Share

Bab 6 Pindah Kamar

Penulis: Talia awan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-20 16:18:43

"Masak apa Bu?" tanyaku pada ibu mertua, yang sibuk memotong daging ayam.

"Masak ayam, kamu bisa masak gak?" tatapannya meremehkan ku.

"Bisa Bu!" aku tersenyum.

"Tapi sepertinya orang kayak kamu ga bisa masak sih!" jawabnya memalingkan muka setelah menyunggingkan senyum sombong.

Tak ingin berdebat atau merasa hebat, aku berlalu meninggalkan ibu mertua sendiri di dapur. Sebegitu garing nya candaan mertuaku, membuat aku sering merasa tersinggung setiap kali mencoba berbicara dengannya.

Aku pergi keluar, ku dapati mas Rama baru pulang.

"Dek, maaf ya kalau mas sibuk terus!" ucap mas Rama dengan tulus.

"Iya mas ga masalah kok." ku balas dengan senyuman.

"Kamu belakangan ini tampak kurus, kamu jarang makan ya?" mas Rama memperhatikan bentuk tubuhku sekilas.

"Ga mas, aku makannya banyak kok"

"Syukurlah, mas kira kamu diet." mas Rama tertawa lembut.

"Mas Dea dulu nikah sama Bagas berapa lama agar punya rumah?" aku mengalihkan topik pembicaraan masih penasaran dengan Dea ipar suamiku.

"Lama dek 4 tahunan!" jawabnya santai.

"Dea dulu sebelum punya rumah tinggal disini ya mas?" tanyaku dengan ragu, takut mas Rama menyelidik.

"Ga dek, Dea saat nikah sama Bagas ga pernah pengen lama tinggal disini, pernah satu minggu nginap disini, saat Papa sakit dulu. Eh malah ribut dia sama Bagas minta cerai segala, karena Bagas orangnya mau di kontrol istri jadinya ia nurut aja dan milih tinggal di rumah mertuanya." jelas mas Rama.

"Enak ya mas jadi mereka!" ucapku dengan lirih berharap mas Rama tergerak hatinya untuk pindah.

"Sabar ya dek, 4 tahunan lagi mas usahain buat rumah untuk keluarga kita!" mas Rama mengusap manis pipiku.

Aku hanya membalas dengan senyuman, padahal sebenarnya mas Rama sudah bisa membangun sebuah rumah mengingat uang tabungannya puluhan juta. Tapi sepertinya mas Rama keberatan untuk berpisah dengan ibunya karena sekarang ini ibunya seorang janda dan yang sering menafkahinya adalah mas Rama sendiri.

Adik mas Rama, Bagas, Vika sudah berkeluarga jangankan menafkahi mereka pun jarang mengirimi uang pada mertuaku. Sedangkan adik mas Rama yang bernama Ali sibuk kerja merantau ke kota.

"Gak ada masalah kan dek? kalau menunggu 4 tahun lagi!" tanya mas Rama.

4 tahun itu begitu lama, sedangkan tinggal disini sebulan saja aku sudah merasa tersiksa bertahun-tahun. Tapi tak mengapa setidaknya 4 tahun lagi aku sudah tidak seatap dengan mertuaku.

"Aman mas, kamu semangat ya kerjanya!" aku menyunggingkan senyum.

"Hana ayo makan!" ajak mertuaku dengan ramah dan lembut.

"Nah, ayo kita makan. Mama udah ngajak makan tuh!" ajak mas Rama mengandeng tanganku.

"Ga usah malu-malu, makan yang banyak!" perintah mertuaku saat aku sedang mengambil beberapa sendok nasi.

Aku hanya tersenyum, padahal tadi belum lama mertuaku membuat aku tersinggung, tapi kenapa saat di depan mas Rama ia terlihat begitu baik dan perhatian padaku. Berubah total, apa mungkin hatiku saja yang terlalu baper dengan candaannya.

"Besok mama mau makan, masakan tuan putri! pengantin baru harus rajin masak!" ibu mertuaku menyunggingkan senyum padaku.

"Atau jangan-jangan ga bisa masak istri mu Ram hehe." ibu mertuaku tertawa kecil mengejek.

"Hana udah sering masak Ma, tapi sekarang lagi istirahat karena baru keguguran juga!" ucap mas Rama membuat aku tersenyum.

Mas Rama membela ku di depan ibunya, membuat aku merasa masih pantas mempertahankan pernikahan dengannya.

"Jangan lupa di cuci piring abis makan, Mama mau keluar dulu abis ini!" Ibu mertuaku mengakhiri makannya, ia terlihat terburu-buru.

"Oh iya Ram, tadi Vika telepon, katanya besok Vika mau pulang sama suaminya, Bagas sama Dea juga ikut pulang mau kondangan dirumah sepupumu. Kamu sama Hana pindah kamar belakang ya, soalnya kan kamu tau sendiri Dea orangnya suka kamar yang dingin!" sambung ibu mertuaku.

Mas Rama hanya diam tak menjawab sementara mertuaku pergi berlalu keluar.

"Mas bantuin ya dek angkat barang-barang kita, gapapa kan pindah kamar belakang? lagian kamar di belakang lebih luas dek." terang mas Rama padaku.

"Aku ngikut aja mas, mau pindah kemana pun aku setuju kok" jawabku dengan ekspresi bahagia. sebenarnya aku berharap mas Rama mau sekedar menyewa rumah, atau mengontrak saja aku tak masalah.

"Kamu emang paling pengertian, mas beruntung punya kamu!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 18

    "Mas kapan beli perlengkapan bayi? sekarang sudah mau mendekati hari perkiraan lahir!" ucapku pada mas Rama yang sibuk bermain ponsel. "Sabar, jangan terburu-buru! sekarang mas lagi tak punya uang!" Bagai petir di siang bolong ucapan mas Rama membuat badan bergetar hebat, bagaimana mungkin seorang mas Rama pekerja proyek yang digaji jutaan rupiah bahkan puluhan juta itu berkata tak punya uang. "Pakai uang tabungan dulu mas! kasian anak kita ntar lahir ga pakai baju!" "Mas bilang sabar ya sabar. Lagian bayi pun belum lahir nunggu saja kau tak bisa!" Betapa geram hati ini, mendengar perkataan mas Rama ia begitu berubah tak semestinya karena kehamilan ini juga atas permintaannya padaku. Jika tau begini mana mungkin aku mau mengandung benih darinya. "Mas punya kebutuhan yang lain dek, jadi sabar nanti mas sediakan keperluan anak kita!" "Sabar aja dulu lagian anak itu kan belum lahir!" ucap mas Rama lagi. Aku hanya mengusap dada, menahan sabar, selain menjaga mentalku aku j

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 17

    Bulan demi bulan aku lalui hingga perutku sedikit membuncit menampakkan bahwa Hana tengah hamil. "Aku sudah muak melihat tingkah lakumu, jangan mentang-mentang kamu hamil kamu selalu bermalas-malasan begini!" ucap ibu mertua yang mengedor pintu kamar Hana. Tanpa memperdulikan ibu mertuanya justru Hana sibuk memainkan ponselnya mencari cara agar secepatnya ia menghasilkan uang agar nanti ia bisa menghidupi anaknya tanpa harus bergantung pada suaminya. "Hana apa kamu tuli? Ibu memanggil mu dari tadi! cepat bangun dan datangi ibu! jangan pemalas seperti ini!" ucap mas Rama yang juga ikut mengguncang tubuh Hana yang sibuk bermain hp membelakanginya. "Kaki ku kram, ototku mengencang aku tak ingin bekerja berat, aku lagi hamil!" "Selalu saja hamil menjadi alasanmu, apa kamu tak tau jika ibuku juga pernah hamil!" mata mas Rama menajam bahkan tangannya bergerak begitu kuat menarik Hana. Semasa kehamilan Hana hingga sekarang ia sama sekali tak berisitirahat menunaikan tugas rumah. Dan ta

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 16

    Seharian aku dikurung di kamar menunggu pintu kamar terbuka agar bisa keluar dari neraka mewah ini."Hei, Hana kamu jangan bego! kamu pikir dengan kamu kabur dari rumah kamu bisa bebas? justru semakin memperkeruh suasana." ucap ibu mertuaku yang membuka pintu kamar."Kamu harus sadar diri, harus tau posisi kamu disini! kamu itu hanya wanita miskin yang beruntung menjadi istri anakku. Seharusnya kamu patuh sama suamimu, apa dengan kabur dari sini hidupmu akan bersinar? tentu saja itu tidak mungkin" sambungnya lagi."Kemasi kembali barangmu, jangan bikin malu aku dan anakku! atau jika benar kamu ingin pergi sekalian saja kamu minta cerai dengan Rama. Dia sama sekali tak akan menyesal pisah dengan wanita kampung sepertimu!"Aku hanya menghela nafas, mulutku terasa kaku, bingung antara harus tetap diam atau menjawab perkataan ibu mertuaku. Setelah menikah aku pikir aku bisa mencapai titik bahagia itu, tapi ternyata aku harus banyak berlapang dada menghadapi satu persatu ujian rumah tangg

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 15 Emosi mas Rama

    Saat diriku ingin bersembunyi didalam kamar, tapi aku tertangkap basah oleh Vika. "Ini orangnya, dari mana kamu?" tanya Vika membuat semua pasang mata menatap tajam kearah ku. "Nganterin makanan buat mas Rama!" jawabku kemudian ingin berlalu masuk kamar. "Mana mungkin Rama mau makanan dari rumah, makannya kan ditanggung proyek setempat, biasanya juga mereka catering makan enak-enak. Ga mungkin banget kalo Hana ngantar makanan buat Rama." timbal Vika. "Paling nganter ke rumah ibunya, mungkin ibunya udah kehabisan beras kali. Makanya saat kita ga ada dirumah dia buru-buru masakin!" sahut ibu mertuaku. "Ibunya kerja apa sih Bu?" tanya salah satu tetangga. "Jual badan, mungkin." timpal salah satunya. Aku menarik nafas panjang, membuka pintu kamar dengan keras, menghampiri sekumpulan ibu-ibu di teras dapur. "Enak aja, Ibuku ga serendah itu Bu tolong kalau ngomong mulutmu dijaga!" aku mengepalkan tangan ingin sekali ku tampar wanita tua yang membicarakan ibuku barusan. "Sia

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 14

    Sebulan kemudian."Mas kamu suka kopi kan?" aku menyuguhkan secangkir kopi pada mas Rama. Akhir akhir ini aku memang jarang menyuguhkan kopi padanya, selain karena kesibukan masing masing juga karena mas Rama di pagi buta sudah berangkat kerja hingga kadang lupa meminum kopi buatanku."Suka dek, tapi mas ga bisa kalau terusan minum kopi, soalnya asam lambung mas sering naik. Kadang kambuh saat mas sedang sibuk dengan kerjaan sampai di marahin bos dibilang alasan belaka." mas Rama menyeruput kopi yang masih panas, iya dia penikmat kopi pahit dan panas."Kalau lagi kerja terus kamu sakit, izin aja mas. Biar aku bisa ngerawat mas. Urusan kerjaan bisa di kerjakan nanti yang penting kesehatan nomor satu!" aku memperingati mas Rama dan kemudian mendekatinya dan memijat bahunya. "Kamu baik banget dek, mas jadi makin cinta sama kamu." mas Rama menyium telapak tangan ku."Mas berangkat dulu ya, kamu jaga diri baik-baik!"Aku mengantar mas Rama tepat di depan pintu gerbang, akhir-akhir ini hat

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 13 Kado

    Karena khawatir aku mengalihkan, permasalahan Vika dan Zian, aku berdalih keluar dan ingin memberikan uang pada Vika sesuai nominasi yang ia minta tadi."Vika!" aku berteriak memanggil Vika agar Zian dan ia berhenti bertengkar diruang tamu."Kak, Vika ada di kamar lagi istirahat." jawab Zian yang menunduk, seperti menutupi sesuatu, padahal aku sudah tau walau tak menyaksikan dengan mata langsung."Tolong kasi ini ke Vika ya, katanya tadi Vika mau uang 100 ribu." aku menyodorkan uang kertas bernominal 100 ribu itu pada Zian."Makasi kak, nanti aku berikan ke Vika." Zian menyunggingkan senyum ragu padaku.Tak ingin berlama aku pun kembali ke dapur,"Semoga Vika ga kenapa-kenapa kasian juga dengannya."batinku berbisik, Kemudian ku kerja kan semua tugas dapur, karena sudah tentu jika satupun yang kurang atau belum terselesaikan aku pasti bakal di cap menantu pemalas oleh ibu mertuaku."Dek, mas pulang," suami ku mas Rama mengagetkan ku, ia tiba-tiba saja memeluk ku dari belakang, membuat

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status