Ucapan dari wanita bergaun ungu itu berhasil membuat Ken, Andrew, dan Zya membelalak.Media tidak pernah memberitakan tentang anak haram Andrew. Mereka menulisnya dengan sangat halus, yaitu dengan menyebutnya sebagai anak bungsu Andrew Cyrus atau adik Ken Cyrus.Dan fakta bahwa anak itu lahir dari rahim seorang wanita simpanan, hanya diketahui oleh segelintir orang.Zya mengeratkan genggamannya pada Ken.“A-apa kalian bilang?!” seru Andrew dengan tajam. “Dia bukan anak haram!”Ken memutar bola matanya malas. Lebih baik dia memperhatikan Jade yang mulai menguap di pelukannya.Sangkalan Andrew sangat tidak masuk akal. Padahal kenyatannya, sampai detik ini kolom nama ayah pada akta kelahiran adik tiri Ken, masih kosong.Yang berarti anak itu memang lahir di luar ikatan pernikahan yang sah.“Saya hanya pernah melahirkan Ken dan adiknya yang sudah meninggal sebelum lahir.” Suara seorang wanita paruh baya menyusul di
“Apa wanita simpanan Om Andrew dan adik tiri Ken datang?” tanya Sydney setelah Ken dan Zya menjauh. “Om Andrew tidak akan seberani itu. Di sini banyak keluarga besar Tante Catherine,” jawab Morgan sambil menyapu pandangan ke sekitar. “Syukurlah,” sahut Sydney sambil mengembuskan napas lega. “Kita berdiri di dekat mereka, Darling,” ucap Morgan sambil menarik tangan Sydney lembut. Sydney mengangguk dan mengikuti langkah kaki Morgan. Sereia dan Zaleia yang sedang terjaga, ikut melihat sekitar dengan mata bulat penuh rasa ingin tahu. Bibir merah muda mereka yang basah ikut membulat. Sesekali mereka mengukir senyum yang mengundang orang lain untuk membalasnya. Morgan Draxus yang menggendong seorang bayi di pesta pernikahan, jelas pemandangan langka. Bahkan mereka belum pernah melihat hal seperti ini saat Jade dan Jane masih bayi. “Ken dan Zya akan baik-baik saja, bukan?” tanya Sydney setelah mereka berdiri cukup dekat dengan kumpulan rekan kerja Andrew, tetapi tidak terlalu dekat u
Hari pernikahan Ken dan Zya akhirnya tiba. Diadakan di ballroom Hotel Highvale. Sehingga Sydney dan Morgan memutuskan untuk membawa keempat anak mereka bersama pengasuhnya. Jika mereka butuh istirahat, Sydney tinggal membawanya ke kamar hotel. “Wah, ini pertama kalinya Tuan Morgan dan Nyonya Sydney membawa keempat anaknya!” “Mereka lucu sekali, apalagi yang masih kecil!” “Yang masih kecil biasanya masih sangat merepotkan. Aku lebih suka si kembar pertama, mereka terlihat sangat ceria!” “Terserah mau yang besar atau yang kecil, mereka semua rupawan. Gen kedua orang tuanya sangat bagus!” Beberapa tamu sempat teralihkan pada keluarga itu kala mereka baru tiba di ballroom. Gaun berwarna biru laut milik Sydney sangat indah. Namun wanita itu tidak takut keindahannya berkurang hanya karena menggendong Zaleia. Sementara Sereia ada di gendongan Morgan. Jade dan Jane berjalan sendiri di depan kedua orang tuanya sambil saling menggandeng tangan. Sesekali mereka menatap sekeliling. Kon
Ken terkekeh pelan sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Tangannya sedikit bergetar. “Kau pembaca ekspresi yang buruk!” sahut Ken mengejek. Senyum dan wajah riang khas pria itu kembali. “Ada apa?” tanya Morgan sambil membenarkan jasnya, lalu bersandar kembali ke kursi. Alih-alih menjawab Morgan, Ken mengeluarkan ponsel di sakunya dan menggulirkan layar. Beberapa saat kemudian, Ken menunjukkan layar ponselnya pada Morgan. “Lihatlah.” Morgan mengernyitkan dahi. Namun pria itu tetap menerima ponsel Ken. Layar ponsel Ken yang menyala, menampilkan tajuk berita yang membuat udara di antara mereka berubah tegang. “Pewaris sah Rumah Sakit Keluarga Cyrus resmi diumumkan, anak bungsu yang berhasil bersinar.” Suara Morgan datar saat membaca, tetapi pembuluh darah di pelipisnya mulai menonjol. Bibir pria itu menyeringai tajam, mengingat pembicaraannya dengan Andrew saat Ken dioperasi. Peringatan Morgan jika Andrew berani menyingkirkan nama Ken sebagai pewaris sah. Anak bungsu
Mata Morgan menyipit tajam, menatap Anna dengan intensitas yang membuat udara di sekitar mereka terasa mencekik. Bagaimana bisa kebetulan terjadi selama dua kali berturut-turut? Pertama saat Anna dan Sydney bertemu di komunitas batita. Dan sekarang mereka bertemu lagi di Pusat Pendidikan Highvale, di hari yang sama setelah mereka memindahkan anak-anak dari komunitas lama. Anna pernah menolong Sydney saat berhadapan dengan orang tua murid yang arogan, Morgan sungguh berterima kasih. Namun, Morgan tidak bisa menghilangkan perasaan curiganya. “M-maaf, Tuan Morgan. Saya tidak mengerti maksud Anda,” sahut Anna berusaha tegas, walaupun ada getaran samar dalam suaranya. Anna menegakkan bahu. Sebagai desainer yang sering berhadapan dengan klien intimidatif, Anna telah terlatih menyembunyikan ketakutan di balik topeng profesional. “Jangan coba-coba membohongiku,” timpal Morgan tajam. Setiap kata yang keluar dari bibir Morgan terasa seperti pisau yang diarahkan tepat ke jantung. Morga
Anak buah itu menelan ludah dengan susah payah. Keringat dingin membasahi keningnya. "Keracunan, Tuan," jawab pria itu dengan suara bergetar. "Sampai sekarang tidak ada yang tahu siapa dalangnya. Abrar menjadi kambing hitam dan dipenjara beberapa tahun." Mata Morgan bergerak gelisah ke segala arah. Otaknya berputar cepat, menyusun puzzle yang selama ini tercecer. Tiba-tiba Morgan terkekeh, suara yang terdengar lebih mengerikan daripada tawa. "Pasti ulah Si Tua," simpul Morgan, lalu menatap tajam anak buahnya. "Tugasmu sudah selesai. Pergi." Anak buah Morgan mengangguk cepat, membungkuk dalam, lalu melangkah pergi dengan langkah terburu-buru. "Kau yakin?" Sydney mengaitkan lengannya di lengan Morgan. Mata wanita itu menatap wajah suaminya yang mengeras. Morgan mengangguk tegas. "Tidak ada kandidat lain. Mungkin Si Tua benar-benar mencintai Ibu diam-diam. Lalu dia murka karena ada yang berani membunuh wanita itu." "Masuk akal juga." Sydney mengangguk pelan. Keduanya tahu merek