Ratih terkejut bukan main saat pintu kamarnya dibuka oleh seseorang, gadis itu mengusap dadanya beberapa kali, untuk menenangkan diri.
"Maaf, Mba siapa ya? Kenapa tiba-tiba masuk? " tanya Ratih.Terlihat seorang wanita muda yang lumayan cantik, sedang berdiri di depannya, dengan tatapan menyelidik, Ratih sedikit risih, karena wanita itu terus menelisik penampilannya sejak tadi."Jadi kamu calon istri, Bang Miko?" tanya balik gadis itu."I-iya, memangnya kamu siapanya Mas Miko?" tanya Ratih lagi."Aku adalah adiknya Bang Miko," ucap gadis itu."Oh, jadi kamu yang bernama Yati, adiknya Mas Miko ya, senang melihatmu, maaf ya, kalau tadi Mba kurang sopan sama kamu, habisnya Mba kaget saat kamu tiba-tiba buka pintunya," ucap Ratih. Padahal yang seharusnya minta maaf itu adalah Yati, sebab gadis itu yang membuka pintu tanpa mengetuk lebih dahulu."Tidak masalah, sebenarnya Ibu itu sudah memiliki seorang gadis yang ingin dijodohkan dengan bang Miko," ucap Yati santai. Gadis itu masih berdiri di depan Ratih, sambil meniupi kuku jarinya, seolah ada kotoran yang menempel di sana."Maksud kamu, sebelumnya Ibu sudah menyiapkan gadis lain, untuk Mas Miko?" ulang Ratih, tiba-tiba saja ada sedikit perasaan was-was dihatinya."Iya, itu benar. Bang Miko adalah anak lelaki satu-satunya di keluarga ini, apa lagi Bang Miko adalah penerus usaha milik Bapak. Asal Mba tahu, toko mebel kami ini sangat terkenal, dan laku keras, banyak orang luar kota yang memesan di toko kami," jelasnya bangga."Oya, hebat ya, Mba ikut senang atas kemajuan toko keluarga ini," ucap Ratih."Hem, Oya, Mba Ratih ini kata Mas Miko satu kuliah ya, sama dia?" tanya Yati kepo."Iya, kami memang kuliah di tempat yang sama, hanya jurusannya saja berbeda," jelas Ratih.Saat Yati hendak kembali melayangkan pertanyaan, tiba-tiba Bu Mirna datang dan langsung menegurnya. "Yati, kamu ini tidak ada kerjaan lain ya, malah ngobrol, cepat anterin ibu! Ibu mau ke rumah Pakdemu," ucap Bu Mirna. Sebelum pergi, wanita paruh baya itu sempat melirik sekilas ke arah Ratih, lalu pandangannya kembali pada putrinya.Sedangkan di tempat lain, terlihat Miko sedang berbincang dengan Kang Joko, entah apa yang kedua lelaki itu bicarakan, hingga wajah Miko terlihat begitu serius saat menanggapi ucapan lawan bicaranya itu."Serius Kang? Kok Ibu tidak cerita ya kemarin sama aku," ucap Miko."Mana mungkin dia cerita, sedangkan Pak Lurah juga belum diberi tahu, hanya Erna saja yang tahu tentang hal ini," ucap pria yang bernama Joko tersebut."Oh, begitu ya, untung aku cepat ya, Kang, kalau tidak, mungkin Ibu sudah melamar Erna untukku," ucap Miko yang merasa lega."Iya, tapi sepertinya Erna tidak akan terima begitu saja dengan keputusan ini, sebab sebelumnya Ibumu sudah menjanjikan semuanya, beliau berjanji pada Erna, jika setelah kamu lulus kuliah, Ibumu akan langsung melamar gadis itu, untungnya masih pembicaraan antara aku dan Erna, dan belum melibatkan Pak Lurah," jelas Joko panjang lebar."Ya sebenarnya kalaupun Ibu sudah bicara seperti itu tidak masalah Kang, aku bisa bicara baik-baik pada Pak Lurah, bahwasannya aku sudah memiliki gadis idalam lain," ucap Miko."Iya, tapi memangnya kamu tidak mikir, jika kamu mengatakan itu, pasti Ibumu yang malu," ucap Joko."Iya juga sih, tapi untunglah semua itu belum terjadi," ucap Miko.Joko adalah keponakan dari almarhum ayahnya Miko, memang keluarga mereka sangat dekat, sebab rumah mereka juga hanya berjarak beberapa meter saja. Joko sendiri adalah seorang duda yang ditinggal mati oleh istrinya karena kecelakaan dua tahun lalu, dan sampai sekarang Joko belum ada niatan untuk menikah lagi.Sore harinya, terlihat Bu Mirna telah berkutat dengan pekerjaannya di dapur, wanita paruh baya itu sedang memasak makanan untuk makan malam, saat sedang asik memetik sayuran, tiba-tiba ia dikagetkan dengan suara seseorang dari belakang."Bu, ada yang bisa saya bantu?" tanya seseorang yang kini sudah berdiri disampingnya."Kamu ini, bikin kaget saya saja, apa kamu sengaja, mau bikin saya cepat mati ya?" ucap Bu Mirna, dengan nada ketus."Maaf Bu, saya tidak bermaksud buat Ibu kaget. Saya hanya ingin membantu Ibu memasak," jawab orang tersebut, yang tidak lain adalah Ratih."Memangnya kamu bisa masak? coba lihat kuku lentikmu itu, memangnya tidak takut kotor dan patah nantinya," ucap Bu Mirna menyindir.Ratih memang mempunyai kulit yang putih bersih, tubuhnya juga sangat mulus, jari-jari tangannya yang lentik dengan kuku cantiknya, membuat Bu Mirna berpikir jika kekasih putranya itu tidak pernah berjibaku dengan dapur. Walaupun seperti itu, bukan berarti Ratih tidak bisa memasak, hanya memang jarang saja ia berada di dapur, sebab dulu Pak Restu tidak pernah mengijinkan putri semata wayangnya itu berada di dapur, hanya saja, tanpa sepengetahuan sang ayah, Ratih sering belajar memasak dengan asisten rumah tangganya."Iya, Mba Ratih sepertinya anak orang kaya ya, Mba?" tanya Yati, yang tiba-tiba saja muncul dari belakang."Hah? Yati, kenapa kamu bisa berkata seperti itu?" bukan Ratih yang menjawab, tetapi Bu Mirna."Ya soalnya kalau Mba Ratih anak kampung Bu, tangannya tidak akan secantik dan selembut ini," ucap Yati yang langsung menyentuh tangan Ratih, kemudian dengan cepat langsung menghempaskannya."Ibu rasa kamu salah Yati, dia itu hanya sok kaya, dan satu lagi, kenapa tangannya bisa semulus itu, karena dia tidak pernah memegang peralatan dapur," ucap Bu Mirna, yang terus menyudutkan Ratih."Masa sih Bu," ucap Yati."Tuh, orangnya ada di depan kamu, tanya saja Sam dia, apakah ibu ini berkata benar atau tidak," sambung Bu Mirna lagi."Benar yang dikatakan Ibu, Mba?" tanya Yati penasaran."I-itu--,""Assalamu'alaikum," ucap seseorang, membuat kalimat Ratih terpotong."Wa'alaikum salam," jawab mereka serempak."Ratih sebaiknya kau lihat siapa yang datang, dari pada terus di sini, malah mengganggu pekerjaan saya saja," ucap Bu Mirna."Baik Bu," Ratih lalu melangkahkan kakinya menuju ruang depan."Kamu juga sana ikut, lihat siapa yang datang," ucap Bu Mirna."Loh, aku juga?" ucap Yati, sambil menunjuka dirinya sendiri."Iya, sudah sana," sambung Bu Mirna."Maaf, mau cari siapa ya?" tanya Ratih, saat melihat seorang gadis yang lumayan cantik, berdiri di depannya."Saya mau cari Bu Mirna, apa dia ada?" tanya gadis itu. Matanya terus menelisik penampilan Ratih.'Siapa wanita ini, apa dia salah satu kerabat Bu Mirna,?' batin gadis itu bertanya-tanya."Siapa yang datang, Mba?" tanya Yati, yang baru saja datang dari arah dapur.Keduanya langsung menoleh ke arah sumber suara."Mba Erna, masuk Mba," ucap Yati, mempersilahkan. Ya, dia adalah wanita yang ingin dijodohkan oleh Bu Mirna dengan Miko."Iya Yat, Oya, ini siapa?" tanya Erna, yang sejak tadi sudah sangat penasaran."Dia adalah teman kuliah Miko," jawab seseorang, membuat ketiganya langsung menoleh ke arah sumber suara.Bu Mirna menatap horor ke arah anak dan mantunya, bisa-bisanya pasangan itu menunjukan keintiman di depan ke dua orang tuanya, pikir wanita paruh baya itu. "Dasar menantu tidak tahu adab, bisa-bisanya dia membiarkan suaminya memeluk seperti itu di depan orang lain," gerutu Bu Mirna. Sedangkan Pak Jamal sendiri terlihat biasa saja, lelaki paruh baya itu memilih tak ambil pusing dengan pemandangan di depannya tersebut. Berbeda dengan istrinya yang seperti orang kebakaran jenggot. "Sudah Bu, biarkan saja. Toh pasti mereka tidak sadar jika ada kita di sini," jelas Pak Jamal. Bu Mirna menatap suaminya tajam. "Bapak ini bagai mana sih? Yang seperti ini tidak boleh di biarkan Pak, mereka itu seolah tidak tahu tempat. Dan dia, menantu Bapak itu, kenapa harus meladeni Bimo di luar kamarnya coba? Ibu sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikiran wanita itu," geram Bu Mirna sambil terus menatap tajam anak dan menantunya yang terlihat semakin menjadi. Ratih yang merasa diperhatikan sontak
Bu Mirna menatap horor ke arah anak dan mantunya, bisa-bisanya pasangan itu menunjukan keintiman di depan ke dua orang tuanya, pikir wanita paruh baya itu. "Dasar menantu tidak tahu adab, bisa-bisanya dia membiarkan suaminya memeluk seperti itu di depan orang lain," gerutu Bu Mirna. Sedangkan Pak Jamal sendiri terlihat biasa saja, lelaki paruh baya itu memilih tak ambil pusing dengan pemandangan di depannya tersebut. Berbeda dengan istrinya yang seperti orang kebakaran jenggot. "Sudah Bu, biarkan saja. Toh pasti mereka tidak sadar jika ada kita di sini," jelas Pak Jamal. Bu Mirna menatap suaminya tajam. "Bapak ini bagai mana sih? Yang seperti ini tidak boleh di biarkan Pak, mereka itu seolah tidak tahu tempat. Dan dia, menantu Bapak itu, kenapa harus meladeni Bimo di luar kamarnya coba? Ibu sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikiran wanita itu," geram Bu Mirna sambil terus menatap tajam anak dan menantunya yang terlihat semakin menjadi. Ratih yang merasa diperhatikan sontak
Yati melihat suaminya yang seperti melamun, akhir-akhir ini wanita itu memang sering melihat suaminya melamun, entah apa yang dipikirkan lelaki itu, namun setiap dirinya bertanya, Andi selalu mengatakan jika tidak ada masalah yang berarti. "Bang Andi kenapa melamun sih? Bang Andi lagi memikirkan Mba Ratih ya?" tanya Yati. Wanita itu hanya iseng dan bercanda saja dengan pertanyaannya, namun siapa sangka jawaban lelaki tersebut membuat dirinya terpelongo. "Iya," jawab Andi tanpa sadar. "Hah? Maksud Bang Andi?" tanya Yati dengan perasaan aneh. Andi merutuki ucapannya barusan, bisa-bisanya dirinya keceplosan di depan sang istri. "Oh, itu maksudku, apa Mba Ratih punya obat untuk lukanya itu, kalau belum kita kan ada di kamar, nah coba kamu berikan obat luka itu padanya," jelas Andi mencoba biasa, padahal dalam hati dirinya merasa gugup. "Oh, begitu. Ya sudah kalau begitu biar aku tanya dulu pada mereka," jawab Yati yang langsung melangkah keluar dari dapur. Andi bernafas lega, se
Bu Mirna masih berperang dengan pikirannya sendiri, sedangkan Yati sudah pergi sejak tadi. Anak perempuannya tersebut merasa jika ibunya terlalu negatif thinking kepada Ratih kakak iparnya, sebab Yati merasa bantuan yang di tawarkan oleh suaminya itu hal yang wajar, mungkin orang lain akan berlaku hal yang sama jika ada di posisi Andi kala itu, namun ibunya malah berpikir jika Ratih yang sengaja mencari simpati suaminya, untungnya apa? pikir Yati. Sore harinya terlihat Bu Mirna sudah sibuk dengan aktivitasnya di dapur, seperti biasa, wanita paruh baya itu sedang menyiapkan bahan untuk makan malam keluarganya. "Bu, ada yang bisa aku bantu?" tawar Ratih yang ternyata sudah berada di belakang Bu Mirna. "Kamu ini bikin orang lain jantungan saja," gerutu Bu Mirna sambil mengelus dadanya karena kaget. "Maaf Bu, aku tidak bermaksud," "Halah, kamu itu sudah kebiasaan. Sudah sana cepat cuci beras, ingat jangan terlalu banyak airnya, nanti seperti bubur kalau kebanyakan air," peringat
Ratih menatap Andi, begitupun sebaliknya, beberapa detik pandangan keduanya sempat terkunci, hingga suara seseorang mengalihkan pandangan keduanya. "Bang Andi, ayo duduk sarapan dulu. Pasti kamu sudah lapar kan? Ini aku masakin ikan gurame kesukaanmu," ucap Yati. Andi hanya mengangguk sebagai jawaban, lalu merekapun segera duduk di kursi untuk sarapan pagi. "Tunggu sebentar ya, ibu mau panggil Bapak dulu di depan," ucap Bu Mirna sambil berlalu. Ratih mengambilkan nasi dan lauk pauk untuk suaminya, setelah selesai Ratih mengambil untuk dirinya sendiri, Andi sempat melirik apa yang di lakukan Ratih untuk suaminya. "Bang ini makanlah, sudah aku ambilkan," ucap Yati sambil meletakan makanan milik suaminya itu. "Terimakasih," jawab Andi. Saat ini Andi dan Ratih duduk saling berhadapan, sedangkan Ratih maupun Yati duduk di sisi pasangan mereka. "Sudah pada ngumpul?" terdengar suara Pak Jamal membuat anak dan menantunya menoleh. "Iya Pak, tinggal menunggu Bapak saja," jawab Yat
Bimo menyentuh lehernya, mencari sesuatu yang di tunjuk oleh Andi, namun pria itu tidak merasakan apapun, Bimo pun lantas menatap kearah Andi untuk meminta penjelasan. "Memangnya ada apa di leherku Ndi?" tanya Bimo penasaran. Andi tidak menjawab, namun lelaki itu mendekat untuk memastikan sesuatu, tiba-tiba lelaki itu menghela nafas, helaan yang terdengar lega, entah mengapa rasanya Andi tidak rela jika Ratih dan Bimo melakukan sesuatu yang mengarah ke hubungan yang lebih intim, padahal mereka berdua adalah suami istri, apa mungkin karena Andi masih ada perasaan kepada Ratih? Entahlah, hanya lelaki itu yang tahu. "Ada apa sih? Bikin penasaran orang saja," "Oh, tidak ada apa-apa kok, aku hanya salah melihat saja, tadinya ku pikir ada kotoran di lehermu," jawab Andi memberi alasan. "Aneh sekali, yasudah ayo sebaiknya kita antarkan barangnya, keburu nanti orangnya pergi ke sawah," "Iya, tunggu sebentar aku ambil barangnya dulu," jawab Andi sambil berlalu. Setelah mengambil