Share

Ibu Pengganti Untuk CEO Dingin
Ibu Pengganti Untuk CEO Dingin
Penulis: CitraAurora

Barter Rahim

"Sinting kamu Mas, bisa-bisanya memakai mobil Pak Leo dan menabrakkannya."

Anisa tidak bisa menyembunyikan kekesalannya ketika sang suami, Raka, menghampirinya di ruang tunggu penjara.

Gara-gara sang suami bertindak bodoh, membawa mobil sport milik majikannya diam-diam hingga terlibat kecelakaan, Raka harus mendekam di penjara karena tidak bisa membayar ganti rugi.

"Sudah lah Anisa jangan bawel, cepat carilah cara agar aku bebas dari sini!"

Bukan merasa bersalah, Raka justu semakin mendesak sang istri.

Embusan napas panjang keluar dari bibir Anisa. "Uang darimana Mas! itu mobil sport limited edition gaji seumur hidupku nggak akan cukup untuk mengganti rugi!" Dia berteriak, tidak habis pikir sang suami justru tidak menunjukkan rasa bersalah.

Raka mendengus. Teriakan Anisa tidak dianggapnya. "Mereka kan majikan kamu Anisa! Kamu rayu kek, agar mereka mencabut tuntutannya!"

Cekcok suami istri itu lantas tidak bisa lagi dihindari hingga sipir meminta Anisa pulang, dan membawa Raka kembali ke sel.

Di luar kantor kepolisian, Anisa mendesahkan napas panjang. Dia kebingungan sekarang, antara kasihan pada nasib suaminya dan juga mengkhawatirkan nasibnya sendiri.

Suami dipenjara, uang tidak punya, pekerjaan satu-satunya sebagai asisten rumah tangga di rumah majikannya pun terancam berakhir.

"Ke mana aku harus mencari uang pinjaman?" keluhnya.

Anisa terus berpikir keras semalaman, hingga ia kesulitan tidur. Dia mencoba mencari jalan keluar, tetapi sayang semua terasa buntu. Satu-satunya cara adalah meminta belaskasihan sang majikan untuk dirinya dan suami.

Keesokan harinya, Anisa memberanikan diri untuk menemui majikannya, Leo dan Ana. Rasa tidak enak hati, juga takut dia rasakan begitu berdiri di depan gerbang rumah mewah tempatnya bekerja.

Hari ini adalah hari libur. Dan di jam segini, Anisa tahu kedua majikannya tengah bersantai di halaman belakang.

Tubuh Anisa semakin bergetar ketakutan. Keringat dingin membasahi tubuhnya ketika melihat kedua majikannya langsung menyadari kedatangannya.

 

"Ada keperluan apa kamu menghadap kami Anisa?!" Pertanyaan dingin Ana membuat Anisa takut.

 

"Sa-saya ingin membicarakan masalah suami saya, Nyonya."

 

Terlihat, Ana memutar bola mata dan berdecak.

Sementara Leo, masih asik membaca melalui gadgetnya kendati kemudian pria itu menyahut dingin,

"Bukankah sudah tidak ada lagi yang harus dibicarakan?"

Mendapati respons dingin dan ketidaksukaan dari kedua majikannya, Anisa semakin dirundung ketakutan.

Namun, tidak ada pilihan lain, pikirnya. Hingga kemudian Anisa merendahkan dirinya, menyembah kedua majikan dan bersimpuh.

"Tolong maafkan suami saya, Tuan, Nyonya." Air matanya mulai mengembun. Kedua tangannya memegang kedua kaki sang majikan. "Saya bersedia melakukan apa saja, asal suami saya bisa bebas."

Sesaat, tidak ada respons dari majikannya. Anisa sudah pasrah menerima nasib buruknya yang bertubi.

Bayangan menjadi janda karena suami mendekam di penjara lantas terlintas. Penantian mendapat momongan yang sedang mereka usahakan pun jelas akan tertunda.

Namun, tiba-tiba suara sang majikan mengagetkannya.

"Aku punya satu penawaran."

Anisa menaikkan pandangannya ke arah Ana. Bukan hanya dia yang terkejut, nampaknya sang suami pun sama terkejutnya.

"Apa, Nyonya? Saya pasti akan lakukan apa pun itu," jawab Anisa bersemangat.

"Bagaimana bila kebebasan suamimu dibarter dengan rahimmu?"

Mata Anisa kontan memelotot. "Ba-barter rahim?" ulangnya masih tidak mengerti.

Sementara Leo langsung meletakkan gadgetnya dan menatap sengit sang istri. "Sayang, apa maksudmu?"

Ana menatap suaminya sebelum kemudian menatap Anisa dengan tegas. "Aku ingin kamu mengandung anak kami!"

"Ana! Apa-apaan kamu?!"

Leo langsung berdiri. Dia terlihat begitu murka.

Seketika, Anisa semakin takut. Majikannya ini memang bukan tipikal pasangan yang memamerkan kemesraan. Beberapa kali, dia bahkan sempat melihat keduanya bersitegang. Hanya saja, baru kali ini Anisa melihat Leo berteriak semarah itu pada sang istri di hadapannya.

"Ini satu-satunya cara, Leo!" Ana menyahuti amarah sang suami dengan sama tegasnya.

"Maaf, Nyonya. Tapi ... Saya ..."

"Kalau kamu tidak mau juga tidak apa-apa, tapi jangan harap kami mencabut tuntutan kami!"

Anisa kembali terdiam di tempatnya. Menjadi ibu pengganti? Kata-kata itu terngiang di pikirannya.

Wanita itu meragu. Sebab, dia dan suaminya saja belum memiliki anak. Bagaimana mungkin dia menjadi ibu dari anak majikannya?

Selain itu, bagaimana dia menjelaskan pada sang suami nanti? Akan tetapi, seperti yang Ana bilang ... Inilah satu-satunya cara agar Anisa bisa membebaskan suaminya.

"Aku tidak punya banyak waktu untuk menunggumu berpikir, Anisa!" Ana meradang. Wanita itu masih berdiri angkuh, menunggu Anisa yang masih terduduk di halamannya. "Cepat putuskan."

Dengan tangan yang terkepal, juga mata yang mulai basah ... Dengan berat hati Anisa pun akhirnya menganggukkan kepala. "Baiklah, saya setuju, Nyonya."

Tatapan sinis langsung diberikan Leo kala mendengar jawaban Anisa. Pria itu terlihat semakin marah, sebelum akhirnya melangkah pergi masuk ke rumah.

Berbeda hal dengan Ana yang justru tersenyum tipis. "Bagus," katanya terdengar puas. "Kamu tenang saja, aku akan pastikan kita sama-sama diuntungkan. Ikuti aku. Kita akan buat kontrak sekarang juga."

Setelahnya, Ana melangkah memasuki rumah. Anisa yang masih terduduk perlahan bangun dan mengikuti majikannya dengan langkah goyah.

Tiba di ruang tamu, Ana menyuruh Anisa duduk, sementara wanita itu memasuki ruang kerjanya. Tidak lama, Ana terlihat membawa sebuah map berwarna coklat, membuat Anisa kembali gusar.

Dia bimbang, inikah jalan yang tepat?

"Ini surat perjanjian kita." Ana meletakkan surat itu tepat di depan Anisa. "Bacalah," titahnya kemudian.

Dengan tangan bergetar Anisa membuka surat itu dan membacanya.

Kata demi kata dia baca tanpa ada yang terlewat. Terlihat air matanya lolos begitu saja saat membaca isi perjanjian itu.

"Bukankah hanya barter rahim, Nyonya? Tapi mengapa seperti barter diri saya? Kenapa kalian menahan saya di sini?"

Menurutnya, perjanjian itu tidak adil. Sebab, dua majikannya ternyata menuntut lebih kehadirannya di rumah ini. Anisa tidak habis pikir, kenapa bisa Leo dan Ana berlaku begitu kejam padanya?

Ana tertawa mendengar protesan Anisa, "Kamu pikir, aku akan membiarkan anakku yang kamu kandung tidak terkontrol?" sahutnya sinis. "Lagipula, kamu tidak memiliki hak untuk protes. Tanda tangani surat itu, dan kamu bisa melihat suami kamu bebas atau kamu lupakan surat itu dan lihatlah suami kamu mendekam di penjara dalam waktu yang lama."

Anisa menangis, menatapi selembar kertas perjanjian dan sebuah bolpoin di tangannya.

"Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan?"

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Three EL
bagus ceritanya
goodnovel comment avatar
Libra Girl
seru bgt alur ceritanya
goodnovel comment avatar
Elena El
menarik ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status