ヾ(❀╹◡╹)ノ゙ Semoga syuka, btw lanjutannya besok ya, aku lagi meriyang padahal niatku hari ini tamat ˚‧º·(˚ ˃̣̣̥⌓˂̣̣̥ )‧º·˚
"Oom Kevan mau nikah Sayang, jadi besok kita kondangan," ujar Lisa pada anak perempuannya. Axel kini bukanlah Baby lagi, ia tumbuh menjadi anak laki-laki yang membanggakan. Ia sudah tau atas rencana pernikahan itu, bahkan ia tau bagaimana Kevan sulit move on dari ibunya yang ia cintai. Agak mengherankan memang ketika saingan cinta Max malah akrab dengan anak-anaknya, tak bisa dipungkiri itu karena seringnya Kevan bertemu dengan Max sebagai rekan bisnis. Namun, seiring berjalanannya kesibukan Kevan sebagai pimpinan perusahaan membuatnya jadi mudahh menerima ketanyataan bahwa Lies milik suaminya. "Yey! Ketemu Oom Kevan!" ujar Zahra senang. "Iya, Zahra mau ngado apa?" tanya Lisa padanya. "Apa ya?" balasnya berpikir. "Gimana kalau bola basket? Oom Kevan kan suka sasket," ujarnya. "Janganlab Sayang, kan dia lagi nikah bukan bhat ulang tahun. Kadonya yah buat Oom sama Tante bukan hanya untuk Oom." Zahra mengangguk-angguk, "Siap. Terus apa Ma?" Kini Lisa yang berpikir, tetapi Axel ya
Suatu hari Axel yang sudah lulus S1 dan sedang melanjutkan kuliah S2-nya di Amerika menelpon ibu sambungnya dengan video call."Ma, aku mau ngasih tau sesuatu," ujar Axel."Iya Sayang, kasih tahu aja," ujar Lisa."Aku, dapet bagian untuk bacain kesan dan pesan saat wisuda nanti," ujar Axel bahagia."Wah, masyaa Allah, alhamdulillah. Emang hebat anak Mama.""Pokoknya besok Mama harus ikut di wisudaku, sama adik-adik ya," ujar Axel."Iya tentu aja, Sayang. Coba kamu kasih tahu Papa kamu biar dia juga mengatur jadwalnya.""Iyap Mah," jawab Axel."Oh ya, sambil tolong dibujukin Papamu dong. Dia suka lembur, Mama nggak suka ...." keluh Lisa.Axel pun tertawa mendengarnya, "Siap, Mah. Semoga aja aku lekas bisa bantu Papa supaya Papa bisa lebih banyak istirahat sama Mama.""Aamiin, Mama juga berharap gitu, tapi Mama juga nggak mau kalau kamu maksain diri kamu. Kamu masih muda Sayang, perlu menikmati hidup juga jangan langsung kerja kayak Papa kamu. Gak ada waktu buat quality time sama keluarg
"Masih SMA susunya gede banget, pasti sering digrepe cowok tuh!""Oh jelas, walaupun dah ditutup kerudung, tetep aja tuh tete tetep keliatan gede.""Semalem berapa, Neng?""Yok sama Abang, dijamin puas ahaha!"Lisa menunduk ketika suara-suara itu kembali terngiang di kepalanya. Ia pikir hinaan karena dirinya berdada besar akan berlalu bila dibiarkan. Nyatanya, ia masih saja mendengarnya, bahkan sampai kini Lisa sudah memasuki semester 7 perkuliahan. Seolah-olah, besar dadanya menandakan Lisa layak diperlakukan seperti jalang oleh para lelaki. Parahnya, beberapa perempuan yang ia harapkan dapat mendukung, malah ikut-ikutan menghinanya karena rasa iri. "Udah Nduk, gak usah didengerin omongan orang. Kamu kan gak ngelakuin apa yang mereka katakan," ujar sang nenek lembut, seolah mengerti keterdiamannya. Lisa pun langsung mendongak ke arah neneknya dan mengangguk.Semua orang mungkin tidak tahu. Meski Lisa anak seorang pelacur, ia dididik untuk menjadi gadis baik-baik yang tidak tersentu
Setelah pulang dari kampus, benar saja Bi Ijah ada di depan rumahnya sedang duduk di eperan rumah lusuh itu. "Kamu baru pulang?" tanya Bi Ijah berdiri. Bi Ijah adalah tetangga dari ustadzah Ami yang merupakan ibu dari Mei. "Iya, Bi. Ada apa ya?" tanya Lisa sambil mencium tangan kanan Bi Ijah khidmat. "Kita masuk dulu yuk! Ada hal penting yang mau Bibi omongin sama kamu." Lisa pun mengangguk dan mempersilahkan Bi Ijah untuk masuk ke dalam rumahnya yang sangat sederhana itu. Rumah dengan ruang tamu yang sangat sederhana semuanya serba kayu sampai lantai-lantainya pun kayu. Bi Ijah dipersilahkan duduk dan disuguhi mium teh. "Bi mohon maaf ya, cuma ini aja yang kami punya," ucap Lisa sopan. Bi Ijah mengangguk saja, "Ini maaf yah, Bibi dapat info dari Ustadzah kalau kamu bisa mengeluarkan asi." Lisa terdiam. Ia menatap ragu wanita di hadapannya. Ini adalah rahasia yang hanya diketahui keluarga dan ustadzah pembimbingnya. Menyadari tatapan Lisa, Bi Ijah segera berkata, "Eh, tenang
Keesokan harinya, Bi Ijah kembali datang seperti biasa. Tampaknya, ia hanya bisa menemui Lisa saat sore setelah jam kerjanya selesai. "Saya sudah bicara dengan Tuan Alex, kalau Tuan Alex sendiri nggak masalah, bahkan dia bersedia menyiapkan sopir atau motor untuk aktivitas pulang pergi Lisa. Kalau Lisa nggak mau pakai sopir, jadi di sana nanti Lisa bisa pulang sekitar jam 4 sore, dengan jam kerja setelah pulang sekolah.” Lisa dan Nenek Mirna mengangguk-angguk mendengarkan, “Jadi Lisa nggak kelamaan di sana, kalau Tuan Alex sendiri memang lebih memperhatikan kualitas. Dia pengennya sesuatu yang bagus, kalaupun harus Nak Lisa di sana dalam waktu singkat nggak apa-apa, nggak masalah. Nanti Lisa bisa siapkan cadangan untuk diminum Tuan Muda ketika malam hari. Tuan Alex juga menyiapkan makanan khusus Ibu Menyusui, nanti Lisa dipastikan setidaknya harus siap untuk makan makanan sehat demi agar Tuan Muda menerima asi yang sehat. Bagaimana?" Lisa mengangguk setuju, "Selama ini, Nenek juga g
"Huaaaaa!" Lisa merasa kaget begitu mendengar suara bayi menangis. Ketika ia menaiki tangga, tangisan itu semakin kencang terdengar. Seketika, Lisa merasa sangat kasihan. Tangisan kejar itu seolah menandakan sang bayi tidak baik-baik saja, sementara suara dua perempuan juga berusaha menenangkan sang bayi dengan tabah. Bi Ijah mengantarkan Lisa ke kamar sang Tuan Muda. Sebuah kamar dengan pintu putih yang biasa saja, tetapi ketika dibuka tampak mewah dalam warna pastel yang sarat akan anak-anak. "Permisi, Mbak Resti!" sapa Bi Ijah ketika membuka pintu dan mendapati seorang baby sitter dan bayi di gendongannya yang sedang menangis. Sementara di sebelahnya ada Mbak Mami yang memegang mainan mencoba membantu menenangkan. Melihat itu, Bi Ijah mendekat, "Ya ampun ini Aden kenapa lagi?" tanyanya panik. "Enggak tau Bi, dia keliatan laper tapi gak mau minum susu," jawab Mbak Resti. "Susu apa?" tanya Bi Ijah mengambil alih baby Axel. "Formula Bi, tadi Pak Alex menghentikan pembelian
Bibi Ijah pun pamit keluar dari kamar baby Axel dan melihat Max yang terlihat sedang berjalan menuju ke kamar anaknya. "Gimana, Lisa udah ketemu sama Axel?" tanyanya berhenti setelah berada di depan pintu kamar baby Axel. "Iya Tuan Muda Axel kelihatan banget suka sama Lisa dan dia sekarang sudah tidur, tapi sayangnya Aden gak mau ngelepasin ...." Bi Ijah agak ragu untuk menceritakan detailnya. Max memasukkan tangan kanannya ke dalam saku celana panjang casualnya menatap Bi Ijah penasaran. "Melepaskan apa?" tanya Alex tidak mengerti. "Anu... itu Tuan Muda nggak mau melepaskan susu ... em ... maksudnya payudara Lisa, jadi sekarang Lisa nggak bisa pulang," ujarnya menyesal. Max terkejut, ia jadi langsung membayangkan apa yang dikatakan Bi Ijah, ia merasa sangat kurang ajar kalau begini, sedikit-sedikit langsung terbayang dan itu wajar karena meskipun ia seorang pebisnis dan terkenal memiliki kehidupan yang bebas, ia tidak pernah jajan di luar karena semenjak ia tidak berhubungan de
“Nah, soalnya kalau masalah suka ya kita perlu cari jalan keluar, kalo kiranya hubungan ini bakal bahaya lo bisa hindarin dia, tapi situasinya kan kita gak tau,” ujar Hans lagi. Maka, Max menceritakan detail perkaranya, mulai dari ia yang mencari ibu susu, sampai datanglah seorang gadis kuliahan yang polos tetapi menghasilkan asi dan kecantikannya memikat dirinya. Tentu ini pembahasan yang serius di antara mereka. "Jadi gitu ...." gumam Pamungkas setelah mendengar cerita dari sahabatnya. Kevin sampai bengong sendiri, ia berpikir keras. Si otak matematikanya mulai mengeluarkan percikan api seperti listrik yang konslet akibat dari arus listrik yang rusak. Lalu Hans, ia mengusir kedua jalangnya sebelumnya dan fokus pada pembahasan masalah Max. "Rumit sih, masalahnya si Axel udah bucin ama tuh cewek," ujarnya. "Nah itu masalahnya," ujar Kevin. "Tapi emang salah kalo lo suka ama cewek yang umurnya beda jauh ama lu?" tanya Pamungkas. Kevin dan Hans kembali memikirkan itu, "Tentu aja