Share

Bab 7 pesanan ibu mertua

Author: Talia awan
last update Last Updated: 2024-06-24 15:30:58

Esoknya setelah sekian jam tidur, aku bangun terlebih dahulu mandi dan sholat malam.

Lanjut bersih-bersih rumah, semua pekerjaan rumah aku lakukan sebelum mertuaku bangun.

"Mas bangun ayo sholat! udah mau subuh." pintaku pada mas Rama.

"Iya dek, Masya Allah istriku rajin banget." mas Rama menyunggingkan senyum dengan tangan mencubit hidung ku.

Aku hanya membalasnya dengan senyuman, saat sibuk menyapu ruang dapur ku dapati ibu mertua ku, yang tidak seperti biasanya bangun di waktu seperti ini.

"Hana, sini nak keluar dulu!" suara ibu mertua memanggil ku, suaranya begitu lembut tidak seperti biasanya yang selalu berteriak padaku.

"Kenapa Bu?" aku keluar kamar dan menghampiri ibu mertuaku yang sudah berada diruang tengah.

"Nanti Vika pulang sama Dea! jadi kamu tolong masaknya dibanyakin, dan kepasar beli semua perlengkapan memasak di pasar!" ia menyodorkan kertas padaku.

"Baik Bu, nanti Hana akan masak!" jawabku dengan tersenyum tulus berharap ibu juga membalasnya.

"Oh iya kamar kamu sama Rama pindah ke belakang ya, kasurnya sekalian di angkat! dan jangan lupa beli seprei baru juga buat Vika dan Dea. Sekalian nanti kamu yang pasang!" ucap ibu mertuaku sembari menyodorkan uang 200k.

"Kalau kurang, suruh Rama yang tambahin ya!" Ibu berlalu begitu saja, seperti tak ingin berlama-lama menghabiskan waktu denganku.

Bukannya membalas senyumku ia langsung berlalu pergi ke teras, melakukan tradisi ibu-ibu sekitar sini yang suka bergosip dan menyebar berita palsu tentang rumah tangga orang lain.

"Kenapa dek tadi Mama manggil?" Tanya mas Rama padaku dengan tatapan penasaran.

"Disuruh kepasar mas, tolong anterin dong mas! sama kalo bisa temenin belanjanya!" aku meminta bantuan pada mas Rama, karena aku tak tau pasar daerah sini berada dimana.

"Kita beresin dulu barang kita ya dek, takutnya nanti Mama marah karena telat!" ucap mas Rama dengan tangan mengemas pakaian ke plastik.

Aku mengikuti aktivitas mas Rama, dan mengangkut semua barang kami ke kamar belakang, saat ku buka pintunya ternyata kamar ini lebih luas dari kamar tadi. Namun, sepertinya kamar ini akan terasa lebih panas karena tak ada plafon diatasnya.

"Nah ayo dek udah siap, kamu suka kan kamarnya? nanti kita beli wallpaper biar dinding nya ga polos begitu!" mas Rama menunjuk dinding yang belum di cat, hanya dinding biasa yang hanya sebatas plaster an semen kasar.

"Suka mas, ayo ke pasar nanti mau masak, takut keburu Vika datang nanti!" jawabku dengan panik.

Bergegas aku dan mas Rama pun berangkat kepasar kurang lebih 20 menit untuk sampai ke pasar. Semua pesanan yang ibu mau sudah di list didalam kertas yang tadi diberikannya padaku.

Ku buka kertas tadi dan ku baca, aku terkejut dengan jumlah pesanannya.

"Kenapa dek?" Tanya mas Rama yang ikut berhenti saat aku menghentikan langkahku, mataku terbelalak dengan catatan di kertas.

"Ini mas, tadi ibu nyuruh belanja ini!" aku menyodorkan kertas ke mas Rama.

"Padahal uangnya cuma 200k dari ibu, dan aku tentunya ga punya uang. Mas bisa kasi pinjaman ke aku gak?" tanyaku ragu, tak langsung meminta pada mas Rama, sebab semua kebutuhan ku sudah ia penuhi hanya saja ia tak pernah memberikan sejumlah uang padaku.

Tapi ia royal dalam segala hal, termasuk memenuhi selera jajanku.

"Ga usah minjam dek, aku kan suami mu. Ayo kita beli semua pesanan ibu, abis ini kita beli martabak manis dan bakso ya. Makanan favorit kamu." mas Rama menebar senyum tulus padaku.

Setelah berkeliling berjam-jam di pasar, dan semua list pesanan sudah terpenuhi.

"Dek ayo beli bakso dulu, dari tadi pagi belum makan kan?" mas Rama menarik tanganku dan duduk di kursi yang tersedia di warung bakso ini.

"Tapi mas, nanti Vika datang kita belum pulang gimana?" tanyaku khawatir takut ibu mertua marah padaku.

"Santai dek, Vika paling nanti sore sampainya, mending kita makan dulu!" aku mengangguk setuju pada mas Rama.

"Kita sekarang udah jarang ya jalan bareng lagi, maaf ya akhir-akhir ini mas sibuk dek!" mas Rama menatap tulus padaku.

"Biasa aja mas, namanya juga kerja, yang penting mas sehat aja Hana udah berterima kasih." aku tersenyum pada mas Rama.

Lelaki yang menikah ku ini memang tidak begitu tampan, tapi kebaikannya dan kepeduliannya padaku dan keluargaku membuat aku percaya bahwa mas Rama akan membawaku pada kebahagiaan yang sebenarnya.

Ia memang jarang pulang setelah menikah dengan ku, karena tuntutan pekerjaan, dan kadang saat ia pulang aku sama sekali tak mendengar atau mengetahui kepulangannya di malam hari.

Saat ku tanya kenapa tak membangunkan ku, beliau selalu bilang.

"Mas kasian mau bangunin kamu dek, takut kamu juga capek!"

Mas Rama benar benar menjadi lelaki idaman untukku, walau perlakuan ibunya yang kadang membuat aku berpikir ingin berpisah dengan mas Rama. Tapi, setiap mendapatkan perlakuan lembut dan cinta dari mas Rama aku selalu merasa lebih kuat dan mampu untuk bertahan dalam rumah tangga ini.

"Lama banget belanjanya, mama mau masak ni!" ucap mertua ku menyambut kepulangan kami, ia tersenyum halus sehingga sikap buruknya tertutupi oleh senyumannya.

Ibu mertuaku memang begitu bila didepan mas Rama, ia tak pernah berani memarahiku, dan menjelekkan ku secara langsung didepan mas Rama.

Padahal jika benar aku menantu yang buruk di mata nya, ia bisa saja meminta anaknya mas Rama untuk menegurku.

"Mas nonton dulu ya dek, kamu bantuin aja ibu di dapur!" Perintah mas Rama padaku.

Aku menurut dan masuk dapur, ternyata ibu mertuaku sedang berada di teras dapur dengan kumpulan ibu-ibu teman nongkronnya.

"Tuhan, apa obatnya menantu biar ga manja lagi? kepasar aja minta ditemenin, kemana suami di buntuti manja banget jadi istri, aku dulu nikah ga gitu sama suami!" ucap mertuaku.

"Manja banget menantu mu Bu Jihan, kalau menantu aku mah apa apa bisa sendiri, ga pernah ngeluh ke anak saya!" ucap salah satu ibu tetangga.

"Mending Bu, si Hana. Menantuku Dinda ga pernah mau gerak, dikamar terus. Kadang pengen ku usir aja dari rumah!" Sambung salah satu nya.

Aku mencoba untuk bodo amat dengan percakapan ibu mertuaku, memilih memasak agar tak menambah persoalan, walaupun telinga ku terasa panas mendengar beberapa kali namaku disebut oleh ibu mertuaku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 18

    "Mas kapan beli perlengkapan bayi? sekarang sudah mau mendekati hari perkiraan lahir!" ucapku pada mas Rama yang sibuk bermain ponsel. "Sabar, jangan terburu-buru! sekarang mas lagi tak punya uang!" Bagai petir di siang bolong ucapan mas Rama membuat badan bergetar hebat, bagaimana mungkin seorang mas Rama pekerja proyek yang digaji jutaan rupiah bahkan puluhan juta itu berkata tak punya uang. "Pakai uang tabungan dulu mas! kasian anak kita ntar lahir ga pakai baju!" "Mas bilang sabar ya sabar. Lagian bayi pun belum lahir nunggu saja kau tak bisa!" Betapa geram hati ini, mendengar perkataan mas Rama ia begitu berubah tak semestinya karena kehamilan ini juga atas permintaannya padaku. Jika tau begini mana mungkin aku mau mengandung benih darinya. "Mas punya kebutuhan yang lain dek, jadi sabar nanti mas sediakan keperluan anak kita!" "Sabar aja dulu lagian anak itu kan belum lahir!" ucap mas Rama lagi. Aku hanya mengusap dada, menahan sabar, selain menjaga mentalku aku j

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 17

    Bulan demi bulan aku lalui hingga perutku sedikit membuncit menampakkan bahwa Hana tengah hamil. "Aku sudah muak melihat tingkah lakumu, jangan mentang-mentang kamu hamil kamu selalu bermalas-malasan begini!" ucap ibu mertua yang mengedor pintu kamar Hana. Tanpa memperdulikan ibu mertuanya justru Hana sibuk memainkan ponselnya mencari cara agar secepatnya ia menghasilkan uang agar nanti ia bisa menghidupi anaknya tanpa harus bergantung pada suaminya. "Hana apa kamu tuli? Ibu memanggil mu dari tadi! cepat bangun dan datangi ibu! jangan pemalas seperti ini!" ucap mas Rama yang juga ikut mengguncang tubuh Hana yang sibuk bermain hp membelakanginya. "Kaki ku kram, ototku mengencang aku tak ingin bekerja berat, aku lagi hamil!" "Selalu saja hamil menjadi alasanmu, apa kamu tak tau jika ibuku juga pernah hamil!" mata mas Rama menajam bahkan tangannya bergerak begitu kuat menarik Hana. Semasa kehamilan Hana hingga sekarang ia sama sekali tak berisitirahat menunaikan tugas rumah. Dan ta

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 16

    Seharian aku dikurung di kamar menunggu pintu kamar terbuka agar bisa keluar dari neraka mewah ini."Hei, Hana kamu jangan bego! kamu pikir dengan kamu kabur dari rumah kamu bisa bebas? justru semakin memperkeruh suasana." ucap ibu mertuaku yang membuka pintu kamar."Kamu harus sadar diri, harus tau posisi kamu disini! kamu itu hanya wanita miskin yang beruntung menjadi istri anakku. Seharusnya kamu patuh sama suamimu, apa dengan kabur dari sini hidupmu akan bersinar? tentu saja itu tidak mungkin" sambungnya lagi."Kemasi kembali barangmu, jangan bikin malu aku dan anakku! atau jika benar kamu ingin pergi sekalian saja kamu minta cerai dengan Rama. Dia sama sekali tak akan menyesal pisah dengan wanita kampung sepertimu!"Aku hanya menghela nafas, mulutku terasa kaku, bingung antara harus tetap diam atau menjawab perkataan ibu mertuaku. Setelah menikah aku pikir aku bisa mencapai titik bahagia itu, tapi ternyata aku harus banyak berlapang dada menghadapi satu persatu ujian rumah tangg

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 15 Emosi mas Rama

    Saat diriku ingin bersembunyi didalam kamar, tapi aku tertangkap basah oleh Vika. "Ini orangnya, dari mana kamu?" tanya Vika membuat semua pasang mata menatap tajam kearah ku. "Nganterin makanan buat mas Rama!" jawabku kemudian ingin berlalu masuk kamar. "Mana mungkin Rama mau makanan dari rumah, makannya kan ditanggung proyek setempat, biasanya juga mereka catering makan enak-enak. Ga mungkin banget kalo Hana ngantar makanan buat Rama." timbal Vika. "Paling nganter ke rumah ibunya, mungkin ibunya udah kehabisan beras kali. Makanya saat kita ga ada dirumah dia buru-buru masakin!" sahut ibu mertuaku. "Ibunya kerja apa sih Bu?" tanya salah satu tetangga. "Jual badan, mungkin." timpal salah satunya. Aku menarik nafas panjang, membuka pintu kamar dengan keras, menghampiri sekumpulan ibu-ibu di teras dapur. "Enak aja, Ibuku ga serendah itu Bu tolong kalau ngomong mulutmu dijaga!" aku mengepalkan tangan ingin sekali ku tampar wanita tua yang membicarakan ibuku barusan. "Sia

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 14

    Sebulan kemudian."Mas kamu suka kopi kan?" aku menyuguhkan secangkir kopi pada mas Rama. Akhir akhir ini aku memang jarang menyuguhkan kopi padanya, selain karena kesibukan masing masing juga karena mas Rama di pagi buta sudah berangkat kerja hingga kadang lupa meminum kopi buatanku."Suka dek, tapi mas ga bisa kalau terusan minum kopi, soalnya asam lambung mas sering naik. Kadang kambuh saat mas sedang sibuk dengan kerjaan sampai di marahin bos dibilang alasan belaka." mas Rama menyeruput kopi yang masih panas, iya dia penikmat kopi pahit dan panas."Kalau lagi kerja terus kamu sakit, izin aja mas. Biar aku bisa ngerawat mas. Urusan kerjaan bisa di kerjakan nanti yang penting kesehatan nomor satu!" aku memperingati mas Rama dan kemudian mendekatinya dan memijat bahunya. "Kamu baik banget dek, mas jadi makin cinta sama kamu." mas Rama menyium telapak tangan ku."Mas berangkat dulu ya, kamu jaga diri baik-baik!"Aku mengantar mas Rama tepat di depan pintu gerbang, akhir-akhir ini hat

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 13 Kado

    Karena khawatir aku mengalihkan, permasalahan Vika dan Zian, aku berdalih keluar dan ingin memberikan uang pada Vika sesuai nominasi yang ia minta tadi."Vika!" aku berteriak memanggil Vika agar Zian dan ia berhenti bertengkar diruang tamu."Kak, Vika ada di kamar lagi istirahat." jawab Zian yang menunduk, seperti menutupi sesuatu, padahal aku sudah tau walau tak menyaksikan dengan mata langsung."Tolong kasi ini ke Vika ya, katanya tadi Vika mau uang 100 ribu." aku menyodorkan uang kertas bernominal 100 ribu itu pada Zian."Makasi kak, nanti aku berikan ke Vika." Zian menyunggingkan senyum ragu padaku.Tak ingin berlama aku pun kembali ke dapur,"Semoga Vika ga kenapa-kenapa kasian juga dengannya."batinku berbisik, Kemudian ku kerja kan semua tugas dapur, karena sudah tentu jika satupun yang kurang atau belum terselesaikan aku pasti bakal di cap menantu pemalas oleh ibu mertuaku."Dek, mas pulang," suami ku mas Rama mengagetkan ku, ia tiba-tiba saja memeluk ku dari belakang, membuat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status