Bab 45 Mulai AkurBerbagai macam menu telah tersaji di atas meja. Bastian menikmati makanan di piringnya dengan lahap, sementara Aruna hanya memakan seadanya saja."Menunya gak cocok di kamu?" tanya Bastian karena Aruna masih berkutat dengan makanan pembuka."Cocok," jawab Aruna dengan suara sangat pelan."Makan kalau gitu. Saya gak perlu nyuruh staf restoran buat nyuapin kamu, kan?"Barulah bibir Aruna mencebik, tapi anehnya Bastian malah tertawa geli."Nanti malem saya sama Fathan mau nonton bola. Klub favorit kami main jam satu pagi.""Itu malem banget, gak baik kalau Fathan tidur jam segitu!" protes Aruna mendadak tegas."Besok Fathan libur sekolah. Nonton bola juga gak setiap hari, bahkan sebulan sekali juga nggak.""Kenapa nggak nonton siaran ulangnya aja?" tanya Aruna."Kamu ini gak ngerti bola. Antara live sama siaran ulang, jelas euforianya beda.""Kalau aku bilang Fathan gak boleh nonton gimana?" Aruna menatap suaminya yang batal melahap tuna bercampur racikan saus ke dalam
Bab 46 Tipu Muslihat"Bibi!"Pagi-pagi sekali, suara Fathan sudah menggema di rumah besar itu. Semua orang yang tengah berkutat dengan tugas masing-masing kontan menoleh, pada si tuan muda yang tergesa menuruni undakan tangga. Di belakangnya, ada Wulan yang kesulitan menyamakan langkah dengan Fathan."Bi Mar!" panggil Fathan telah duduk di atas kursi bar."Ada apa, Den Fathan?" Marini berbalik, melupakan sejenak pekerjaannya di dapur."Tau gak, Bi, kemarin malam aku tidur sama Mama dan Papa!" Fathan sangat bersemangat kala mengatakan itu.Pertama-tama, Marini mengerutkan kening lantas menatap Wulan, dengan isyarat tanya di kedua matanya. Tanpa kata, Wulan pun mengangguk. Sebelum berkata heboh pada semua orang seperti saat ini, Fathan lebih dulu menyampaikan hal tersebut padanya. "Kamu seneng, ya?" tanya Marini ikut tersenyum lebar. Apapun yang membuat senang si tuan muda, pasti akan menular pada semua orang yang ada di rumah ini. "Senang banget, Bi!" jawab Fathan seraya tertawa.Sem
Bab 47 Ketegasan Aruna"Oke, San, aku atur waktunya dulu," kata Bastian, kemudian memutuskan sambungan telepon.Lelaki itu duduk di meja makan lebih dulu. Hari ini, adalah hari pertama Fathan mengikuti les berenang. Tentunya ia harus mengantarkan sang putra. Biarlah soal Sandra, akan ia urus nanti."Sayang, ayo kita sarapan!" ajak Bastian.Fathan dan Aruna menghampiri, ikut bergabung dengannya di meja makan. Keluarga kecil itu tampak harmonis dengan berbagai macam obrolan ringan di pagi hari."Nanti Papa temenin aku sampai lesnya beres, ya?" pinta Fathan.Menyadari sesuatu, Aruna menatap Bastian karena suaminya tidak langsung mengangguk. Biasanya, Bastian akan selalu mengiyakan apa pun keinginan Fathan tanpa perlu berpikir seperti saat ini."Kok diem, Pa? Papa ada urusan?" tanya Fathan yang juga ikut menyadari sesuatu."Gak ada, Sayang. Papa bisa temani kamu sampai lesnya selesai," jawab Bastian seraya mengulas senyum.Fathan makin senang. Ia bersemangat menyelesaikan sarapan, lantas
Bab 48 Silent TreatmentPulang dari tempat berenang, Aruna menjadi irit bicara. Semua itu ada sebabnya. Aruna yakin, Bastian benar-benar pergi menemui Sandra dan mengantarkan perempuan itu ke dokter, lantaran lelaki itu pergi setelah mengantarkannya dan Fathan pulang. Bastian baru kembali ke rumah, saat matahari sudah tak nampak di atas langit.Saat itu Aruna tak henti menggerutu. Ia yakin, Sandra yang sudah tinggal lama di Jakarta, pasti punya banyak kenalan yang bisa dimintai tolong. Lantas, kenapa Bastian mengatakan Sandra hanya punya dirinya seorang? Itu sungguh menyebalkan!Keesokan harinya, Bastian tak henti merasa keheranan. Ia merasa Aruna kerap menghindar darinya. Bahkan perempuan yang satu itu terkesan tak mau bicara padanya."Kamu kenapa?" Bastian tidak bisa tinggal diam, saat sikap orang terdekatnya mendadak berubah seperti ini.Aruna hanya menatap. Alih-alih menjawab, ia malah mengangkat bahu. Aruna bahkan tidak duduk di sebelah Bastian, saat suaminya itu baru saja pulang
Bab 49 Tekad Aruna"Baguslah kalau Mas Bastian gak ketemu sama perempuan itu," ucap Aruna merasa lega. Ia tak sadar telah mengusap dadanya.Ada rasa bersalah dalam hatinya, karena ia sudah berketus ria pada Bastian tanpa memastikan semuanya lebih dulu. Selama ini, Aruna lebih memilih menduga-duga semuanya. Tentu ada alasan mengapa ia sampai melakukan itu.Sekali lagi, Aruna terlampau takut jika ia bicara terlalu banyak tentang Sandra. Bastian akan marah, karena merasa urusan pribadinya dicampuri oleh Aruna. Selain itu, suara Bastian yang kerap menggelegar saat memarahi dirinya, masih menjadi momok paling menakutkan."Tapi, Bi, apa Sandra bilang sesuatu soal saya?" tanya Aruna ingin tahu, barangkali Sandra membahas lagi soal perkataannya di depan rumah Bastian beberapa hari yang lalu."Ada," jawab Marini pelan."Bibi bisa ngasih tau saya?""Sandra cuma bilang, supaya saya menyampaikan pada Pak Bastian, kalau Sandra adalah perempuan terbaik. Kalau dibandingkan dengan Ibu, jelas Sandra l
Bab 50 Berpihak Pada Pelakor"Ngapain kamu datang ke sini? Mau cari mati?" tanya Dina benar-benar tak ramah.Dina sengaja berkunjung ke rumah Sandra. Ia ingin memberikan dukungan moral, bahwa Sandra tak boleh menyerah. Selama ini, Dina mati-matian menahan diri, kendati ia tak suka pada Aruna—seorang perempuan miskin yang tiba-tiba saja menjadi istri dari keponakannya."Kenapa Tante ada di sini?" Aruna balik bertanya, berusaha tetap meneguhkan kedua kakinya agar tak goyah."Menurut kamu, kenapa saya ada di sini?" Terang-terangan Dina menatap Aruna dari ujung kepala sampai ujung kaki. Senyum ejekan tercetak begitu jelas. "Kalau berpenampilan seperti ini, kamu mirip seperti orang kaya. Tapi sayangnya ... wajah kampungan kamu masih terlihat jelas!" bisiknya tepat di telinga Aruna.Menelan ludah, sekali lagi Aruna berusaha tidak mundur ke mana pun. Dina memang bukan tandingannya. Namun, jika perempuan paruh baya itu berada di pihak Sandra, maka Aruna harus berani melawan."Siapa, Tan?" tan
Bab 51 Amarah Bastian[Siang, Pak. Sekarang Bu Aruna sedang ada di rumah Sandra.]Pesan yang baru saja dikirimkan oleh salah satu mata-mata Bastian, membuat lelaki itu langsung berdecak keras."Kenapa Aruna tau di mana rumah Sandra?" tanyanya heran. Bastian sudah berdiri dan berkacak pinggang, saat ia menduga mungkin saja Marini yang memberitahu Aruna."Ngapain dia ke sana?"Tahu ada sesuatu hal yang janggal, segera saja Bastian menghubungi istrinya. Butuh hampir lima menit, sampai panggilannya dijawab oleh Aruna."Pulang dari sana!" titah Bastian tak mau berbasa-basi.Aruna yang masih bicara di depan Dina, menatap lurus pada perempuan paruh baya itu, sementara tangan kanannya menempelkan ponsel ke telinga."Kamu dengar saya, Aruna? Pulang sekarang juga dari rumah Sandra!""Iya, Mas," jawab Aruna pelan, kemudian mengakhiri panggilan itu lebih dulu. "Aku gak peduli kalau Tante mau ngasih tau Sandra soal semuanya. Toh aku memang berasal dari kampung," ucapnya seakan menantang.Dina meng
Bab 52 Perang DinginPerang dingin telah kembali. Sejak siang kemarin, Aruna benar-benar tak sudi menemui Bastian dan bicara dengan lelaki itu. Bahkan Aruna menghabiskan waktu di dalam kamar, tentu untuk menangis, sampai-sampai Fathan merasa kebingungan."Mama gak enak badan, Sayang."Hanya kalimat itu yang diucapkan oleh Aruna, agar Fathan tidak selalu mengetuk pintu kamarnya dan meminta masuk. Cara itu rupanya berhasil. Seharian kemarin, Fathan hanya bermain dengan Wulan.Di sisi lain, Lusiana tak kunjung mendapatkan jawaban dari hasil pertemuan Aruna dan Sandra kemarin. Aruna sengaja tak membalas semua pesan dari ibu mertuanya. Ia benar-benar ingin sendiri, seraya berusaha menepis perasaannya pada Bastian.Aruna mulai merasa, bahwa rasa suka ini adalah satu hal yang salah. Tak seharusnya ia terbawa perasaan melihat semua kebaikan Bastian. Aruna sungguh menyesal, menganggap suaminya telah berubah menjadi lelaki yang lembut dan perhatian, padahal kenyataannya tidak begitu.Di lantai
Bab 56 Kalang KabutAruna menyerah, tak lagi berusaha mendebat Bastian. Ia hanya merasa bersalah, lantaran bunga pemberian dari Juanda berakhir di bak sampah.Ya, Aruna tahu, kalau buket mawar itu berasal dari Juanda, setelah mengkonfirmasinya pada pihak toko. Hanya saja, ia tak tahu mengapa lelaki itu mengiriminya bunga tersebut. Aruna juga tak tahu, dari mana Juanda tahu kalau ia memiliki kegiatan di studio, padahal mereka hanya bertemu satu kali, yakni saat di toko buku.Sementara Bastian tentunya tak akan tinggal diam saja. Akan ia cari tahu siapa pengirim bunga itu. Bastian tak terima, merasa kehadirannya sebagai suami Aruna diremehkan."Suami?" Bastian mengerjap, kala status itu disebutkan oleh hatinya sendiri.Ia berdecak, tak suka tiap kali kepalanya ini memikirkan Aruna. "Punya istri seperti Aruna memang merepotkan!" gerutunya kemudian keluar dari kamar.Akan tetapi, Bastian kembali lagi ke dalam kamar, lantas menghubungi Angga saat itu juga. "Saya akan absen hari ini. Tolong
Bab 55 Salah SangkaAruna benar-benar tertegun. Sangat keheranan melihat Bastian tampak kesal, saat ia membawa buket mawar merah ke dalam rumah. "Bukannya dari kamu?" tanyanya."Dari saya?" Bastian malah menunjuk dirinya sendiri, kemudian tertawa congkak. "Saya gak punya pikiran mau mengirimi bunga buat kamu!" tambahnya kesal sekaligus bingung.Sementara Aruna terhenyak. Ditatapnya bunga yang masih ada dalam pelukan. Karena ukuran buket tersebut benar-benar besar, Aruna harus punya tenaga ekstra agar ratusan bunga mawar yang dihias begitu cantik itu tak jatuh ke lantai."Jawab saya, Aruna! Siapa yang ngasih bunga itu!" desak Bastian mendekat pada Aruna."Aku pikir ini dari kamu, Mas! Tadi ada kurir yang dateng terus ngasih bunga ini," ujar Aruna.Bastian langsung berdecak keras. Tangan kekar nan panjangnya sudah siap merebut bunga itu, tapi Aruna segera berbalik. Perasaan Aruna sungguh tak nyaman dengan gerak tubuh Bastian yang kentara ingin merusak buket miliknya."Kasih bunga itu sa
Bab 54 Pembuktian"Mami ini ngomong apa? Selain penasaran, aku gak mau ada orang yang sampai menjahati Aruna," kilah Bastian."Menjahati gimana maksud kamu? Aruna aman di tangan Tante Merry. Jangan mikir yang aneh-aneh!""Mami tau sendiri aku ini pengusaha besar, musuhku ada di mana-mana. Gimana jadinya kalau salah satu di antara mereka melakukan sesuatu sama Aruna? Fathan bisa sedih kalau perempuan itu terluka waktu pulang ke rumah, Mam!"Lusiana duduk di depan Bastian setelah mendengkus pelan. "Mami jamin, Aruna akan selalu aman, Bas. Karena apa? Karena gak ada satupun dari saingan bisnis kamu yang tau, bahwa kamu sama Aruna adalah sepasang suami istri! Jangankan mereka, orang-orang yang kerja sama bareng Tante Merry aja gak tau kalau Aruna istri kamu.""Tetep aja, Mam, aku akan mengusahakan segala cara. Sedia payung sebelum hujan gak ada salahnya, kan?"Sekarang Lusiana mencebik, lantas kembali berkata, "kamu ngomong ajalah, Bas, kalau kamu ini mulai gak nyaman karena Aruna punya j
Bab 53 Rasa Penasaran"Nah, yang ini namanya Aruna. Aruna juga akan bergabung di acara peragaan busana nanti." Merry mengenalkan Aruna yang beberapa saat lalu tiba di rumahnya.Perempuan yang satu itu mengangguk sopan, senyumnya terpatri ramah, meski dalam hati ia merasa sangat gugup. Di sekelilingnya ini, ada sekitar 12 perempuan dengan tinggi di atas rata-rata. Bisa dibilang, Aruna menjadi yang paling pendek di antara mereka, padahal selama ini ia merasa sudah cukup semampai dengan tinggi badan 170 cm."Halo, Aruna!" Masing-masing mengenalkan diri dan saling bersalaman. Dari yang Aruna tangkap, sebagian para model itu sudah saling mengenal satu sama lain, lantaran pernah berada di acara yang sama lebih dari satu kali."Karena semuanya sudah berkumpul, kita langsung saja pergi ke studio. Miss Laura sudah menunggu di sana.""Wah ... serius ada Miss Laura?""Ya ampun, aku seneng banget bisa belajar sama Miss Laura!"Aruna menjadi satu-satunya orang yang tidak paham, mengapa perempuan-p
Bab 52 Perang DinginPerang dingin telah kembali. Sejak siang kemarin, Aruna benar-benar tak sudi menemui Bastian dan bicara dengan lelaki itu. Bahkan Aruna menghabiskan waktu di dalam kamar, tentu untuk menangis, sampai-sampai Fathan merasa kebingungan."Mama gak enak badan, Sayang."Hanya kalimat itu yang diucapkan oleh Aruna, agar Fathan tidak selalu mengetuk pintu kamarnya dan meminta masuk. Cara itu rupanya berhasil. Seharian kemarin, Fathan hanya bermain dengan Wulan.Di sisi lain, Lusiana tak kunjung mendapatkan jawaban dari hasil pertemuan Aruna dan Sandra kemarin. Aruna sengaja tak membalas semua pesan dari ibu mertuanya. Ia benar-benar ingin sendiri, seraya berusaha menepis perasaannya pada Bastian.Aruna mulai merasa, bahwa rasa suka ini adalah satu hal yang salah. Tak seharusnya ia terbawa perasaan melihat semua kebaikan Bastian. Aruna sungguh menyesal, menganggap suaminya telah berubah menjadi lelaki yang lembut dan perhatian, padahal kenyataannya tidak begitu.Di lantai
Bab 51 Amarah Bastian[Siang, Pak. Sekarang Bu Aruna sedang ada di rumah Sandra.]Pesan yang baru saja dikirimkan oleh salah satu mata-mata Bastian, membuat lelaki itu langsung berdecak keras."Kenapa Aruna tau di mana rumah Sandra?" tanyanya heran. Bastian sudah berdiri dan berkacak pinggang, saat ia menduga mungkin saja Marini yang memberitahu Aruna."Ngapain dia ke sana?"Tahu ada sesuatu hal yang janggal, segera saja Bastian menghubungi istrinya. Butuh hampir lima menit, sampai panggilannya dijawab oleh Aruna."Pulang dari sana!" titah Bastian tak mau berbasa-basi.Aruna yang masih bicara di depan Dina, menatap lurus pada perempuan paruh baya itu, sementara tangan kanannya menempelkan ponsel ke telinga."Kamu dengar saya, Aruna? Pulang sekarang juga dari rumah Sandra!""Iya, Mas," jawab Aruna pelan, kemudian mengakhiri panggilan itu lebih dulu. "Aku gak peduli kalau Tante mau ngasih tau Sandra soal semuanya. Toh aku memang berasal dari kampung," ucapnya seakan menantang.Dina meng
Bab 50 Berpihak Pada Pelakor"Ngapain kamu datang ke sini? Mau cari mati?" tanya Dina benar-benar tak ramah.Dina sengaja berkunjung ke rumah Sandra. Ia ingin memberikan dukungan moral, bahwa Sandra tak boleh menyerah. Selama ini, Dina mati-matian menahan diri, kendati ia tak suka pada Aruna—seorang perempuan miskin yang tiba-tiba saja menjadi istri dari keponakannya."Kenapa Tante ada di sini?" Aruna balik bertanya, berusaha tetap meneguhkan kedua kakinya agar tak goyah."Menurut kamu, kenapa saya ada di sini?" Terang-terangan Dina menatap Aruna dari ujung kepala sampai ujung kaki. Senyum ejekan tercetak begitu jelas. "Kalau berpenampilan seperti ini, kamu mirip seperti orang kaya. Tapi sayangnya ... wajah kampungan kamu masih terlihat jelas!" bisiknya tepat di telinga Aruna.Menelan ludah, sekali lagi Aruna berusaha tidak mundur ke mana pun. Dina memang bukan tandingannya. Namun, jika perempuan paruh baya itu berada di pihak Sandra, maka Aruna harus berani melawan."Siapa, Tan?" tan
Bab 49 Tekad Aruna"Baguslah kalau Mas Bastian gak ketemu sama perempuan itu," ucap Aruna merasa lega. Ia tak sadar telah mengusap dadanya.Ada rasa bersalah dalam hatinya, karena ia sudah berketus ria pada Bastian tanpa memastikan semuanya lebih dulu. Selama ini, Aruna lebih memilih menduga-duga semuanya. Tentu ada alasan mengapa ia sampai melakukan itu.Sekali lagi, Aruna terlampau takut jika ia bicara terlalu banyak tentang Sandra. Bastian akan marah, karena merasa urusan pribadinya dicampuri oleh Aruna. Selain itu, suara Bastian yang kerap menggelegar saat memarahi dirinya, masih menjadi momok paling menakutkan."Tapi, Bi, apa Sandra bilang sesuatu soal saya?" tanya Aruna ingin tahu, barangkali Sandra membahas lagi soal perkataannya di depan rumah Bastian beberapa hari yang lalu."Ada," jawab Marini pelan."Bibi bisa ngasih tau saya?""Sandra cuma bilang, supaya saya menyampaikan pada Pak Bastian, kalau Sandra adalah perempuan terbaik. Kalau dibandingkan dengan Ibu, jelas Sandra l
Bab 48 Silent TreatmentPulang dari tempat berenang, Aruna menjadi irit bicara. Semua itu ada sebabnya. Aruna yakin, Bastian benar-benar pergi menemui Sandra dan mengantarkan perempuan itu ke dokter, lantaran lelaki itu pergi setelah mengantarkannya dan Fathan pulang. Bastian baru kembali ke rumah, saat matahari sudah tak nampak di atas langit.Saat itu Aruna tak henti menggerutu. Ia yakin, Sandra yang sudah tinggal lama di Jakarta, pasti punya banyak kenalan yang bisa dimintai tolong. Lantas, kenapa Bastian mengatakan Sandra hanya punya dirinya seorang? Itu sungguh menyebalkan!Keesokan harinya, Bastian tak henti merasa keheranan. Ia merasa Aruna kerap menghindar darinya. Bahkan perempuan yang satu itu terkesan tak mau bicara padanya."Kamu kenapa?" Bastian tidak bisa tinggal diam, saat sikap orang terdekatnya mendadak berubah seperti ini.Aruna hanya menatap. Alih-alih menjawab, ia malah mengangkat bahu. Aruna bahkan tidak duduk di sebelah Bastian, saat suaminya itu baru saja pulang