Home / Romansa / Ibu Susu Bukan Pengganti / Bab 4 Pakai Alasan Apa?

Share

Bab 4 Pakai Alasan Apa?

Author: Phine Femelia
last update Huling Na-update: 2025-11-13 09:53:47

"Mau sampai kapan kamu kerja terus kayak gini? Sekarang sudah jam berapa? Sudah malam juga," kata dia dengan mengerucutkan bibirnya. Pria itu menatap dalam sorot kedua mata istrinya. Semakin lama menemukan sesuatu, seperti tebakan sebelumnya kalau pasti terjadi sesuatu dengan istrinya itu.

"Kamu kenapa? Hmm?" tanya dia lembut. Dia mengelus pelan pucuk kepala istrinya itu tapi justru sang istri menggeleng berusaha menutupi semuanya.

"Kamu jangan bohong sama aku. Ada apa? Ayo cerita, Sayang," kata dia dengan tatapan intens. Dia berhenti mengelus dan melihat wanita yang amat disayangnya itu berpikir keras. Akhirnya wanita itu tidak bisa menutupi wajah masam di hadapan sang suami.

"Kamu yakin tanya begini sama aku?" tanya dia dengan suara pelan. Dia melepaskan pelukan dengan pelan, sangat tidak semangat. Pria itu masih tidak mengalihkan tatapan dari wajah istrinya dan semakin lama mengerti isi pikirannya. Dia melepaskan pelukan dan duduk di ujung meja kerjanya lalu melihat ke lantai dengan berpikir keras dan akhirnya memegang kedua tangan istrinya.

"Gak cuma kamu tapi aku juga," kata dia dengan suara pelan. Dia menghela napas berat dan melihat istrinya kembali.

"Tapi kita memang gak punya pilihan lain dan selalu ingat, aku menerima kamu apa adanya, Sayang," kata dia meyakinkan sang istri.

"Aku minta maaf," kata sang istri tidak semangat, menatap suaminya dengan sendu. Dia paham penyebab sang suami lebih banyak menghabiskan waktu di kantor karena tidak adanya anak di tengah keluarga kecil mereka. Wanita itu pernah mengungkapkan hal ini, tapi sang suami menenangkan bahwa apa yang dikatakan itu salah. Namun, dia tidak bisa percaya ucapan yang keluar dari bibir menarik sang suami. Siapa yang tahu isi hati orang, kan?

"Sayang, jangan menatap seperti itu. Dan, sampai kapan kamu terus minta maaf? Aku sungguh sudah ikhlas," kata dia dengan sesekali mengelus lembut kedua tangan putih milik istrinya itu.

"Tapi ... apa selamanya kita cuma akan berdua terus?" tanya istrinya sedih. Pria itu merasa tidak mengerti maksud pertanyaan istrinya. Bukankah seharusnya tidak perlu dipertanyakan lagi? Namun, semakin lama dia menebak, wanita yang ada di depannya itu ingin dihibur lagi. Dia mau bicara tapi tidak jadi karena mendengar perkataan yang keluar dari bibir istrinya itu.

"Apa kamu gak menginginkan anak yang bukan dari rahimku sendiri?" tanya sang istri lirih.

Dia merasa heran dan bertanya, "Maksud kamu?"

Seketika dia terkejut memikirkan hal buruk yang diminta oleh sang istri. Hal itu membuat jantungnya berdetak kencang karena merasa gelisah. Dia berkata lirih, "Anak dari rahim wanita lain."

Bergumam lembut, sehingga sang istri tidak mendengarnya. Seketika pria itu membelalakkan kedua mata, ternyata dugaan dia tidak salah padahal berharap pikirannya yang terlalu buruk. Tanpa sadar dia melepaskan kedua tangan sang istri dan berbicara dengan mengernyit, "Maks ... maksud kamu apa, Sayang? Kamu jangan sembarangan. Aku paham kamu sangat sedih. Kamu terpuruk tapi kamu harus selalu ingat, aku juga terpuruk."

"Kamu gak mau usaha? Gak cuma sementara tapi selamanya aku gak bisa memberikan kamu anak. Ak ... aku--"

Pria itu menyela ucapan sang istri apalagi melihatnya mengeluarkan air mata lalu berkata, "Sudah. Cukup. Gak perlu dilanjutkan lagi. Ini memang ujian pernikahan kita. Pernikahan gak ada yang mulus. Kamu tega bicara begitu sama aku. Kamu--"

Wanita itu tidak kalah menyela ucapan sang suami dengan berkata, "Gak ada pilihan lain. Sayang, aku sangat merindukan kehadiran anak. Sepuluh tahun kita menanti dan ternyata ... aku yang membuat semuanya. Aku yakin kamu juga seperti aku. Kita itu sama. Dari beberapa hari yang lalu, aku mencari semua data panti asuhan yang resmi."

Dia berusaha berhenti mengeluarkan air mata dan terdengar pertanyaan dari sang suami dengan mimik bingung, "Apa?"

"Ya. Aku sedang mencari. Aku menemukan beberapa. Kita bisa ambil dari sana atau mungkin kamu punya teman yang rela membiarkan anaknya diserahkan ke kita karena gak mampu membiayai? Kita bisa menerimanya," kata sang istri memohon.

Seketika pria itu merasa tidak menyangka. Satu sisi masih bingung sehingga berkata lirih, "Sebentar, Sayang. Jadi maksud kamu, yang bilang anak dari rahim wanita lain itu ... ambil di panti asuhan atau orang lain yang merelakan anaknya untuk diadopsi kita?"

"Gak cuma diadopsi tapi memang kita angkat jadi anak. Kita urus secara hukum," kata dia lirih dan berhenti mengeluarkan air mata.

Satu sisi merasa lega. Satu sisi merasa sungguh konyol dia bisa menebak sejauh itu dan berkata di dalam hati lirih, "Astaga, Sayang."

"Sayang, kamu setuju, kan? Kita gak punya pilihan lain. Kita gak mungkin mengangkat anak dari Kak Erna meski dia menginginkan hal itu terjadi. Kita mau nyimpan rahasia ini dari orang tua maupun saudara," kata wanita itu, coba memberi pengertian kepada suaminya.

"Iya. Iya. Aku paham," kata dia lirih. Dia menghapus pelan sisa air mata istrinya dengan ibu jari hingga terhapus semuanya, lalu meraih tubuh sang istri dan memeluk dengan erat.

"Aku gak mau kehilangan kamu, Sayang," bisik dia dengan merasakan isi hati terdalamnya. Awalnya wanita itu merasa heran karena seketika pria yang sangat dicintainya itu bicara begitu sehingga timbul kerutan di keningnya tapi menghiraukan. Barangkali hanya perasaannya saja yang sangat sensitif karena memikirkan masalah yang membuat tertekan lalu memeluk sang suami.

"Aku juga makanya aku minta khusus sama kamu buat merahasiakannya," kata dia lirih.

"Aku setuju. Aku mau kita ambil dari panti asuhan ya? Kita cari panti asuhan yang gak sembarangan biar nantinya waktu dewasa, dia jadi anak yang baik, cantik atau tampan," kata pria itu dengan tersenyum. Seketika sang istri merasa bahagia dan melihat dia.

"Beneran kamu setuju?" tanyanya untuk meyakinkan keputusan terakhir sang suami.

Dia mengangguk dengan tersenyum lembut dan berkata dengan tatapan hangat, "Kamu kasih tahu aku alamat panti asuhannya."

Mereka saling menatap intens dan berpelukan dengan era. Sesekali pria itu mengelus lembut sisi rambut istrinya lalu wanita itu mengajukan pertanyaan, "Tapi kita pakai alasan apa, yang utama di hadapan papa?"

Pria itu tampak berpikir keras, mencari alasan yang masuk akal sehingga bergumam, "Ya. Ehmm, apa ya?"

Beberapa menit kemudian, sebuah ucapan lolos dari bibir pria itu, "Gimana kalau pakai alasan ... kita ambil anak untuk memancing kehamilan kamu?"

"Tapi, kamu tahu sendiri kalau pakai alasan itu ada resikonya?" kata sang istri mulai gelisah. Dia berpikir keras lagi, dan mengingat sesuatu. Dia melepaskan pelukan lalu memegang dan mengelus pelan kedua tangan istrinya itu.

"Kita akan memikirkannya lagi. Sayang, kamu percaya mujizat, kan?" tanya dia lembut. Wanita itu melihat terus sang suami yang ada di hadapannya dan berpikir sebentar.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 10 Tidak Minta Dikasihani

    Di tengah kerumunan, Pak RT berdiri dengan tangan bersedekap, matanya menatap Denada dengan seksama dan merasa ingin tahu."Mamamu siapa, Neng?" tanya Pak RT, nadanya tidak menghakimi, tapi di sisi lain merasa penasaran agar lebih jelas maksud ucapan Denada."Rianti Valentine. Memang beliau tidak sempat mengajak saya datang ke sini karena mama berperang melawan penyakitnya. Dia pindah dari sini karena menikah sama papa saya, Pak," jawab Denada lirih, mengingat tentang kedua orang tuanya.Seketika, kening Pak RT berkerut, tanda mengingat ucapan Denada. Hal ini berkenaan dengan salah satu warganya terdahulu, dia berusaha untuk mengingat kenangan yang sudah lama termakan usia dan secara perlahan mulai teringat sesuatu, terlihat dari sorot kedua matanya."Ya ampun, Mbak Rianti itu? Iya, iya ... saya sudah ingat. Dia itu wanita yang baik, sopan, suaminya yang dari kota itu, ya? Waktu pindah ke kota, dia sempat pamit ke rumah saya dan memberikan bingkisan. Astaga. Sudah berapa puluh tahun,

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 9 Sedang Melabrak

    Ketika, sepasang suami isteri itu ada di depan rumah, gerombolan warga datang sehingga mereka berhenti berjalan. Salah satu dari mereka berseru, "Nah! Ini Pak RT! Kebetulan sekali!"Mereka langsung menceritakan semua yang terjadi di rumah kontrakkan Denada dengan sesekali menambahkan, agar terkesan meyakinkan. Bu Bagas selaku istri dari Pak RT, jadi tidak tenang. Dia sudah sepenuhnya terhasut oleh aduan dari warga."Sabar, Ibu-ibu. Lebih baik kita langsung datang ke sana dan jangan main hakim sendiri. Jangan sampai nama baik desa ini tercoreng karena warganya yang main hakim sendiri," kata Pak RT berseru dan menenangkan emosi para warga. Akhirnya mereka setuju dan segera menuju ke kontrakkan Denada. Hal itu juga mengundang rasa ingin tahu anak Pak RT yang masih duduk di bangku SMA sehingga ikut serta datang ke sana.Ketika mereka hampir saja sampai, Pak RT merentangkan kedua tangannya untuk memberikan isyarat agar semua warga berhenti lalu menghimbau dengan berkata tenang, "Ibu-ibu, m

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 8 Membuat Ulah

    "Gak mungkin, Bu RT. Kalau memang bener yang dikatakan Ibu begitu, seharusnya waktu pertama kali datang ke sini dia itu sama suaminya, kan? Lah, buktinya dia datang sendiri lalu mendadak kita tahu kalau ternyata hamil. Kampung kita ini terkenal bersih, kalau ada yang seperti itu lalu nanti ditiru sama semua anak muda gimana? Mau dibawa kemana negara ini, Bu?" kata wanita itu, mendesak Bu Bagas untuk percaya dengan ucapannya.Bu RT menghela napas pelan dan menggeleng-gelengkan kepalanya, dia berusaha untuk tetap adil antara satu warga dengan warga lainnya, apalagi selama ini tahu bahwa Denada bekerja keras dengan hanya mengandalkan warung kecilnya itu. Bu Bagas berkata, "Bu, kita tidak boleh bicara tanpa bukti, nanti kalau Ibu dituntut dengan pencemaran nama baik gimana? Kita harus hati-hati dalam menilai orang."Wanita itu masih bersikeras memutar otaknya untuk cari ide agar Bu Bagas percaya dirinya sehingga bisa mengusir Denada. Dia berkata, "Bu, sebenarnya bukan cuma saya yang liat

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 7 Nyinyiran Tetangga

    Bab 7 Nyinyiran TetanggaDenada melihat perutnya dan membatin dengan mimik terharu, "Sabar, ya, Nak. Selalu doakan mamamu ini, biar bisa cari uang yang banyak buat proses kelahiranmu nanti."Dia merasa terharu karena sampai detik ini masih bertahan hidup. Dia yakin bahwa semuanya itu kekuatan dari sang calon bayi.Keesokan harinya. Pukul 05.30.Denada sudah siap membuka warungnya kembali. Setiap hari menjadi rutinitasnya, dan ramai dari pembeli. Nyaris tidak ada waktu untuk duduk, meski kedua kaki pegal tapi dia berusaha menahan lelah di tubuhnya, demi kehidupan calon bayi. Dulu, ketika dia harus memenuhi kebutuhan untuk dirinya sendiri saja, selalu dengan semangat apalagi sekarang, dimana dirinya akan menjadi calon orang tua tunggal.Menjelang sore hari, pukul 14.00, dia baru bisa duduk untuk istirahat, lalu meraih kotak kecil yang sudah disediakan untuk mengisi perutnya. Saat ini, yang butuh asupan nutrisi bukan hanya dia tapi janin yang dikandungnya."Mbak, nasi bungkus satu sama m

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 6 Usaha Yang Berkembang

    Denada menyapu tempat itu untuk mencari bus yang tersedia dan bertanya dengan petugas di sana. Akhirnya diarahkan ke bus yang terparkir di ujung sendiri. Denada melangkahkan kakinya menuju bus itu dan tanya kepada seorang lelaki paruh baya tentang tujuan bus itu. Mendengar tujuan yang dicapai sesuai dengan rencananya maka gadis itu naik dan duduk di bangku bagian tengah.Sementara itu, di tempat lain ...Seorang wanita yang sudah terlelap, merasa dipeluk dan dicium mesra oleh seseorang. Dia membuka kedua mata dengan pelan. Sayup-sayup mendengar bisikan lembut di telinganya dan melihat sang suami yang ternyata sudah pulang."Kamu, Sayang?" tanya dia, untuk meyakinkan dirinya tidak salah lihat karena membuka kedua mata."Siapa lagi, Sayang? Hmm? Apa masih tanya?" bisik sang suami lembut. Kedua mata wanita itu sudah terbuka sepenuhnya, lalu tersenyum malu dan mereka saling menatap.Namun, wanita itu melepaskan tatapan untuk melihat jam dinding. Sontak dia mengerucutkan bibirnya dan berka

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 5 Ke Daerah Lain

    "Ya, tentu saja. Aku yang pernah cerita tentang mujizat sama kamu," kata sang istri. Pria itu tersenyum dan berkata dengan nada pelan, "Kita gak akan pernah tahu kalau ternyata ada mujizat yang menanti di depan. Dokter boleh mendiagnosa tapi tetap kehendak 'takdir' yang bicara. Selama hidup bareng kamu, aku akan percaya tentang mujizat." Mereka kembali berpelukan dan sang istri bicara dengan merasa bahagia, "Sayang, aku beruntung banget dijodohkan sama kamu." Ya. Mereka bertemu karena perjodohan dari kedua orang tua masing-masing yang bertemu dalam urusan bisnis. Namun, mereka menyetujui perjodohan bukan karena bisnis tapi secara naluri saling menemukan kecocokkan, dan memiliki perasaan kuat bahwa jodoh sudah dekat. "Aku yang bahagia. Kamu sosok yang lembut dan tangguh ya, meskipun keras kepala," kata sang suami dengan mengangkat bahu. Dia sengaja sedikit jahil agar bisa menghilangkan ketegangan yang baru saja terjadi di antara mereka, sedangkan sang istri pura-pura kesal dengan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status