‘Dia memang seorang pria baik. Temannya tidak berbohong padaku. Ekspresi pria ini saat mengurusi bayinya juga tidak seperti sedang berakting.’ Jane membatin sambil memperhatikan Bryan yang tengah mengurusi Lizzie yang rewel karena popok basahnya diganti.
Dari tempatnya duduk, Jane bisa melihat Bryan dan Lizzie dari kamar yang pintunya terbuka. Ia juga terus mengamati ruangan yang cukup kecil untuk ukuran rumah dan di setiap mata memandang selalu ada barang-barang keperluan bayi.
Melihat itu, senyum Jane yang sempat mengembang kembali layu membayangkan bagaimana jika di rumahnya ada bayi. Itu pasti akan sangat ramai dan hubungannya bersama Harry tidak akan seburuk sekarang.
Lamunan Jane buyar setelah tangisan Lizzie yang dibawa keluar kamar oleh Bryan mendominasi ruangan. Jane segera menghapus air mata yang terasa menggenang di pelupuk matanya.
“Maafkan aku, Nona. Sepertinya aku belum bisa bicara dengan tenang denganmu. Bayiku baru selesai sakit, jadi dia sedikit rewel.” Bryan berucap sungkan dan kembali menenangkan Lizzie, “Cup cup, Sayang... Hai, Lizzie yang cantik, kenapa terus menangis, Nak. Minumlah susumu dulu...”
Dengan sayang dan tanpa dibuat-buat, Bryan tanpa sengaja menunjukkan peran ayah penyayang di depan Jane.
Jane kembali tersenyum, “Tidak apa-apa. Aku akan menunggu. Tapi, Tuan, bisakah aku membantumu menggendong bayimu? Sepertinya dia juga tidak nyaman karena bajumu basah saat menggendongnya.” Jane menawarkan bantuan.
“Tidak, tidak. Jangan repot, Nona. Bayiku masih sering muntah, dia akan mengotori pakaianmu. Biar aku saja. Sebentar lagi dia pasti akan tenang.” Bryan meyakinkan Jane, tapi apa yang terjadi setelah itu?
Jane seolah tidak mendengarkan ucapan Bryan saat jiwa keibuannya terpanggil. Ia bangkit dari duduknya dan mendekat pada Bryan untuk meminta Lizzie, “Tolong, biarkan aku menggendongnya.”
Seperti tersihir tatapan lembut Jane pada bayinya, Bryan tidak dapat menolak lagi, “Apa kau yakin?” tanyanya lagi dan Jane mengangguk, “Baiklah, maaf merepotkanmu, Nona.”
Bryan melepaskan Lizzie pada Jane. Meskipun pada awalnya si kecil masih merengek, tapi perlahan pelukan Jane yang dibuat terayun membuat Lizzie nyaman dan diam. Setelah itu, Jane menoleh pada Bryan lagi, “Aku bisa, kan? Sekarang, berikan botol susunya.”
Bryan seketika mengangguk dan langsung memberikan botol susu Lizzie pada Jane. Ia tersenyum dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, “Dasar anak nakal. Kenapa harus serewel ini dan merepotkan tamu, Lizzie?”
“Shhh... jangan bicara terlalu nyaring saat menyusui bayi. Dia akan tersedak karena kaget.” Jane seketika memperingatkan dan itu langsung membuat Bryan refleks mengatupkan bibirnya, “kau bisa mengganti pakaianmu dulu, Tuan.” sambung Jane lagi.
Bryan mengangguk dan dengan segera menghindar dari sana. Ia mengganti pakaiannya dan sedikit merapikan barang-barang Lizzie yang akan dibawa. Setelah itu ia langsung kembali ke hadapan Jane. Tapi yang terlihat olehnya pemandangan Lizzie yang sudah tertidur pulas dengan bibir setengah terbuka dengan sisa susu di sudutnya.
“Dia sudah tidur? Cepat sekali?” Bryan berkomentar dengan suara pelan.
Jane mengangguk, “Ya, dia sangat cepat mengosongkan botolnya dan langsung tertidur setelah bersendawa. Anak yang pintar ini namanya Lizzie, kan? Itu nama yang bagus untuk anak cantik sepertinya.”
“Ya, dia memang pintar dan cantik. Terima kasih, Nona. Sekarang berikan dia padaku, aku akan menggendongnya.” Bryan menjawab sambil meminta bayinya kembali, tapi Jane malah sedikit menghindar.
“Tidurnya belum terlalu nyenyak. Biar aku menggendongnya sebentar lagi. Dan ya, apa sudah bisa kita bicara?” Jane bertanya.
“Hmm, baiklah. Mari kita bicara. Mari kita bahas tentang balas budimu yang memaksa ini. Katakan, aku harus mengatakan apa lagi agar kau percaya kalau aku tidak akan menerima uangmu?” Bryan kini berucap serius, meski suaranya pelan karena tidak ingin mengganggu tidur bayinya.
“Sebelumnya maafkan aku. Aku sudah bertanya dan mendengar tentangmu dari temanmu, Tuan. Dan dari cerita yang kudengar, kau memang dipecat dari pekerjaanmu sebagai kuli bangunan karena aku. Sekali lagi, aku menyesal dan maafkan aku.” Jane menundukkan kepalanya sebagai permintaan maaf.
“Aku juga sudah mengatakan padamu kalau itu bukan masalah dan aku akan baik-baik saja. Jadi kumohon hentikan maksudmu itu.” Bryan menanggapi dengan tegas.
“Tapi nyatanya kau membutuhkan uang, Tuan Bryan. Bayimu juga memerlukan kebutuhan khusus berupa ASI yang harganya berkali lipat dari harga susu formula biasa. Tolonglah, biarkan aku membantumu agar aku merasa lebih baik. Kau kesulitan seperti ini karena aku.” Jane juga menegaskan keinginannya.
Bryan menghela napas berat. Ia diam dan belum bisa mengatakan apapun karena ia memang memerlukan biaya.
“Aku mengerti kalau kau tidak akan menerima bantuan dana dariku, tapi bagaimana jika seperti ini? Suamiku membutuhkan sopir pribadi karena sopir sebelumnya mengalami kecelakaan. Jika kau bisa menyetir dan memiliki lisensi mengemudi, kau bisa bekerja untuk suamiku sebagai sopirnya. Kau akan dibayar sesuai pekerjaanmu. Bagaimana, Tuan?” Jane memberi penawaran.
Berbeda dengan pemberian uang dari Jane sebelumnya, penawaran pekerjaan yang disebutkan Jane saat ini malah seperti angin segar yang menghempaskan kacaunya pikiran Bryan.
“Benarkah yang kau katakan ini, Nona?” Bryan memperjelas ucapan Jane dan wanita itu mengangguk.
“Ya, itu benar. Kalau kau setuju, kau bisa datang dan menemui asisten suamiku di AoS Fashion. Katakan saja kalau kau tahu lowongan kerja ini dariku. Meski begitu, mereka akan tetap menyeleksimu sampai mereka benar yakin kalau kau bisa bekerja dengan baik. Ini kartu namaku.” Jane menjelaskan lalu menyodorkan selembar kartu nama pada Bryan.
“AoS Fashion? B-bukankah ini brand pakaian ternama di kota ini? Dan kau... kau manager di sana, Nona?” Bryan sampai berucap terbata setelah membaca kartu nama Jane.
Jane tersenyum, “Ya, aku bekerja di sana dan suamiku CEO di sana. Kau bisa mempercayaiku tentang pekerjaan ini, tapi untuk penerimaan, kau sendirilah yang harus berusaha sebaik mungkin, Tuan Bryan.”
“Tapi setelah melihatmu yang tekun dalam pekerjaan dan tanggung jawabmu yang besar pada putri kecilmu, aku yakin kau bisa bekerja dengan baik. Itu pun juga kalau kau menerima tawaranku.” Jane berucap lagi.
“Akan kucoba, Nona—. Ah, maksudku Nyonya. Aku menerima tawaran ini.” Bryan berucap mantap. Meskipun ada sedikit rasa segan karena harus mendapatkan pekerjaan dengan cara seperti ini, tapi Bryan rasa ini jauh lebih baik daripada hanya menerima uang ucapan terima kasih dari Jane.
“Kalau begitu, kau bisa ikut denganku setelah ini. Satu jam lagi kantor dibuka. Kau tidak boleh terlambat untuk membuat kesan pertamamu sempurna.” Jane menambahkan info.
“Hmm, tapi sepertinya aku tidak bisa tepat waktu hari ini. Aku harus menyinggahi rumah sakit untuk membeli ASI untuk bayiku. Aku juga harus mengantarkannya ke Day Care. Mungkin aku akan sangat terlambat untuk kesan pertamaku.” dengan wajah yang ditekuk, Bryan mengatakan keperluannya yang terbentur waktu.
“Jika kau memberiku kepercayaan, mungkin aku bisa membantumu mendapatkan ASI untuk bayimu. Dan... kau tidak perlu membeli.” Jane mengatakan suatu hal yang aneh bagi Bryan.
“Apa lagi itu, Nona? Kenapa setiap ucapanmu membuatku berpikir keras? Tolong jangan terlalu baik padaku, kita bahkan belum berkenalan dengan baik.” Bryan mengingatkan.
Jane menarik napas sebelum bicara, “Baiklah, akan kujelaskan. Bahasa yang paling mudah untuk menjelaskan ucapanku adalah... aku akan menyusui bayimu.”
“Apa?!” Bryan bertanya kaget.
Bryan mencoba menenangkan dirinya dari kebingungan atas kalimat mengejutkan Jane. Sambil menepuk lembut Lizzie di gendongannya, Jane menceritakan identitas lain tentangnya sebagai pendonor ASI.Tentang kecelakaan yang mengharuskannya menerima kenyataan harus kehilangan bayinya yang berharga. Tentu saja tanpa menjelaskan apa yang dialami oleh Harry yang tidak bisa memiliki anak lagi.“Aku ingin mengenang bayiku. Jadi aku memutuskan ingin membagi ASI-ku pada bayi yang membutuhkan. Dengan berbagi milikku seperti ini, aku merasa tidak kehilangan momentum di mana aku menyusui bayiku sendiri.” dengan senyum yang hangat pada Lizzie yang tertidur pulas, Jane mengatakan itu tanpa malu.“Aku ingin memberikan yang berlebih dariku pada bayi-bayi yang kekurangan ASI di luar sana. Entah itu karena ibu yang tidak bisa menyusui bayinya atau apapun itu. Aku hanya ingin membantu.” sambungnya menjelaskan.“Tapi, apa suamimu tidak marah, Nona—, ah, maksudku Nyonya. Apa suamimu tahu tentang profesi lainmu
Di hari yang sama Bryan diterima bekerja sebagai sopir Harry atas penilaian asisten CEO tersebut. Tapi tentu saja, semua persetujuan itu mengacu dari rekomendasi Jane.Setelah kembali dari kantor AoS Fashion, Bryan segera kembali ke apartemen majikan barunya untuk menjemput Lizzie. Benar saja, si kecil tampak segar dan ceria setelah ditinggalkan bersama Jane.Bryan juga senang karena putrinya tidak hanya disusui, tapi ia juga diberi stok ASI segar oleh Jane yang cukup untuk Lizzie semalaman. Ayah hebat itu berulang kali berterima kasih pada Jane karena banyak bantuan berharganya itu begitu berarti bagi Bryan.***Hari berganti dengan cepat. Harry yang baru saja bangun dari tidur lelahnya setelah bermain gila semalaman bersama Milan, mulai mencari ponselnya.Sebagai petinggi perusahaan tentu saja dirinya harus up-to-date dengan berita yang rutin diberikan dari asistennya. Harry mulai membaca pesan yang mengantri untuk dibuka, dan setelah cukup banyak membaca, ia memutuskan untuk menghu
“Sampai jumpa lagi. Hati-hati di jalan!” Nyonya Betty berujar pada teman-temannya yang baru saja keluar dan meninggalkan unit apartemen Jane. Setelah itu sang ibu mertua menutup pintu dan bergegas berjalan menuju kamar tamu. Namun, beberapa saat kemudian suara bel pintu terdengar lagi. Ia kembali melangkah untuk membuka pintu karena mengira kalau panggilan itu masih temannya yang mungkin saja tertinggal sesuatu di ruang tamu. Tapi saat melihat siapa yang berdiri di sana, Nyonya Betty segera mengerutkan dahi. Ada seorang pria berpenampilan biasa atau lebih tepatnya lusuh jika di penglihatannya. Ditambah lagi, pria itu juga menggendong bayi. Tentu saja itu Bryan. “Siapa kau?” Nyonya Betty langsung bertanya curiga. “Hi, Nyonya. Namaku Bryan. Aku ingin menemui Nyonya Jane. Apakah dia ada?” Bryan menjawab sopan tanpa lupa menundukkan kepalanya sejenak sebagai penghormatan, sekalipun ia belum tahu siapa wanita paruh baya berpenampilan ‘wah’ di hadapannya. Asalkan keluar dari apartemen b
“Aku pulang…” terdengar sapaan Harry dari depan pintu yang terbuka lalu tertutup kembali, “Astaga… lelah sekali. Jane, kau di mana?” sambungnya menggerutu. “Aku di sini.” Jane terdengar gembira saat menjawab. Tapi itu bukan karena kepulangan suaminya, tapi senyuman si kecil Lizzie padanya lah yang membuatnya senang. Namun jelas sekali hal itu membuat Harry seketika mengerutkan dahi, “Anak siapa itu?” tanyanya serius. Senyuman Jane pun redup. Entah mengapa nada bicara suaminya tidak enak didengar, “Kenapa kau pulang terlambat? Aku menunggumu. Kau sangat tahu kalau mama sulit sekali kuberi penjelasan.”
“Dari bawah. Kaos kaki? Sudah. Sepatuku? Bagus, sudah mengkilap. Sekarang yang bagian atas. Ah, dasiku kurang rapi.” Bryan bergumam sendirian saat menilai penampilannya di depan cermin, “Sempurna!” pujinya pada diri sendiri. Hari ini memang bukan yang pertama kalinya Bryan bekerja untuk Jane dan Harry, karena kemarin ia sudah mengantongi kesan baik dari para bos barunya. Tapi hari ini dirinya akan resmi bekerja, mengantar jemput Harry dari apartemennya ke kantor. Sudah pasti penampilan sopir CEO AoS Fashion haruslah rapi. “Aku siap.” ujarnya mantap sebelum menoleh dan mendekat pada ranjang, di mana Lizzie yang sudah cantik dan wangi tertidur. Bryan mulai mengangkat—menggendong—Lizzie ke pelukannya, “Ayah akan bekerja dulu, Nak. Kau harus tetap menjadi a
“Stu, aku sudah di depan bar ini. Kau sudah memastikan kasir bar itu sudah tahu kalau aku yang akan datang, kan?” Bryan terlihat bicara dengan seseorang di sambungan telepon, “Baiklah, aku masuk sekarang.” sambungnya lalu menutup panggilan. “Ada-ada saja. Kenapa aku masih harus berpura-pura menakuti orang seperti ini lagi?” Bryan menggerutu sebelum masuk ke sebuah bar yang buka selama 24 jam. Kedatangan Bryan ke sana karena Stu meminta tolong padanya untuk menagih uang pesanan ayam olahan yang sudah satu minggu tidak dibayarkan kasir bar pada toko ayam goreng di tempat Bryan bekerja sebelumnya. Di samping itu, yang biasa menagih ke pelanggan memanglah Bryan. Postur tubuhnya yang besar bak binaragawan dan tampangnya yang tegas mampu menakuti para pelanggan yang sulit membayar. Bryan berjalan masuk, langkahnya langsung tertuju pada meja bartender karena hanya di sanalah ia menemukan pekerja bar tersebut, “Hai!” sapan
“Apa katamu? Kau menyuruhku menguntit apa saja yang dilakukan supirmu? Yang benar saja. Memangnya apa yang membuatnya penting di matamu?” dengan ekspresi kesalnya, Milan mengutarakan keberatan. Ia harus mengikuti apa saja yang dilakukan supir Harry, tentu saja itu lelucon.Milan bahkan menyibakkan selimut yang menutupi tubuh polosnya setelah bercinta dengan Harry. Sambil mendengus kesal ia memberi kalimat penolakan lagi, “Kau kira waktuku sangat tidak berharga?” sambungnya sambil memunguti pakaiannya yang berceceran di lantai.Sementara itu Harry juga memosisikan tubuhnya untuk duduk–bersandar di bantalan ranjang, “Kalau kau keberatan, tolong carikan aku orang yang mau membuntutinya. Aku akan membayarnya, tenang saja.”Harry terlihat lebih santai. Ia bahkan mulai menghidupkan rokoknya sambil memperhatikan Milan berpakaian, “Benar. Cari saja orang lain karena kau harus menem
“Jane, Mama bilang bros kesayangannya tertinggal di kamar tamu. Ambilkan dan berikan itu pada supir. Dia yang akan mengantarkan ke mama.” Harry berucap pada Jane seolah tidak terjadi apa-apa di antara mereka sebelumnya.Tanpa menjawab lebih dulu, Jane segera melangkah menuju kamar tamu untuk mencari benda mertuanya yang tertinggal. Setelah itu ia berjalan mendekat ke arah Bryan yang masih berdiri di depan pintu, “Ini, tolong berikan pada ibu mertuaku.”Agak ragu, Bryan seolah berat menatap Jane. Rasa bersalah karena menanggapi ciuman Jane yang tidak disadari itu kembali muncul. Tapi ia harus menjawab nyonya majikannya, bukan?“Baik, Nyonya.” Jawabnya singkat setelah menerima bungkusan kecil berisi bros Nyonya Betty. Akan tetapi sikap Bryan yang masih mematung memperhatikan wajah Jane membuat majikannya itu bertanya.“Kau kenapa, Tuan Bryan? Apa masih ada lagi