku? ... cepat pergi!” perintah Tao Jin lebih tegas.Masih tidak melihat ada pergerakan dari Rouku dan Yue Er, Tao Jin akhirnya beralih memberi perintah pada Jin Hao. Dia akhirnya memerintahkan Jin Hao untuk membimbing para murid meninggalkan perguruan.“Kakek, Yue Er tidak mau berpisah dari kakek. Kakek temanilah kami pergi, atau kalau tidak, izinkan Yue Er tetap bersama kakek di sini!”Tao Jin mengusap pucuk kepala Yue ER—“Yue Er, kamu adalah calon pemimpin penerus Perguruan Lotus Putih, berjanjilah bahwa kamu akan tetap hidup dan memimpin Lotus Putih meneruskan perjuangan kakek, kedua orang tuamu, dan para leluhur kita!”“Kakek~”Yue Er terus menggeleng sambil memegang tangan sang kakek dengan erat. Matanya mulai panas dan dadanya terasa sangat sakit.“Jin Hao!”Satu kata dari Tao Jin berhasil menggerakkan sosok Jin Hao. Dia memberi hormat kepada tetuanya itu sebelum akhirnya menarik Yue Er dan mengajak murid-murid lainnya untuk mengikutinya menuju jalur rahasia bawah tanah.Di perguruan Lotus Putih, hal yang paling berharga ialah murid-murid mereka. Murid mereka sama artinya seperti permata yang akan terus menerangi perguruan. Apabila permata-permata itu hilang, maka cahaya Lotus Putih akan ikut hilang.Ketika guru mati, masih ada murid yang akan meneruskan perjuangan sang guru. Namun, apabila sang murid yang tiada, maka guru harus memulai perjuangannya dari awal lagi. Jadi, di dalam situasi genting, prioritas Lotus Putih untuk diselamatkan bukanlah para guru atau tetuanya, melainkan para muridnya.Setelah mengambil beberapa gulungan penting perguruan, Hao Jin, Yue Er, dan para murid mulai memasuki lorong rahasia yang ada di ruang pertemuan para tetua. Bersamaan dengan itu, Tao Jin keluar untuk menemui para iblis Diyu.Sehebat apapun dirinya, Tao Jin sadar bahwa di usia senjanya kini, dia tidak akan bisa menang melawan orang-orang Diyu yang mengeroyoknya. Tao Jin hanya perlu mengulur waktu hingga Yue Er dan lainnya benar-benar keluar dari wilayah perguruan.“Bunuh orang tua itu!” teriak Lou Yin, salah satu jenderal pasukan Negeri Diyu.Pertarungan di antara Tao Jin dan pasukan Diyu berjalan cukup lama dan sengit. Namun, pertahanan diri Tao Jin pada akhirnya goyah juga.CRASH!Darah keluar dari mulut Tao Jin di saat sebuah pedang berhasil menembus dadanya.Pedang ditarik dan Tao Jin jatuh ke tanah. Posisinya yang terbaring membuat Tao Jin dapat melihat langit yang kini mulai gelap. Napasnya masih berderu, tetapi tidak ada lagi yang bisa dia lakukan.“Tuan, mereka semua melarikan diri,” lapor seseorang kepada pemimpin pasukan Diyu itu.“Cuih! ... pengecut! ... cepat temukan dan habisi mereka!”“Baik, Tuan!”“Bagaimana dengan perguruan ini, Tuan? pasti ada banyak benda bersejarah di dalamnya,”— pertanyaan datang dari orang yang berbeda.“Ambil semua barang berharga yang ada, lalu hancurkan dan bakar tempat ini!” perintah Lou Yin.Tidak berselang lama api pun berkobar dan menjalar melahap bangunan Perguruan Lotus Putih. Nyala api dan asap hitam yang mengepul di langit malam itu terlihat jelas dari pegunungan tempat Yue Er dan lainnya berada saat ini.“Kakek~”Kaki Yue Er tidak dapat menopang tubuh, sehingga membuatnya harus terduduk di atas tanah. Kedua tangan Yue Er mengepal kuat. Dendam pada orang-orang Diyu kini menyala hebat di dalam hatinya.“Para iblis biadab! akan kuhabisi mereka yang melakukan ini semua pada keluargaku.”Hingga matahari terbit di keesokan harinya, Yue Er dan orang-orang Lutus Putih terus bergerak untuk melarikan diri dari kejaran orang-orang Diyu. Sementara itu, Bai Jia yang baru saja kembali hanya bisa tercengang melihat Perguruan Lotus Putih kini rata dengan tanah.“A-a-pa yang terjadi?”Bai Jia menyusuri semua tempat hingga ia melihat sosok berambut serta berjenggot putih terbaring di tanah. “Tidak, ... Kakek!” teriak Bai Jia sembari berlari menghampiri tubuh Tao Jin.Begitu masuk ke dalam air, Wen Lai tidak melihat Li Jun bersamanya. Dia tidak menemukan Li Jun ikut masuk ke dalam air.Mengetahui hal itu, Wen Lai pun langsung naik ke permukaan untuk mencarinya. Namun, begitu sampai di permukaan, dia justru terkejut karena yang ada di sekelilingnya kini sudah bukan lagi taman atau bangunan-bangunan di Sungai Jingsan. Sisi kanan dan kiri sungai sekarang ialah hutan-hutan lebat. “Ini ... di mana?”—Wen Lai bingung.“Pangeran!” Panggilan itu mengejutkan Wen Lai hingga membuatnya seketika menoleh ke sumber suara. Ternyata, orang-orang yang memanggilnya tadi adalah orang selatan yang merupakan pengikut keluarganya.“Pangeran! itu pangeran Wen Lai! cepat bantu pangeran naik!”“Aku tidak sedang bermimpi, aku sadar sepenuhnya, aku ... aku ada di Diyu?”Setelah kurang lebih dua minggu berada di dunia lain, pada akhirnya Wen Lai dapat kembali ke Diyu. Dia akhirnya dapat bernapas lega mengetahui ayah, anggota keluarganya, dan para pengikut setia mereka selama
Setelah kematian kakeknya, Li Jun beraktivitas sebagaimana biasanya. Pergi bekerja dan sekolah seperti sebelum-sebelumnya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Wen Lai. Dia kembali bekerja di kedai nenek An yang baru saja selesai direnovasi. Hanya saja, meskipun demikian Wen Lai tetap dapat melihat kesedihan yang begitu dalam di sorot mata Li Jun. Wen Lai tahu bahwa pemuda itu sebenarnya hanya sedang berusaha tegar di depannya. “Terima kasih untuk hari ini, Wen Lai!” ucap nenek An.“Aku juga berterima kasih, Nenek! ... kalau begitu, aku pulang dulu.”“Iya, hati-hati!”Hari pertama kedai mie nenek An buka, pelanggan sudah langsung banyak yang datang. Sehingga, sebelum matahari terbenam, mie mereka sudah habis dan Wen Lai bisa pulang lebih awal. Wen Lai senang melihat perubahan yang terjadi pada kedai nenek An. Kedai itu kini sudah jauh lebih bagus dan ramai dari pertama kali ia ke sana. Wen Lai bersyukur untuk itu.Karena pulang lebih awal, Wen Lai lantas memutuskan untuk pulang jalan
Setelah puas mencoba berbagai macam wahana permainan, akhirnya sebagai penutup liburan mereka, Li Jun membawa Wen Lai ke pantai. “Ini!”—Li Jun memberikan minuman kaleng kepada Wen Lai. Dia kemudian ikut duduk di atas pasir di samping Wen Lai. Mereka menikmati pemandangan matahari terbenam dalam diam.“Terima kasih, Li Jun!” ucap Wen Lai mengusir hening di antara keduanya. “Hem?”“Terima kasih sudah mengajakku berlibur! aku ... untuk sejenak merasa bebanku hilang,” jelas Wen Lai, “dunia tanpa perang dan perebutan tahta ternyata sangat menenangkan dan menyenangkan.”Li Jun tertawa kecil. “Sebenarnya, kesenangan yang baru kau rasakan hari ini hanyalah sebagian kecil dari kehidupan utuh di dunia. Tidak selamanya perang itu berwujud saling serang di medan perang dengan menggunakan pedang. Asal kau tahu, Wen Lai, sebenarnya peperangan di sini jauh lebih kejam dan kotor.”Wen Lai menatap Li Jun bingung. Dia mas
Di sore ketika Li Jun masih mengantar makanan ke tempat pelanggan. Wen Lai tidak sengaja menjatuhkan gelas minuman bekas pelanggan.Hal itu mengejutkan semua orang yang ada di dalam kedai, tidak terkecuali nenek An. Sang nenek yang awalnya sibuk di tempat memasak, karena panik akhirnya menghampiri Wen Lai. “Wen Lai, ada apa? kau baik-baik saja?” tanya nenek An.Wen Lai yang awalnya mematung menatap arah sungai akhirnya memutus pandangannya ketika mengetahui nenek An membantunya membersihkan pecahan kaca gelas. “Nenek, jangan! biar aku saja, jangan sampai tangan nenek terluka!”“Kau baik-baik saja, Wen Lai?” tanya nenek An lagi.“Iya, Nek, aku baik-baik saja, tadi tanganku sedikit licin.”Wen Lai membuat alasan sebisanya. Dia lantas memungut pecahan gelas sambil kembali melihat ke arah sungai.Cahaya itu masih keluar dari dalam sungai. Cahaya yang tadi membuatnya terkejut sampai tidak sengaja me
“Jadi, uang yang kau gunakan untuk potong rambut adalah hasil dari kau bekerja di kedai mie?” tanya Li Jun yang kemudian diangguki oleh Wen Lai.“Kenapa?”“Apa?”“Potong rambut. Kenapa?”Pangeran Diyu itu menaikkan kedua bahunya—“Tidak ada alasan khusus, aku hanya ingin melakukannya,” jelasnya, “ternyata, ucapanmu tentang trend rambut pendek lebih bagus dan disukai itu benar, kata bibi di tempat potong rambut, aku semakin tampan dengan rambut pendek,” lanjut Wen Lai dengan senyuman senang penuh percaya diri.“Cih!” cibir Li Jun.Li Jun masih tidak percaya, hari ini Wen Lai cukup mengejutkannya. Di satu sisi dia senang Wen Lai tidak kesulitan berada di dunianya. Namun, di sisi lain, entah kenapa dia justru merasa khawatir.“Hah! kenapa aku jadi merasa menyesal sudah mengajarinya?” ucap Li Jun dalam hati.Li Jun mencoba abai pada perasaannya. Dia memakan mie yang dibawa oleh Wen Lai dari kedai Nenek An.Mata Li Jun melotot saat bumbu mie itu pertama kali menyapa lidahnya. “Woah!” seruny
Melihat toko penyedia jasa potong rambut, Wen Lai jadi berpikir untuk memotong rambutnya. Namun, setelah mengingat ucapan Li Jun bahwa segala sesuatu di dunia ini membutuhkan uang dan saat ini dia tidak memilikinya, Wen Lai akhirnya tidak jadi masuk ke ‘barber shop’.Tidak apa jadi pusat perhatian banyak orang. Pikirnya, dia juga tidak akan selamanya berada di dunia ini. “Apa yang kalian lakukan? ... tolong!”Teriakan dari seorang perempuan tua menyapa pendengaran Wen Lai. Seorang nenek sedang dirampok di salah satu gang sepi.Wen Lai tentu saja tidak bisa membiarkan hal itu terjadi begitu saja di depan matanya. Merampok perempun tua adalah tindakan seorang pengecut. Jika ada orang yang hanya melihat dan membiarkan itu terjadi, maka dia lebih pengecut dari seorang pengecut. Wen Lai mengambil beberapa kerikil dari tepi jalan lalu melemparnya pada dua penjambret tersebut. Kerikil-kerikil itu mengenai kepala mereka dan membuat me
Setelah memastikan kakeknya sudah tidur, Li Jun naik ke lantai dua. Dia menghampiri Wen Lai yang saat ini duduk di depan kamar. “Kakek sudah tidur?” tanya Wen Lai saat pemuda itu mendudukkan diri di sampingnya.Li Jun menyahut, “Hem!” Dia kemudian memberi Wen Lai minuman kaleng yang dibelinya saat perjalanan pulang tadi. Mata Wen Lai menatap bingung kaleng tersebut. “Ini hanya sari buah, bukan alkohol.”Apapun itu, Wen Lai tidak paham. Dia hanya menerima dan mengikuti tindakan Li Jun, membuka dan minum sesuatu dari kaleng tersebut.Setelah sesaat merasa takjub dengan rasa minuman kaleng, Wen Lai pun kembali fokus pada Li Jun. Matanya bergerak gelisah—“Maaf!” ucap Wen Lai pada akhirnya.Satu sudut bibir Li Jun terangkat. “Sudahlah, lupakan saja! kau hanya tidak tahu.”“Apa kejadian seperti ini sebelumnya sering terjadi?” tanya Wen Lai setelahnya.“Iya, sangat sering, sebelum pikun ka
“Dasar anak-anak nakal! kalian tidak takut dapat tuah, ha? sana pergi!” usir penjaga museum istana.Cahaya yang menerangi wajah Li Jun dan Wen Lai beberapa waktu lalu ialah cahaya senter milik dua penjaga yang sedang berpatroli. Para penjaga memergoki mereka saat berada di depan pintu aula utama.“Terima kasih, Pak!” teriak Li Jun dengan tidak tahu diri. “Hah! beruntung kita ketahuan, jadi tidak perlu repot mengendap-endap dan melompat pagar,” terangnya, “sekarang ayo kita pulang, Wen Lai!” “Hem!” sahut Wen Lai seadanya. Dia masih penasaran dengan energi yang ia rasakan tadi. “Apa energi tadi yang disebut sebagai energi kutukan?” tebaknya dalam batin.KRUCUK~“Oho~ apa kau lapar, Pangeran?”—Li Jun merangkul Wen Lai—“tenang saja! setelah ini akan kumasakkan makan malam yang enak dan banyak untukmu, sebagai bentuk terima kasih karena tadi sudah membantuku.”Sejujurnya, Wen Lai malu mengakui dirinya kelaparan. Namun, perutnya sudah
“Wen Lai?” ucap Li Jun dalam hati. Dia terkejut melihat Wen Lai bisa ada di sana. Di saat Wen Lai akan maju menghadapi para berandal yang mengejarnya tadi, Li Jun segera menahan lengan sang pangeran Diyu. Pada awalnya dia ingin menahan Wen Lai agar tidak menghajar mereka. Namun, pada akhirnya .... “Santai saja! mereka hanya anak-anak biasa, jangan gunakan kekuatan iblismu!” Wen Lai memahaminya—“Baiklah!” “Kurang ajar! siapa, kau, brengsek?” “Minggirlah! jangan ikut campur!” “Aku?” sahut Wen Lai, “aku orang yang akan menghajar kalian.” Pernyataan Wen Lai itupun ditertawakan oleh anak-anak berandal. “Jangan bercanda, bocah aneh! yang ada, kau akan babak belur di tangan kami. Maju!” Tujuh orang maju menyerang Wen Lai. Dari posisi dan gerakan mereka, Wen Lai memprediksi siapa di antara mereka yang akan datang lebih cepat untuk mendekatinya.