بيت / Romansa / Ibu Susu Bukan Pengganti / Bab 2 Penolakan Keras

مشاركة

Bab 2 Penolakan Keras

مؤلف: Phine Femelia
last update آخر تحديث: 2025-11-13 09:52:47

Selama ini dia memang belum diperkenalkan oleh Tristan kepada orang tuanya. Hubungan mereka juga masih berjalan setahun dan belum pernah ada percakapan mengenai masa depan. Gadis itu juga tidak pernah menyangka bahwa hal terlarang yang dilakukannya bersama Tristan bisa langsung menghasilkan benih karena mereka cuma melakukan sekali. Dia sampai di ruang kerja Tristan dan mengetuk sebentar pintunya. Beberapa menit kemudian, terdengar suara lelaki yang disayangnya itu menyuruh masuk.

Denada membuka pintu dan masuk lalu Tristan yang memeriksa beberapa lembar kertas yang berisi dokumen penting, segera berhenti untuk melanjutkan dan melihat pacarnya itu lalu berkata dengan senyum lebar, "Hai, Sayang."

Denada berusaha tersenyum sebaik mungkin dan berdiri di hadapannya yang terhalang oleh meja kerja lalu berkata dengan nada pelan, "Aku chat kamu tapi belum dibales makanya langsung ke sini."

"Aku memang belum melihat chat dari terakhir memegang ponsel. Dari tadi aku harus memeriksa banyak dokumen. Maaf ya?" kata Tristan lembut.

"Gak apa-apa. Kamu masih sangat sibuk ya?" tanya Denada lirih. Tristan melihat mimik kekasihnya yang beda. Entahlah. Dia tidak paham apa itu karena baru sekarang Denada menunjukkan mimik begitu.

"Ada apa?" tanya Tristan dengan meletakkan pulpen. Pemuda itu berdiri dan berjalan menghampiri sang kekasih, lalu berdiri di hadapannya dan memasukkan kedua tangan ke sisi saku celana panjangnya yang berbahan kain itu.

Tanpa basa basi, gadis itu mengambil hasil tes kehamilan dari dalam tasnya dan memberikan kepada Tristan. Pemuda itu melihat benda yang diberikannya dan berpikir keras lalu bertanya dengan kebingungan, "Apa itu? Maksud aku ... itu seperti alat tes kehamilan, bukan? Hubungannya dengan aku apa?"

"Lebih baik kamu lihat dulu hasilnya," kata Denada lirih.

"Jadi ada hubungannya dengan aku?" tanya Tristan dengan alis yang bertaut tanda berpikir keras. Denada jadi memikirkan kemungkinan terburuknya tapi sebelum terjadi pikiran itu segera ditepis, mungkin saja cuma dugannya. Tristan mengambil benda itu dari tangan sang kekasih dan melihat hasilnya dengan tatapan datar.

"Dua garis?" tanya pemuda itu dengan mengangkat salah satu alisnya. Dijawab anggukkan oleh Denada.

Namun, pertanyaan yang didengarnya membuat gadis itu kecewa, "Jadi?"

Sebelum protes, gadis itu memilih untuk jawab pertanyaan sang kekasih dengan lirih, "Itu hasilku."

Pengakuan Denada sontak membuat kedua mata Tristan terbuka lebar dan gadis itu menatapnya untuk menimbang maksud mimik sang kekasih yang ada di hadapannya.

"Aku memang ... terlambat satu bulan. Aku juga sudah mulai mengalami tanda yang biasa terjadi dengan perempuan hamil. Di pagi hari aku mual, perut gak nyaman banget, kadang mendadak pusing," kata Denada, berusaha menjelaskan meski ragu.

Gadis itu menundukkan kepalanya sedikit dengan berpikir sebentar dan lanjut berkata lirih, "Ternyata beneran aku ... hamil."

Tristan berusaha meyakinkan dirinya bahwa tidak salah mendengar. Sesaat, pemuda itu terdiam dan kembali mendengarkan perkataan Denada, "Siap atau gak aku harus menerima tapi ...."

Ucapan gadis itu menggantung lalu mengangkat wajahnya dengan gerakan pelan. Dia melihat sang kekasih dan berusaha yakin untuk melanjutkan ucapannya, "Kamu juga harus tanggung jawab sebagai papanya."

Sontak Tristan menuding sebentar sang kekasih dengan telunjuk kanannya untuk bicara sesuatu, disertai mimik yang bingung. Namun, justru dia lupa apa yang akan diungkapkan sehingga berpikir keras untuk menata rasa yang berkecamuk dengan melihat ke arah lain sedangkan Denada ... menunggu. Di sisi lain, gadis itu bertanya di dalam hati, "Kenapa justru reaksinya begitu? Tidak sesuai harapan. Gak mungkin."

Pikiran gadis itu jadi rumit dan perasaannya jadi tidak enak lalu mendengar ucapan yang terlontar dari bibir kekasihnya, "Kamu masih terlambat satu bulan, kan? Belum tentu juga itu tanda hamil lalu tentang hasilnya ... benda ini bisa saja salah. Lalu, reaksi yang terjadi sama tubuh kamu, bisa saja karena kecapekan. Iya. Kamu kecapekan makanya kalau kerja jangan sering lembur. Tubuh kamu butuh istirahat karena--"

Denada menyela ucapan sang kekasih dengan nada menantang, "Apa kamu mau bukti? Gimana kalau periksa ke dokter saja?"

"Gak," sontak Tristan menjawab dengan tegas.

Tristan menggeleng keras lalu lanjut berkata dengan meyakinkan sang kekasih, "Buat apa? Kamu gak hamil. Aku yakin."

"Tris, kamu jangan bilang gak. Semua itu bener. Aku gak pernah terlambat mensturasi sampai satu bulan. Belum lagi hasil ini. Benda ini aku beli di apotik yang terpercaya keakuratannya, dan aku beli bukan harga murah. Kenapa kamu gak mau menerima kenyataannya? Atau jangan-jangan kamu--"

Gadis itu menggantung ucapannya karena menebak hal buruk yang akan dilakukan sang kekasih sehingga kedua matanya berkaca-kaca lalu lanjut berkata dengan terbelalak, "Kamu mau lari dari tanggung jawab?"

"Tutup mulutmu!" kata Tristan dengan menuding kekasihnya dan tatapan mengeras.

"Lalu apa? Seharusnya kamu langsung menerima atau justru senang. Aku tahu, meskipun benih ini ada sebelum ikatan pernikahan terjadi tapi ... aku hamil juga atas perbuatan kita. Kita juga melakukannya dengan sadar dan saling mau. Dan, hal yang tak diduga terjadi, seharusnya kamu menerima dengan ikhlas. Apa yang dilakukan kemarin, kita harus bisa mempertanggung jawabkan jadi--"

Tristan menyela ucapan Denada dengan marah, "Sstt ... sudah! Diam! Kenapa justru kamu ceramah?! Kamu sok suci, tau!"

Gadis itu terkejut. Baru sekarang terlihat, sang kekasih bisa marah kepada dirinya karena selama menjalin hubungan, dia memperlakukan dengan baik dan lembut.

"Dengarkan ucapan aku baik-baik. Aku, lelaki yang bertanggung jawab," kata Tristan dengan mengernyit.

"Kalau begitu buktikan ucapan kamu," kata Denada dengan nada menantang. Kenyataannya, pemuda itu merasa ragu sehingga bibir itu membentuk gerakan kecil, antara ingin bicara tapi tertahan. Dan, dia menghela napas dengan pikiran yang rumit, memijat sebentar pelipisnya sedangkan Denada menatap sang kekasih dengan merasa tidak mengerti. Bukan tanpa alasan dirinya ragu.

"Kamu tahu, kan? Aku harus bergabung dengan kantor papaku. Aku sedang merintis dan membangun kepercayaan papa buat aku. Aku belum mampu melakukan apa pun, masih butuh banyak belajar buat bisa mengambil alih kantor papa, apalagi kalau papa sampai tahu ada perempuan yang hamil karena aku ya ... kamu tahu sendiri, kan? Belum lagi, kalau aku harus menikahi kamu, aku ... maksud aku ... gimana dengan kerjaannya? Aku juga belum bisa memenuhi semua kebutuhan kita, kelak. Jadi aku mau kamu gugurkan bayi itu," kata Tristan dengan melihat ke arah lain.

Denada terkejut. Dia tidak menyangka Tristan akan mengatakan hal sejahat bahkan sebejat itu, apalagi dengan lantang. Seketika ....

Plaak!!!

Suara tamparan menggema di seluruh ruangan itu sehingga wajah Tristan teralihkan ke samping. Kedua mata pemuda itu membulat sempurna karena terkejut. Semakin lama pipinya memerah akibat hasil karya Denada. Tristan menoleh dan melihat sang kekasih dengan merasa tidak menyangka.

استمر في قراءة هذا الكتاب مجانا
امسح الكود لتنزيل التطبيق

أحدث فصل

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 10 Tidak Minta Dikasihani

    Di tengah kerumunan, Pak RT berdiri dengan tangan bersedekap, matanya menatap Denada dengan seksama dan merasa ingin tahu."Mamamu siapa, Neng?" tanya Pak RT, nadanya tidak menghakimi, tapi di sisi lain merasa penasaran agar lebih jelas maksud ucapan Denada."Rianti Valentine. Memang beliau tidak sempat mengajak saya datang ke sini karena mama berperang melawan penyakitnya. Dia pindah dari sini karena menikah sama papa saya, Pak," jawab Denada lirih, mengingat tentang kedua orang tuanya.Seketika, kening Pak RT berkerut, tanda mengingat ucapan Denada. Hal ini berkenaan dengan salah satu warganya terdahulu, dia berusaha untuk mengingat kenangan yang sudah lama termakan usia dan secara perlahan mulai teringat sesuatu, terlihat dari sorot kedua matanya."Ya ampun, Mbak Rianti itu? Iya, iya ... saya sudah ingat. Dia itu wanita yang baik, sopan, suaminya yang dari kota itu, ya? Waktu pindah ke kota, dia sempat pamit ke rumah saya dan memberikan bingkisan. Astaga. Sudah berapa puluh tahun,

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 9 Sedang Melabrak

    Ketika, sepasang suami isteri itu ada di depan rumah, gerombolan warga datang sehingga mereka berhenti berjalan. Salah satu dari mereka berseru, "Nah! Ini Pak RT! Kebetulan sekali!"Mereka langsung menceritakan semua yang terjadi di rumah kontrakkan Denada dengan sesekali menambahkan, agar terkesan meyakinkan. Bu Bagas selaku istri dari Pak RT, jadi tidak tenang. Dia sudah sepenuhnya terhasut oleh aduan dari warga."Sabar, Ibu-ibu. Lebih baik kita langsung datang ke sana dan jangan main hakim sendiri. Jangan sampai nama baik desa ini tercoreng karena warganya yang main hakim sendiri," kata Pak RT berseru dan menenangkan emosi para warga. Akhirnya mereka setuju dan segera menuju ke kontrakkan Denada. Hal itu juga mengundang rasa ingin tahu anak Pak RT yang masih duduk di bangku SMA sehingga ikut serta datang ke sana.Ketika mereka hampir saja sampai, Pak RT merentangkan kedua tangannya untuk memberikan isyarat agar semua warga berhenti lalu menghimbau dengan berkata tenang, "Ibu-ibu, m

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 8 Membuat Ulah

    "Gak mungkin, Bu RT. Kalau memang bener yang dikatakan Ibu begitu, seharusnya waktu pertama kali datang ke sini dia itu sama suaminya, kan? Lah, buktinya dia datang sendiri lalu mendadak kita tahu kalau ternyata hamil. Kampung kita ini terkenal bersih, kalau ada yang seperti itu lalu nanti ditiru sama semua anak muda gimana? Mau dibawa kemana negara ini, Bu?" kata wanita itu, mendesak Bu Bagas untuk percaya dengan ucapannya.Bu RT menghela napas pelan dan menggeleng-gelengkan kepalanya, dia berusaha untuk tetap adil antara satu warga dengan warga lainnya, apalagi selama ini tahu bahwa Denada bekerja keras dengan hanya mengandalkan warung kecilnya itu. Bu Bagas berkata, "Bu, kita tidak boleh bicara tanpa bukti, nanti kalau Ibu dituntut dengan pencemaran nama baik gimana? Kita harus hati-hati dalam menilai orang."Wanita itu masih bersikeras memutar otaknya untuk cari ide agar Bu Bagas percaya dirinya sehingga bisa mengusir Denada. Dia berkata, "Bu, sebenarnya bukan cuma saya yang liat

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 7 Nyinyiran Tetangga

    Bab 7 Nyinyiran TetanggaDenada melihat perutnya dan membatin dengan mimik terharu, "Sabar, ya, Nak. Selalu doakan mamamu ini, biar bisa cari uang yang banyak buat proses kelahiranmu nanti."Dia merasa terharu karena sampai detik ini masih bertahan hidup. Dia yakin bahwa semuanya itu kekuatan dari sang calon bayi.Keesokan harinya. Pukul 05.30.Denada sudah siap membuka warungnya kembali. Setiap hari menjadi rutinitasnya, dan ramai dari pembeli. Nyaris tidak ada waktu untuk duduk, meski kedua kaki pegal tapi dia berusaha menahan lelah di tubuhnya, demi kehidupan calon bayi. Dulu, ketika dia harus memenuhi kebutuhan untuk dirinya sendiri saja, selalu dengan semangat apalagi sekarang, dimana dirinya akan menjadi calon orang tua tunggal.Menjelang sore hari, pukul 14.00, dia baru bisa duduk untuk istirahat, lalu meraih kotak kecil yang sudah disediakan untuk mengisi perutnya. Saat ini, yang butuh asupan nutrisi bukan hanya dia tapi janin yang dikandungnya."Mbak, nasi bungkus satu sama m

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 6 Usaha Yang Berkembang

    Denada menyapu tempat itu untuk mencari bus yang tersedia dan bertanya dengan petugas di sana. Akhirnya diarahkan ke bus yang terparkir di ujung sendiri. Denada melangkahkan kakinya menuju bus itu dan tanya kepada seorang lelaki paruh baya tentang tujuan bus itu. Mendengar tujuan yang dicapai sesuai dengan rencananya maka gadis itu naik dan duduk di bangku bagian tengah.Sementara itu, di tempat lain ...Seorang wanita yang sudah terlelap, merasa dipeluk dan dicium mesra oleh seseorang. Dia membuka kedua mata dengan pelan. Sayup-sayup mendengar bisikan lembut di telinganya dan melihat sang suami yang ternyata sudah pulang."Kamu, Sayang?" tanya dia, untuk meyakinkan dirinya tidak salah lihat karena membuka kedua mata."Siapa lagi, Sayang? Hmm? Apa masih tanya?" bisik sang suami lembut. Kedua mata wanita itu sudah terbuka sepenuhnya, lalu tersenyum malu dan mereka saling menatap.Namun, wanita itu melepaskan tatapan untuk melihat jam dinding. Sontak dia mengerucutkan bibirnya dan berka

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 5 Ke Daerah Lain

    "Ya, tentu saja. Aku yang pernah cerita tentang mujizat sama kamu," kata sang istri. Pria itu tersenyum dan berkata dengan nada pelan, "Kita gak akan pernah tahu kalau ternyata ada mujizat yang menanti di depan. Dokter boleh mendiagnosa tapi tetap kehendak 'takdir' yang bicara. Selama hidup bareng kamu, aku akan percaya tentang mujizat." Mereka kembali berpelukan dan sang istri bicara dengan merasa bahagia, "Sayang, aku beruntung banget dijodohkan sama kamu." Ya. Mereka bertemu karena perjodohan dari kedua orang tua masing-masing yang bertemu dalam urusan bisnis. Namun, mereka menyetujui perjodohan bukan karena bisnis tapi secara naluri saling menemukan kecocokkan, dan memiliki perasaan kuat bahwa jodoh sudah dekat. "Aku yang bahagia. Kamu sosok yang lembut dan tangguh ya, meskipun keras kepala," kata sang suami dengan mengangkat bahu. Dia sengaja sedikit jahil agar bisa menghilangkan ketegangan yang baru saja terjadi di antara mereka, sedangkan sang istri pura-pura kesal dengan

فصول أخرى
استكشاف وقراءة روايات جيدة مجانية
الوصول المجاني إلى عدد كبير من الروايات الجيدة على تطبيق GoodNovel. تنزيل الكتب التي تحبها وقراءتها كلما وأينما أردت
اقرأ الكتب مجانا في التطبيق
امسح الكود للقراءة على التطبيق
DMCA.com Protection Status