แชร์

Bab 2. Bima Datang

ผู้เขียน: Nikma
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-10-15 10:00:30

Bima di ujung telepon menghela napas. “Nasya, kamu nggak bisa terus-terusan bersikap sinis sama aku. Demi Dylan, setidaknya. Apa yang akan dia pikirkan kalau kita selalu begini?”

Nasya hanya mengangkat bahu, meski Bima jelas tidak bisa melihat itu. “Terserah apa yang dia mau pikirkan. Yang penting aku nggak ada urusan lagi sama kamu.”

“Aku hampir sampai rumahmu. Kita harus bicara. Serius.” Suara Bima terdengar tegas, dan itu malah membuat Nasya mendengus.

“Kalau mau ketemu Dylan, silakan. Kamu juga boleh ajak dia pergi sebentar. Tapi setelah itu, antar dia pulang lagi. Selesai.”

“Nggak, aku nggak cuma mau ketemu Dylan.” Bima menekankan suaranya. “Aku mau bicara sama kamu, Nasya.”

“Nggak ada yang perlu dibicarakan lagi!” Nasya mulai merasa darahnya naik. “Pokoknya, kalau kamu cuma mau basa-basi, aku nggak tertarik!”

Bima tak menyerah. “Kalau aku memaksa gimana?”

Nasya mengangkat alis. “Memaksa? Mau ngapain kamu?”

Bima menghela napas panjang, lalu dengan nada santai tapi provokatif berkata, “Kalau kamu tetap menolak, aku tidur di rumahmu malam ini. Biar tetanggamu pada ribut, berpikir yang macam-macam soal janda seperti kamu.”

Mata Nasya melebar. “Bima, kamu gila?!”

“Terserah kamu mau nyebutnya gimana,” kata Bima, terdengar seperti seseorang yang baru saja menemukan kartu trufnya. “Nggak masalah buat aku. Cuma… aku nggak yakin kamu akan suka gosip yang muncul setelahnya.”

Nasya langsung melompat dari kursinya, hampir menjatuhkan Nino yang sedang berusaha merebut ponselnya. “Bima! Kamu itu cari masalah ya?”

“Makanya, kamu harus kasih aku kesempatan buat bicara baik-baik,” Bima memotongnya dengan nada yang lebih lembut.

Sementara itu, Nino terus menarik-narik lengan Nasya, mencoba merebut ponsel dari tangan ibunya. “Mama! Mam!!”

Nasya menoleh cepat, wajahnya merah padam. “Nino! Jangan ganggu mama dulu!” Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menjaga ketenangannya. “Oke, Bima. Kita bicara sebentar. Tapi kalau kamu mulai macam-macam, aku akan…”

“Akan apa?” Bima terdengar geli di seberang sana.

“Aku akan lempar kamu keluar!” jawab Nasya dengan tegas.

Bima terkekeh. “Oke, aku udah hampir sampe.”

***

Bima akhirnya memarkir mobil di depan rumah Nasya. Saat baru turun dari mobil, pintu rumah sudah terbuka, dan Dylan berlari dengan langkah kecil tapi penuh semangat ke arahnya. “Papaaaa!!!”

Bima tersenyum lebar, menangkap Dylan dalam pelukan dan langsung menggendongnya. “Jagoan papa!” ujar Bima sambil mengangkat Dylan setinggi mungkin. Wajah Dylan berubah riang. Matanya berbinar seolah mencari kotak oleh-oleh atau kantong belanja yang biasanya dibawa papanya setiap kali datang menjenguk.

“Papa nggak bawa apa-apa ya?” Dylan memiringkan kepalanya, bingung. “Pasti papa mau ajak aku jalan-jalan, kan?”

Bima menurunkan Dylan perlahan, mengelus kepala bocah itu. “Dylan, kali ini papa mau bicara serius sama mama dulu, ya. Jalan-jalannya next time aja, oke?”

“Bicara apa, Pa?” tanya Dylan polos, wajahnya penuh rasa ingin tahu.

Belum sempat Bima menjawab, pintu rumah terbuka lagi dan muncullah Nasya. Ia menggendong Nino yang masih belepotan make-up dari 'proyek besar' di kamarnya tadi. Foundation tebal yang menghiasi pipi Nino membuatnya terlihat seperti pelukis abstrak baru saja menuntaskan masterpiece-nya. Di belakang Nasya, Chaka dan Chiki muncul.

“Halo, papa tiri!” seru Chaka ceria sambil melambai.

“Halo, papa tiri jahat...” sambut Chiki dengan polos, seolah tidak ada yang salah dari sapaannya barusan.

Bima hampir tersedak udara mendengar sapaan Chiki. “Papa tiri jahat?!” Suaranya hampir tercekat. Matanya langsung melotot ke arah anak kembar itu, lalu beralih ke Nasya, yang hanya mengangkat bahu santai seolah mengatakan, aku nggak ikut-ikutan.

“Siapa yang ngajarin kalian manggil papa kayak gitu, hah?” Bima bertanya dengan nada nyaris tak percaya, meski matanya menyipit curiga.

Chiki dengan polosnya menunjuk ke arah Nasya, tapi sebelum Bima sempat bereaksi, Dylan ikut angkat bicara. “Bukan mama yang ngajarin. Yang ngajarin Daddy tiri, Pa.”

Mata Bima langsung memicing lagi, kali ini dengan rasa sebal. Di benaknya langsung muncul bayangan Rendy Septian, si mantan suami kedua Nasya—dan si mokondo dengan dua juta follower yang tak pernah bisa akur dengannya. “Tentu saja, si Rendy,” gumam Bima sambil memijat pelipisnya. Dia bisa membayangkan dengan jelas betapa menyebalkan senyum Rendy saat mengajarkan panggilan ‘papa tiri jahat’ itu. Mungkin sambil bikin konten.

“Kamu mau bahas apa, Bim? Cepet bicara. Nggak usah masuk, aku nggak ada waktu buat drama,” ucap Nasya tanpa basa basi.

Bima menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Tapi suasana benar-benar kacau. Chaka dan Chiki mulai saling sikut, seperti siap berkelahi lagi. Dylan masih berdiri sambil memandangi mereka, dan Nino yang digendong Nasya masih sibuk dengan tangannya yang memainkan rambut ibunya.

Bima tiba-tiba berlutut di hadapan Dylan, menatap anaknya dengan penuh harapan.

“Dylan, papa mau bicara penting sama mama. Kamu bisa tolong jaga adik-adik sebentar nggak?” tanya Bima, mencoba melibatkan anaknya.

Dylan mengerutkan kening, penasaran. “Mau bicara apa, Pa? Rahasia ya?”

Bima mengangguk sambil melirik Nasya, berharap usahanya berhasil.

“Tapi aku juga pengen tau rahasianya!” Dylan masih dengan rasa penasaran yang tak terbendung. Matanya berbinar penuh rasa ingin tahu.

Bima menghela napas, bingung mencari cara menjelaskan. Dia menatap Nasya yang kini bersandar di ambang pintu sambil memasang ekspresi datar, seolah menantang Bima dengan pandangan, coba deh, bikin anak itu nurut.

Akhirnya Bima mendekatkan wajahnya ke telinga Dylan, berbisik sesuatu yang membuat mata Dylan membesar seketika, penuh antusiasme. “Beneran, Pa?”

Bima tersenyum kecil, lega melihat respon anaknya. “Beneran dong, tapi sekarang jaga adik-adik dulu ya. Kamu jagoan papa, kan?”

Dylan mengangguk cepat, merasa diberi misi super penting. “Oke, Papa. Tapi aku cuma bisa jaga Chaka sama Chiki doang ya. Nino susah dijaga.”

Tanpa menunggu jawaban, Dylan langsung menarik kedua adiknya yang masih sibuk saling ganggu, menyeret mereka masuk ke dalam rumah. “Ayo, kita main dulu di dalam! Ada rahasia besar nih!” teriak Dylan, setengah berlari membawa Chaka dan Chiki yang protes tapi ikut terbawa suasana.

Nasya menghela napas panjang, lalu menoleh ke Bima dengan tatapan tak sabar. “Jadi, kamu mau ngomong apa sekarang?”

Bima mendekatkan diri pada Nasya, “Kita bicara di dalam aja,” ucapnya sambil mengisyaratkan ke arah pintu.

Nasya langsung menyela, “Di teras aja cukup.”

Dengan enggan, Bima mengikuti langkah Nasya yang duduk di kursi teras, sambil meraih tisu basah dari meja. Ia mulai membersihkan wajah Nino yang masih belepotan make-up. Bima menatap pemandangan itu dengan bingung dan frustasi.

“Kamu harus banget dengerin aku sambil ngurus si kecil?” Bima bertanya, sedikit sebal. Rasanya seperti Nasya tidak benar-benar memberinya perhatian.

Nasya mendongak dengan ekspresi datar, tisu di tangan masih sibuk membersihkan pipi Nino. “Kalau kamu keberatan, nggak usah bicara. Aku bisa kok multitasking,” jawabnya dingin, tapi ada nada sarkastis di balik kata-katanya.

Bima menghela napas panjang, mencoba meredam amarahnya. “Aku nggak mau kita terus begini—”

“Kita?” potong Nasya cepat, meletakkan Nino yang sudah bersih di pangkuannya. “Sejak kapan masih ada 'kita', Bima? Kalau yang mau kamu omongin cuma masa lalu, nggak perlu repot-repot ke sini.” Nadanya terdengar dingin, tapi ada ketegangan yang terasa.

Bima mengepalkan tangan, mencoba menahan semua emosi yang mendidih. Dia tahu kalau dia salah bicara sedikit saja, semuanya bisa semakin kacau.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 34. Brownies Spesial

    Nasya menarik napas panjang. “Oh, saya masak lumayan banyak, kok, Ma. Di wajan masih ada. Kalau Mama mau, saya bisa siapkan,” jawabnya, berusaha tetap ramah.Namun, Melati mengibaskan tangannya seolah menolak sesuatu yang menjijikkan. “Ah, nggak usah. Nasi goreng sisa? Mama nggak pernah sudi makan yang begitu.”Nasya mencoba menelan kesal yang mulai mengumpul di tenggorokannya. Ia mengingatkan diri sendiri, jangan marah-marah, demi bayinya. Ia melatih senyum sabar, meski dalam hati ingin balas sindir. Namun, belum sempat berkata apa-apa, suara bel pintu terdengar.“Bukain pintu sana. Masa hamil muda aja nggak bisa buka pintu buat tamu? Nggak bikin kecapekan dan ‘mengganggu’ kehamilan kamu kan?” sindir Melati dengan nada sinis.Nasya menahan diri agar tidak melontarkan sindiran balasan. “Iya, Ma. Saya bukain.”Nasya segera berjalan ke arah pintu. Setiap langkah di pagi itu seolah jadi ajang uji kesabaran. Bagi Nasya, Melati sudah seperti ahli sindiran yang sangat mumpuni.Ketika Nasya

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 33. Ratapan Ibu Hamil

    Bab 33. Ratapan Ibu HamilNasya menghela napas panjang, meratapi kehamilan pertamanya yang dijalani lebih banyak dalam kesendirian. Hari-hari berlalu dengan rutinitas yang entah kenapa makin terasa hambar. Bima selalu pulang larut, nyaris hanya meninggalkan jejak sepatu dan jas kerjanya. Di saat ia merasa makin butuh perhatian, yang ada justru hanya sofa, beberapa bantal yang sudah pasrah kusut, dan kamar yang terasa dingin. Sesekali ia merasa seperti ‘jablay’—jarang dibelai—seolah-olah kehamilan ini hanya urusannya seorang diri.Suatu sore, setelah seharian dihantam rasa mual yang tak kunjung reda, Nasya bangkit tertatih-tatih menuju dapur untuk mengambil segelas air. Namun, begitu sampai di sana, perutnya kembali bergejolak, dan ia pun buru-buru ke kamar mandi. Di depan wastafel, tubuhnya berguncang-guncang saat ia muntah, dan yang ia temukan hanya bayangan wajahnya sendiri di cermin—lelah, berantakan, tapi tetap berusaha tegar. Duh, kasihan amat aku ini, ya… pikirnya, mengusap waja

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 32. Kabar Buruk Setelah Kabar Baik

    Mereka pun mengobrol panjang lebar, sampai waktu terus bergulir tanpa terasa. Harun dan Ranti tampak antusias berbagi rencana masa depan untuk cucu pertama mereka, seakan anak Nasya dan Bima ini bakal jadi penerus kerajaan. Mereka menyarankan hal-hal aneh dengan penuh keyakinan, dari saran nama bayi yang panjang dan penuh makna hingga nasehat perawatan bayi tradisional yang terdengar kuno.Di sela obrolan, Harun menepuk bahu Bima, seakan enggan melepaskan menantunya itu. “Bima, ini udah malam. Tapi kalau mau nginap dulu di sini, nggak apa-apa, lho. Malah Papa senang banget kalau kalian di sini lebih lama.”Ranti menambahkan dengan nada manis, “Iya, lagian, nanti kalau sudah ada cucu, bakal makin seru! Rasanya pengen bisa bantu jagain cucu.”Nasya mengerling, lalu berkata sambil menahan tawa, “Mama sama Papa, beneran nih, sok berat pisahnya? Bukannya dulu Mama Papa malah sengaja paksa aku nikah biar aku cepet angkat kaki dari rumah?”Ranti tertawa kikuk, sedikit tersipu. “Ah, kamu ini.

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 31. Menyampaikan Kabar Gembira

    Nasya benar-benar menikmati masa-masa ini, memanfaatkan kehamilannya sebagai ‘alasan resmi’ untuk santai seharian. Ia duduk di sofa, menikmati acara TV favorit sambil mengunyah camilan, sesekali tertawa sendiri saat melihat adegan lucu. Di sisi lain, Melati yang merasa kesal tak henti-hentinya mencoba mencari cara untuk ‘mengganggu.’“Nasya,” panggil Melati dengan nada yang sengaja dibuat sedikit keras, “Kayaknya karpet di ruang tamu udah kotor, perlu diganti. Atau kamu bisa coba nyapu-nyapu ringan aja?”Nasya menatap karpet sebentar, lalu mengelus perutnya sambil berakting lelah. “Aduh, ma… Saya lemes banget, rasanya gak kuat nyapu-nyapu dulu nih. Kata dokter, ibu hamil harus banyak istirahat, jangan capek-capek.”Melati mendesah panjang, tetapi Nasya tetap tak bergeming, malah asyik kembali menonton TV. Tak lama, Melati mencoba taktik baru dengan menyalakan vacuum cleaner di dekatnya, membuat suara berisik untuk mengusik ketenangan Nasya.“Waduh, maaf ya kalau agak berisik, Nasya. S

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 30. Ibu Ratu Tak Ingin Dikalahkan

    Setelah perbincangan di ruang tengah yang lebih mirip sidang pengadilan, Nasya dan Bima melangkah masuk ke kamar dengan langkah berat. Nasya merebahkan tubuhnya ke tempat tidur, menarik napas panjang. Wajahnya tampak sayu, sementara Bima hanya berdiri di ambang pintu, menatap Nasya dengan ekspresi penuh rasa bersalah.“Nasya,” ucap Bima pelan, mencoba mencairkan suasana.Nasya menghela napas panjang. “Bima, aku nggak tahu sampai kapan bisa kayak gini. Jujur… tinggal di rumah ini, sama Mama, rasanya seperti… nggak punya ruang bernapas sendiri. Kamu ngerti nggak sih?” Suaranya gemetar, dipenuhi perasaan kecewa yang lama tertahan.Bima mendekat, duduk di sisi ranjang. “Sayang, aku paham. Tapi coba lihat dari sisi Mama. Dia itu cuma ingin kita di dekatnya. Lagipula, dia memang keras, tapi hatinya baik, Nasya.”Nasya langsung memutar matanya, seakan sudah lelah dengan pembelaan Bima yang terlalu sering didengarnya. “Ibu Ratu… selalu baik di matamu, ya, Bima. Padahal kamu nggak tahu rasanya

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 29. Nasya Hamil

    Setelah mereka tiba di rumah sakit, Bima dan Nasya berjalan beriringan menuju lobi. Bima tampak bersemangat, wajahnya berseri-seri, sementara Nasya mencoba menyamakan langkah sambil menahan senyum malu-malu melihat suaminya yang sudah terbawa suasana.“Sayang, aku yakin banget kamu hamil, deh,” ujar Bima, katanya setengah berbisik, tapi entah kenapa suaranya tetap kedengaran se-lobi rumah sakit. “Soalnya, kita kan nggak pernah bolos, ya, dari hari pertama nikah. Bahkan, yang pas aku baru pulang kerja capek banget itu, kita tetap ‘latihan’ juga, kan?”Nasya langsung menyikut Bima, mencoba menghentikan obrolan heboh suaminya. “Kenapa malah bahas itu sih?”Tapi Bima malah tambah semangat. “Lho, iya kan? Masa kamu lupa sama ‘latihan intensif’ kita yang sampai tiga sesi sehari? Ini sih pasti hasilnya manjur banget, Sayang. Aku aja udah ngerasa vibes calon ayah nih, serius!”Nasya langsung menyikut Bima, “Bima, pelan-pelan ngomongnya. Ini rumah sakit, banyak orang denger.” Matanya melirik s

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status