Thanks udah baca(๑˃̵ ᴗ ˂̵)و
"Bangsat! Gimana bisa Arka tau kalo gue udah cerai sama Rindu?!" teriaknya sampai di rumah.Dimas melempar ponselnya ke sofa dengan kasar. Dadanya naik-turun, napasnya memburu. Wajahnya memerah menahan amarah. “Sialan! Gara-gara perempuan itu, semua rencana gue hancur!” gumamnya penuh kebencian.Tangannya meraih rokok, menyalakannya, lalu mengisap dalam-dalam seolah ingin melampiaskan kekesalan lewat asap yang mengepul. Ia kemudian mengambil ponselnya lagi, menekan sebuah nomor dengan cepat.“Cepetan cari gue di mana Rindu sekarang! Gue nggak peduli lu harus pake cara apa. Gue harus tau dia tinggal di mana, dengan siapa, sama apa yang dia lakukan. Gue pengen bikin dia nyesel udah pernah lahir ke dunia ini!”Suaranya penuh ancaman, membuat orang di seberang hanya bisa mengiyakan. Dimas menutup telepon dengan brutal. Ia duduk sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.“Arka… dasar brengsek. Gue nggak bakal biarin lu tenang. Gue bakal rebut semua yang lu punya." ••• "Muah! Gemes banget si
Kini Dimas dan Arka duduk di sofa saling berhadapan. Suasana tegang. Arka menatap Dimas dengan tatapan seolah ingin meninju orang di depannya, sementara Dimas tertekan. Ia seperti kelinci di hadapan harimau yang marah. "Anda sadar kan, posisi Anda jadi bagian terpenting perusahaan?" Dimas mengangguk takut. Ia tak berani sesantai sebelumnya usai ia dipermalukan di rapat sebelumnya. Sepertinya benat kata para karyawan, mood Arka sekarang tidak sestabil dulu. Ia tampak tempramen dan tak bisa menerima candaan apapun. "Saya tau Anda akan seperti ini, Pak Dimas. Tapi saya masih beri Anda waktu dua bulan agar Anda paham seberapa penting ini semua. Pemasaran bukn hanya salah satu devisi dari beberapa devisi di perusahaan ini, tapi ujung tombak. Itu mengapa gaji Anda lebih besar dari yang lain." Wajah Arka terlihat mebgeras, bahkan beberapa kali terlihat mengatur napasnya agar tidak kelepasan. Dimas tau kalau situasi ini lebih genting dari yang ia kira. "Saya tidak memotong g
Malam harinya, Arka pulang agak larut. Rindu yang baru saja menidurkan Luna menyambutnya di ruang tamu. “Ar, udah makan?” tanya Rindu. “Belum. Capek banget hari ini,” jawab Arka sambil melepas jasnya. “Aku udah masak sop. Mau aku angetin?” Arka menatap Rindu sekilas, ada sesuatu di tatapannya yang sulit dijelaskan. “Boleh...” Saat Rindu ke dapur, Arka duduk di meja makan. Ia memperhatikan gerak-gerik perempuan itu dari kejauhan. Cara ia menuang sop ke mangkuk, cara ia meletakkan sendok, semuanya tampak sederhana tapi justru membuat hatinya terasa hangat. “Ar, makan dulu biar lebih enak badannya,” kata Rindu sambil menyajikan sop. “Hmm, makasih ya,” jawab Arka singkat. . Jam 3.40 WIB, Arka terbangun karena harus. Ketika akan turun tangga, ia menoleh ke balkon dan melihat Rindu berdiri di sana. Awalnya ia akan membiarkannya, tapi ketika menyadari pundaknya yang bergetar, Arka tak bisa mengabaikannya. Ia segera menghampiri Rindu dan bertanya. Arka berdiri di amban
"Rindu, titip Luna ya... makasih banget buat semuanya," kata Ratna. Ia sudah akan pulang pagi ini. Sementara Arka sudah pergi ke kantor pagi-pagi, jadi Ratna pamit padanya sebelumnya. "Sama-sama, Kak. Tenang aja, aku akan jaga Luna." "Aku percaya banget sama kamu. Dan... aku minta maaf, karena kami minta tolong ke kamu. Kamu harus mengalami banyak hal. Termasuk ngadepin gosip yang beredar." Rindu tersenyum tipis. Di gendongannya Luna menggeliat tidak nyaman, jadi ia bergoyang sedikit agar Luna nyaman di pelukannya. Melihat itu, jelas Ratna tidak menyangkal kemampuan Rindu menjaga cucu tersayangnya. "Jangan khawatir, Kak. Aku oke kok." "Kalo kamu ngerasa gak nyaman, bisa kasih tau aku. Aku akan cari jalan keluarnya." Rindu pun mengangguk. Lalu Ratna pun mencium pipi Luna, sebalum akhirnya pamit dengan pelukan hangat pada Rindu. "Sehat-sehat ya kalian!" ujar Ratna. "Kakak juga!" Setelah kepergian Ratna, Rindu kembali memikirkan apa yang dikatakan Ratna sebelum
Setelah makan malam, Ratna mengajak Arka bicara. Ia tak tenang kalau sampai anak dan adiknya saling suka. Sebelumnya ia juga sudah mendengar gosip tentang Arka dan Rindu, makanya ia segera ke rumah anaknya, meski sebenarnya tidak sempat. Kopi dan teh di cangkir keduanya mengepul dengan halus. Mereka diam sejenak menatap langit malam bertabur bintang. Sebelum akhirnya Ratna membuka percakapan. "Arka..." panggil Ratna dengan lembut. "Iya, Ma." Arka sebenarnya sudah bisa menabak, apa yang dikhawatirkan ibunya. Mungkin gosip yang beredar sampai padanya. Ini karena Ratna pernah tinggal di sana dan kenal dengan beberapa orang, jadi mereka mungkin melaporkannya ke Ratna. "Maafin Mama ya... gak mikirin dampak ke depannya. Gosip tentang kamu dan Rindu, sudah menyebar dan Mama juga bingung." Arka menyeruput kopinya sedikit, belum menanggapi atau merespon ibunya. Ia masih memikirkan rencana agar ibunya tenang. "Mama cuma mikirin solusi jangka pendek terkait Luna. Tapi gak mikiri
Sebenarnya saat Arka pulang, ia sangat telat, sudah jam 18.30 WIB. Tidak seperti janjinya pada Rindu, di mana ia akan pulang jam 16.00 WIB. Setelah bersih-bersih, Arka memilih untuk memasak sesuatu untuk mereka. Bi Siti memilih untuk membuat minum dan istirahat pada jam 19.00 WIB. Ini kali pertamanya Rindu melihat Arka memasak. Ia tak menyangka, karena selama ini Arka tidak rewel dengan masakan Bi Siti. Bahkan ketika Rindu merasa masakannya keasinan, Arka tampak diam saja dan menikmati makanannya. Baby Luna sudah ditidurkan di dalam kamarnya. Rindu dan Ratna terus mengobrol sambil menonton TV. Sesekali Rindu melirik ke arah dapur yang memang tidak dibatasi apa pun dari ruang keluarga. “Kaget ya kalau Arka bisa masak?” tanya Ratna. Rindu langsung terkekeh dan mengangguk. “Gak nyangka, soalnya dia kelihatan tipe pria yang gak bisa masak sendiri.” Ratna terkekeh maklum. “Dia udah mandiri sejak kecil. Anak pertama, punya dua adik yang jarak usianya dekat. Agak merasa bersalah sih a