Beranda / Romansa / Ibu Susu Bukan Pengganti / Bab 3 Melarikan Diri

Share

Bab 3 Melarikan Diri

Penulis: Phine Femelia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-13 09:53:18

"Kamu tega!" kata Denada dengan sedikit gemetar, karena terlalu marah. Seketika air mata gadis itu jatuh dari pelupuk matanya.

"Kamu tega! Santai sekali kamu bicara begitu?! Dia gak cuma calon bayi aku tapi juga, kamu!" sambung Denada dengan teriak dan menuding sebentar kekasihnya itu.

Denada sungguh tidak bisa berpikir tentang Tristan yang ternyata sangat bejat, sungguh di luar prediksinya. Mengingat sang kekasih yang baik dan lembut, Denada berpikir dia mau bertanggung jawab dengan menikahinya meski mungkin, awalnya berat tapi ternyata ... dugaan itu pupus begitu saja. Gadis itu mulai kecewa. Namun, dia terkejut dan mulai kesakitan karena kedua lengannya dicengkeram sehingga merintih kesakitan, "Auww! Ah!"

Gadis itu melihat wajah sang kekasih jadi membesar karena jarak di antara mereka terkikis. Wajah pemuda itu menakutkan penuh ancaman dan intimidasi, seperti seorang bajingan.

"Kamu berani menampar aku?! Aku sudah bilang alasan gak bisa menikahi kamu! Kamu mau makan apa?! Seharusnya kamu terima kasih sama aku karena masih memikirkan masa depan! Pertimbanganku banyak, aku bukan orang yang ego! Aku gak mau tau! Pokoknya kamu harus mengugurkan kandungan itu! Cari dokter yang mau! Aku pasti akan membiayainya asalkan kamu menuruti semua yang aku perintahkan!" teriak Tristan di depan wajah Denada.

Sontak gadis itu menolak dengan tidak kalah berteriak, "Aku gak mau menggugurkan kandungan ini! Dia bayi kita! Dia gak berdosa! Dia harus--"

Pemuda itu menyela ucapan Denada dengan tatapan murka, "Kalau kamu gak mau menggugurkan, aku yang akan menyeret buat pergi ke sana, bahkan kalau nyawa kamu taruhannya aku gak peduli."

Seketika, Tristan mendorong tubuh kekasihnya itu dengan kasar sehingga Denada semakin merasa kesakitan dan sedikit berjalan mundur. Pemuda itu merapikan sebentar jasnya dengan sikap yang mulai dingin. Denada juga masih terkejut dengan ucapan kekasihnya itu.

"Apa tadi yang kamu katakan? Nyawa aku? Gak. Kenapa kamu sudah berubah begini? Kamu sudah gak peduli lagi dengan nyawa aku?" tanya Denada dengan merasa tidak menyangka.

Seolah tidak mendengarkan ucapan Denada, justru Tristan berucap hal lain, "Ingat satu hal."

Tristan mengangkat telunjuknya dengan tatapan mengancam dan lanjut berkata, "Aku bisa berbuat apa pun, kalau sampai aku mendengar kamu belum juga mengugurkan kandungan itu! Aku akan bantu carikan dokter yang bisa melakukannya! Setelah itu kita harus menemuinya!"

Tatapan Tristan berubah bengis dan Denada terkejut mendengar ancaman dari sang kekasih, lalu mulai berjalan mundur dengan pelan dan semakin lama gelisah. Denada tidak mau hal itu terjadi dengan kandungannya. Sudah cukup kesalahan terbesar dalam hidupnya tentang percintaan yang dilakukan bersama. Kalau sampai kandungannya juga digugurkan pasti dia akan semakin hancur karena rasa bersalah yang menghantui hidupnya. Air mata mulai menggenangi kedua mata Denada dan tanpa berpikir panjang, dia segera berlari menuju pintu lalu keluar. Dia berlari kencang dengan mengeluarkan air mata.

"Gak. Aku gak mau. Aku gak akan sanggup menjalani hidup dengan rasa bersalah buat kedua kalinya," batin Denada dengan menggeleng keras. Denada pergi meninggalkan kantor Tristan dengan merasakan kekecewaan yang teramat dalam.

***

Denada baru sampai di rumah dan segera menuju kamarnya lalu masuk dan berjalan mondar-mandir dengan pikiran yang berkecamuk. Gadis itu membatin, "Aku gak tenang, gak bisa begini. Aku harus gimana? Mengingat ancaman dari Tristan, satu sisi aku gak percaya tapi melihat mimiknya--"

Denada menggeleng keras dan memikirkan kejadian yang terjadi ketika di kantor Tristan tadi, lalu memegang pelan perutnya dan melihat dan berbicara di dalam hati dengan merasa sedih, "Aku gak mau melakukan kesalahan lagi."

Denada melihat sebentar ke arah lain dengan memikirkan nasibnya dan tidak semangat. Sejak tahu tentang kehamilannya, semangat untuk menjalani hidup memang tidak ada lagi. Hal itu membuat dia merasa sedih dan miris lalu berbicara dalam hati, "Tris, kamu tega. Kamu gak mau tanggung jawab sama aku dan anak kita."

Gadis itu kembali memikirkan kejadian lalu di siang hari, dimana mereka melakukan hubungan terlarang, tanpa ikatan pernikahan. Dia terhanyut, masih ingat semua sentuhan kekasihnya itu. Begitu lembut dan hati-hati, seolah sudah terbiasa, padahal mereka melakukannya untuk pertama kali. Sisa-sisa sentuhannya masih terasa, kenangan yang tak bisa dilupakan. Hal itu membuat dia merasa sedih dan semakin lama ingat kembali ucapan sang kekasih, terakhir kali ketika di kantor. Perubahan yang drastis, dia kasar dan bejat. Alhasil, gadis itu berusaha melupakan setiap kenangan indah bersama Tristan. Saat ini, dia memikirkan hal penting yaitu langkah selanjutnya yang harus dilakukan.

"Daripada sudah gak tenang tinggal di sini, lebih baik aku pergi saja yang jauh. Hidup aku sudah terancam. Aku juga gak mungkin tega menggugurkan kandungan ini," batin Denada dengan merasa sedih. Gadis itu berdiri di dekat lemari bajunya dan mengingat kembali perkataan Tristan untuk mengancamnya. Denada mengeluarkan air mata, selain sedih juga takut.

"Dalam hitungan menit kamu berubah. Aku gak menyangka kamu bisa mengancam aku padahal aku kenal sama sifat kamu yang lembut. Semua ini bagai mimpi buatku," batin Denada dengan menggeleng keras.

Semakin lama Denada hanyut akan rasa sedihnya dan air mata mengalir deras dari pelupuk matanya, meratapi nasib. Cukup lama merintih dalam tangisan, akhirnya dia berusaha berhenti menangis dan menghapus sebentar sisa air mata yang membasahi kedua tulang pipinya. Denada membuka lemari baju dan berbicara di dalam hati, "Aku harus segera pergi dari sini. Aku paham kalau Tristan sudah bertindak, pasti itulah yang terjadi."

Denada berusaha yakin untuk pergi dari rumah masa kecilnya itu lalu mengeluarkan kopornya dan semua baju dari dalam lemari itu. Dia memasukkan dan menutup resleting kopornya, lalu memegang dan menarik pegangan kompor itu meninggalkan rumah.

Sebelum sampai di depan pintu gerbang, gadis itu berhenti berjalan dan membalikkan badannya lalu mengeluarkan air kata karena memikirkan dirinya yang harus mengubur kenangan rumah itu tentang semua orang yang disayang. Entah orang tuanya bahkan Tristan karena rumah itu juga jadi saksi bisu kebahagiaan dirinya bersama sang kekasih yang tidak mau bertanggung jawab. Semakin lama dirinya menyadari bahwa harus berusaha bisa meninggalkan rumah itu maka berjalan pergi.

Di tempat lain ....

Seorang istri mengetuk sebentar pintu ruang kerja suaminya. Terdengar suara dari dalam untuk menyuruh masuk. Wanita itu membuka pintu dan masuk dengan melihat sang suami yang sudah terlebih dulu melihatnya dengan senyum cerah.

"Sayang? Akhirnya kamu datang," kata sang suami dengan bahagia. Pria itu berdiri dan sang istri tersenyum dengan berjalan menghampiri suaminya lalu berdiri di samping dan memeluk pinggangnya. Dia membalas pelukan itu dengan mesra.

"Ayo pulang," kata dia dengan sikap manja.

"Sebentar lagi ya? Tinggal sedikit," kata sang suami lembut.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 10 Tidak Minta Dikasihani

    Di tengah kerumunan, Pak RT berdiri dengan tangan bersedekap, matanya menatap Denada dengan seksama dan merasa ingin tahu."Mamamu siapa, Neng?" tanya Pak RT, nadanya tidak menghakimi, tapi di sisi lain merasa penasaran agar lebih jelas maksud ucapan Denada."Rianti Valentine. Memang beliau tidak sempat mengajak saya datang ke sini karena mama berperang melawan penyakitnya. Dia pindah dari sini karena menikah sama papa saya, Pak," jawab Denada lirih, mengingat tentang kedua orang tuanya.Seketika, kening Pak RT berkerut, tanda mengingat ucapan Denada. Hal ini berkenaan dengan salah satu warganya terdahulu, dia berusaha untuk mengingat kenangan yang sudah lama termakan usia dan secara perlahan mulai teringat sesuatu, terlihat dari sorot kedua matanya."Ya ampun, Mbak Rianti itu? Iya, iya ... saya sudah ingat. Dia itu wanita yang baik, sopan, suaminya yang dari kota itu, ya? Waktu pindah ke kota, dia sempat pamit ke rumah saya dan memberikan bingkisan. Astaga. Sudah berapa puluh tahun,

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 9 Sedang Melabrak

    Ketika, sepasang suami isteri itu ada di depan rumah, gerombolan warga datang sehingga mereka berhenti berjalan. Salah satu dari mereka berseru, "Nah! Ini Pak RT! Kebetulan sekali!"Mereka langsung menceritakan semua yang terjadi di rumah kontrakkan Denada dengan sesekali menambahkan, agar terkesan meyakinkan. Bu Bagas selaku istri dari Pak RT, jadi tidak tenang. Dia sudah sepenuhnya terhasut oleh aduan dari warga."Sabar, Ibu-ibu. Lebih baik kita langsung datang ke sana dan jangan main hakim sendiri. Jangan sampai nama baik desa ini tercoreng karena warganya yang main hakim sendiri," kata Pak RT berseru dan menenangkan emosi para warga. Akhirnya mereka setuju dan segera menuju ke kontrakkan Denada. Hal itu juga mengundang rasa ingin tahu anak Pak RT yang masih duduk di bangku SMA sehingga ikut serta datang ke sana.Ketika mereka hampir saja sampai, Pak RT merentangkan kedua tangannya untuk memberikan isyarat agar semua warga berhenti lalu menghimbau dengan berkata tenang, "Ibu-ibu, m

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 8 Membuat Ulah

    "Gak mungkin, Bu RT. Kalau memang bener yang dikatakan Ibu begitu, seharusnya waktu pertama kali datang ke sini dia itu sama suaminya, kan? Lah, buktinya dia datang sendiri lalu mendadak kita tahu kalau ternyata hamil. Kampung kita ini terkenal bersih, kalau ada yang seperti itu lalu nanti ditiru sama semua anak muda gimana? Mau dibawa kemana negara ini, Bu?" kata wanita itu, mendesak Bu Bagas untuk percaya dengan ucapannya.Bu RT menghela napas pelan dan menggeleng-gelengkan kepalanya, dia berusaha untuk tetap adil antara satu warga dengan warga lainnya, apalagi selama ini tahu bahwa Denada bekerja keras dengan hanya mengandalkan warung kecilnya itu. Bu Bagas berkata, "Bu, kita tidak boleh bicara tanpa bukti, nanti kalau Ibu dituntut dengan pencemaran nama baik gimana? Kita harus hati-hati dalam menilai orang."Wanita itu masih bersikeras memutar otaknya untuk cari ide agar Bu Bagas percaya dirinya sehingga bisa mengusir Denada. Dia berkata, "Bu, sebenarnya bukan cuma saya yang liat

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 7 Nyinyiran Tetangga

    Bab 7 Nyinyiran TetanggaDenada melihat perutnya dan membatin dengan mimik terharu, "Sabar, ya, Nak. Selalu doakan mamamu ini, biar bisa cari uang yang banyak buat proses kelahiranmu nanti."Dia merasa terharu karena sampai detik ini masih bertahan hidup. Dia yakin bahwa semuanya itu kekuatan dari sang calon bayi.Keesokan harinya. Pukul 05.30.Denada sudah siap membuka warungnya kembali. Setiap hari menjadi rutinitasnya, dan ramai dari pembeli. Nyaris tidak ada waktu untuk duduk, meski kedua kaki pegal tapi dia berusaha menahan lelah di tubuhnya, demi kehidupan calon bayi. Dulu, ketika dia harus memenuhi kebutuhan untuk dirinya sendiri saja, selalu dengan semangat apalagi sekarang, dimana dirinya akan menjadi calon orang tua tunggal.Menjelang sore hari, pukul 14.00, dia baru bisa duduk untuk istirahat, lalu meraih kotak kecil yang sudah disediakan untuk mengisi perutnya. Saat ini, yang butuh asupan nutrisi bukan hanya dia tapi janin yang dikandungnya."Mbak, nasi bungkus satu sama m

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 6 Usaha Yang Berkembang

    Denada menyapu tempat itu untuk mencari bus yang tersedia dan bertanya dengan petugas di sana. Akhirnya diarahkan ke bus yang terparkir di ujung sendiri. Denada melangkahkan kakinya menuju bus itu dan tanya kepada seorang lelaki paruh baya tentang tujuan bus itu. Mendengar tujuan yang dicapai sesuai dengan rencananya maka gadis itu naik dan duduk di bangku bagian tengah.Sementara itu, di tempat lain ...Seorang wanita yang sudah terlelap, merasa dipeluk dan dicium mesra oleh seseorang. Dia membuka kedua mata dengan pelan. Sayup-sayup mendengar bisikan lembut di telinganya dan melihat sang suami yang ternyata sudah pulang."Kamu, Sayang?" tanya dia, untuk meyakinkan dirinya tidak salah lihat karena membuka kedua mata."Siapa lagi, Sayang? Hmm? Apa masih tanya?" bisik sang suami lembut. Kedua mata wanita itu sudah terbuka sepenuhnya, lalu tersenyum malu dan mereka saling menatap.Namun, wanita itu melepaskan tatapan untuk melihat jam dinding. Sontak dia mengerucutkan bibirnya dan berka

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 5 Ke Daerah Lain

    "Ya, tentu saja. Aku yang pernah cerita tentang mujizat sama kamu," kata sang istri. Pria itu tersenyum dan berkata dengan nada pelan, "Kita gak akan pernah tahu kalau ternyata ada mujizat yang menanti di depan. Dokter boleh mendiagnosa tapi tetap kehendak 'takdir' yang bicara. Selama hidup bareng kamu, aku akan percaya tentang mujizat." Mereka kembali berpelukan dan sang istri bicara dengan merasa bahagia, "Sayang, aku beruntung banget dijodohkan sama kamu." Ya. Mereka bertemu karena perjodohan dari kedua orang tua masing-masing yang bertemu dalam urusan bisnis. Namun, mereka menyetujui perjodohan bukan karena bisnis tapi secara naluri saling menemukan kecocokkan, dan memiliki perasaan kuat bahwa jodoh sudah dekat. "Aku yang bahagia. Kamu sosok yang lembut dan tangguh ya, meskipun keras kepala," kata sang suami dengan mengangkat bahu. Dia sengaja sedikit jahil agar bisa menghilangkan ketegangan yang baru saja terjadi di antara mereka, sedangkan sang istri pura-pura kesal dengan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status