Beranda / Romansa / Ibu Susu Bukan Pengganti / Bab 7 Nyinyiran Tetangga

Share

Bab 7 Nyinyiran Tetangga

Penulis: Phine Femelia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-20 14:53:11

Bab 7 Nyinyiran Tetangga

Denada melihat perutnya dan membatin dengan mimik terharu, "Sabar, ya, Nak. Selalu doakan mamamu ini, biar bisa cari uang yang banyak buat proses kelahiranmu nanti."

Dia merasa terharu karena sampai detik ini masih bertahan hidup. Dia yakin bahwa semuanya itu kekuatan dari sang calon bayi.

Keesokan harinya. Pukul 05.30.

Denada sudah siap membuka warungnya kembali. Setiap hari menjadi rutinitasnya, dan ramai dari pembeli. Nyaris tidak ada waktu untuk duduk, meski kedua kaki pegal tapi dia berusaha menahan lelah di tubuhnya, demi kehidupan calon bayi. Dulu, ketika dia harus memenuhi kebutuhan untuk dirinya sendiri saja, selalu dengan semangat apalagi sekarang, dimana dirinya akan menjadi calon orang tua tunggal.

Menjelang sore hari, pukul 14.00, dia baru bisa duduk untuk istirahat, lalu meraih kotak kecil yang sudah disediakan untuk mengisi perutnya. Saat ini, yang butuh asupan nutrisi bukan hanya dia tapi janin yang dikandungnya.

"Mbak, nasi bungkus satu sama minuman serbuk rasa coklat itu satu, dong!" kata wanita berambut hitam dan panjang itu, yang seketika muncul. Denada mendongak dan melihatnya. Belum selesai dirinya makan, sudah datang satu pelanggan lagi tanda bahwa warungnya memang ramai.

"Oh, iya, Mbak. Sebentar, ya," jawab Denada dengan susah payah bangkit. Mengingat perutnya yang sudah tampak mulai buncit, dan baru duduk. Dia juga sedikit menyeka keringatnya yang bercucuran.

Wanita itu yang melihat kotak makanan baru ditaruh oleh Denada, merasa tidak enak lalu berkata dengan nada pelan, "Aduh, maaf aku ganggu Mbak makan, ya?"

Denada tersenyum lebar sambil menggelengkan kepalanya lalu berkata dengan sikap ramah, "Oh, gak kok. Santai saja, pelanggan harus diutamakan jadi sudah sewajarnya aku langsung memenuhi pesanan Mbak."

Wanita itu tersenyum kecil dan melihat tangan Denada begitu cekatan membungkus nasi dan juga es serbuk minuman yang di pesan olehnya. Tidak ada kata lelah, dia bersyukur bisa mencari rezeki dan lancar.

"Ini, Mbak. Totalnya lima belas ribu," kata Denada dengan menyerahkan sebungkus nasi dan es yang dibuatnya.

Wanita itu memberikan uang sesuai dengan jumlah yang disebutkan lalu mengucapkan terima kasih dan coba untuk bertanya meski dengan rasa segan, "Oh iya, Mbak? Maaf sebelumnya, saya cuma mau tanya. Suami Mbak di mana? Kenapa gak bantu Mbak yang lagi hamil? Kasihan Mbak, pasti capek banget kalau dikerjakan sendirian."

Sontak tubuh Denada membeku, mendengar kata 'suami' membuat jantungnya seakan berhenti berdetak. Kenapa harus itu yang ditanyakan lagi? Dia sudah berusaha melupakan pria yang tidak mau bertanggung jawab itu. Sungguh bejat.

"Mbak, kok bengong? Maaf, maaf. Aku beneran salah tanya, ya?" tanya sang wanita itu dengan semakin tidak enak. Denada tersenyum kembali menggelengkan kepalanya, berusaha untuk menutupi rasa sakit hatinya.

"Heh, Ratna! Ngapain kamu tanya-tanya kemana suaminya? Aku yakin dia itu bekas wanita malam yang hamil di luar nikah. Katanya dia ini dari luar kota, kan? Masa mendadak ada orang kota nyasar ke sini, apalagi dari awal datang dia sudah gak dateng bareng suaminya? Kalau misalnya kerja, masa gak pernah pulang? Gak masuk akal" Seorang wanita dengan tubuh gemuk, berambut ikal dan memakai daster bermotif bunga-bunga lalu berkacak pinggang, seketika berseru.

Wanita yang dipanggil Ratna menggelengkan kepalanya, merasa seolah suasana jadi ribut karena kedatangan wanita berambut ikal itu, dan tidak enak karena bertanya disaat yang tidak tepat sehingga berbisik, "Mbak, maaf ya? Jangan didengerin, dia memang suka julid."

Denada menggelengkan kepala, kenyataannya sudah terbiasa dihina semenjak perut dia terlihat membesar. Beberapa warga sudah menebak bahwa dirinya hamil, karena tubuh yang gemuk bukan karena kebanyakan makan. Mereka tidak bisa ditipu. Akan tetapi, semua itu tidak membuat mental Denada terpuruk, karena dia yakin bahwa semua akan indah pada waktunya. Takdir tidak mungkin membuat dirinya terus terluka. Lagi pula, semua yang terjadi karena memang kesalahan dia yang mudah hanyut dan menyerahkan diri kepada pria brengsek yang tidak mau bertanggung jawab. Kelak, dia akan lebih berhati-hati terhadap makhluk yang namanya lelaki.

"Heh, Wanita malam! Lebih baik kamu pergi dari sini! Jangan sampai semua gadis yang ada di sini dan masih suci ikut terkontaminasi sama virus wanita tidak bermoral sepertimu!" kata wanita itu, kembali menghina Denada dengan mimik jijik.

Denada tidak bergeming, malas merespon ucapan wanita itu. Justru yang ada akan membuat suasana semakin ramai. Dia hanya bisa menghela napas panjang lalu kembali duduk dan meraih kotak yang berisi nasi tadi. Dirinya berusaha tenang dan melanjutkan makan yang sempat tertunda. Melihat Denada tidak terpancing, membuat wanita itu semakin murka.

"Heh, Wanita jalang! Beraninya kamu mengabaikan aku! Lihat aja, aku akan lapor ke Pak RT! Aku akan buat kamu diusir dari sini! Aku gak sudi punya tetangga wanita malam!" kata wanita itu dengan nada mengancam dan emosi yang memuncak.

Denada masih santai makan makanan yang saat ini tidak tahu rasanya seperti apa, mungkin hanya sekedar lewat, karena sebenarnya dia merasa sedih mendengar makian dari wanita itu. Dirinya datang ke sini hanya untuk melanjutkan kehidupan barunya, tanpa ada niat mengganggu. Masih tidak mendapatkan respon dari Denada, wanita itu pun mengedarkan pandangannya. Kebetulan lewat seorang wanita yang sudah sangat dikenal oleh warga desa itu, berusia kurang lebih 40 tahun, pakaiannya sangat rapi dan tertutup. Wanita yang memaki Denada tadi pun, mengangkat ujung bibir dan menemukan sebuah ide.

"Bu RT, tunggu!" panggil wanita itu berseru dan berlari menghampiri dia

Ibu Bagas pun berhenti berjalan lalu menoleh dan melihat wanita itu. Dia bertanya, "Ada apa, Bu?"

Dia berhenti berlari di hadapan Bu Bagas lalu berkata dengan nada menghina, "Bu, di desa kita ini ada wanita malam, loh. Lihat itu di ujung sana, ternyata dia wanita penghibur yang sengaja lari setelah hamil. Gimana nanti nasib desa kita kalau ada wanita seperti itu, Bu? Nanti nama baik di sini jadi buruk. Saran saya usir saja."

Sesekali dia melihat ke arah Denada dengan tatapan jijik, sedangkan Denada pura-pura tidak mendengar. Bu Bagas berusaha menenangkan salah satu warganya dengan berkata, "Jangan asal bicara, Bu. Nanti jadinya fitnah, siapa tahu suaminya sedang tugas di luar kota atau memang pekerjaannya musiman sampai sekalinya dipanggil kerja gak pulang-pulang."

Wanita itu mengangkat salah satu alisnya, tidak terima dan semakin jengkel. Bukan tanpa alasan dia benci Denada. Setelah kedatangan Denada, warung dia yang dulu ramai sekarang jadi sepi, bahkan banyak pelanggannya yang pindah membeli di warung gadis itu. Dirinya tidak mau sampai itu terjadi terus menerus, yang akan membuat pemasukan dia selalu berkurang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 10 Tidak Minta Dikasihani

    Di tengah kerumunan, Pak RT berdiri dengan tangan bersedekap, matanya menatap Denada dengan seksama dan merasa ingin tahu."Mamamu siapa, Neng?" tanya Pak RT, nadanya tidak menghakimi, tapi di sisi lain merasa penasaran agar lebih jelas maksud ucapan Denada."Rianti Valentine. Memang beliau tidak sempat mengajak saya datang ke sini karena mama berperang melawan penyakitnya. Dia pindah dari sini karena menikah sama papa saya, Pak," jawab Denada lirih, mengingat tentang kedua orang tuanya.Seketika, kening Pak RT berkerut, tanda mengingat ucapan Denada. Hal ini berkenaan dengan salah satu warganya terdahulu, dia berusaha untuk mengingat kenangan yang sudah lama termakan usia dan secara perlahan mulai teringat sesuatu, terlihat dari sorot kedua matanya."Ya ampun, Mbak Rianti itu? Iya, iya ... saya sudah ingat. Dia itu wanita yang baik, sopan, suaminya yang dari kota itu, ya? Waktu pindah ke kota, dia sempat pamit ke rumah saya dan memberikan bingkisan. Astaga. Sudah berapa puluh tahun,

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 9 Sedang Melabrak

    Ketika, sepasang suami isteri itu ada di depan rumah, gerombolan warga datang sehingga mereka berhenti berjalan. Salah satu dari mereka berseru, "Nah! Ini Pak RT! Kebetulan sekali!"Mereka langsung menceritakan semua yang terjadi di rumah kontrakkan Denada dengan sesekali menambahkan, agar terkesan meyakinkan. Bu Bagas selaku istri dari Pak RT, jadi tidak tenang. Dia sudah sepenuhnya terhasut oleh aduan dari warga."Sabar, Ibu-ibu. Lebih baik kita langsung datang ke sana dan jangan main hakim sendiri. Jangan sampai nama baik desa ini tercoreng karena warganya yang main hakim sendiri," kata Pak RT berseru dan menenangkan emosi para warga. Akhirnya mereka setuju dan segera menuju ke kontrakkan Denada. Hal itu juga mengundang rasa ingin tahu anak Pak RT yang masih duduk di bangku SMA sehingga ikut serta datang ke sana.Ketika mereka hampir saja sampai, Pak RT merentangkan kedua tangannya untuk memberikan isyarat agar semua warga berhenti lalu menghimbau dengan berkata tenang, "Ibu-ibu, m

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 8 Membuat Ulah

    "Gak mungkin, Bu RT. Kalau memang bener yang dikatakan Ibu begitu, seharusnya waktu pertama kali datang ke sini dia itu sama suaminya, kan? Lah, buktinya dia datang sendiri lalu mendadak kita tahu kalau ternyata hamil. Kampung kita ini terkenal bersih, kalau ada yang seperti itu lalu nanti ditiru sama semua anak muda gimana? Mau dibawa kemana negara ini, Bu?" kata wanita itu, mendesak Bu Bagas untuk percaya dengan ucapannya.Bu RT menghela napas pelan dan menggeleng-gelengkan kepalanya, dia berusaha untuk tetap adil antara satu warga dengan warga lainnya, apalagi selama ini tahu bahwa Denada bekerja keras dengan hanya mengandalkan warung kecilnya itu. Bu Bagas berkata, "Bu, kita tidak boleh bicara tanpa bukti, nanti kalau Ibu dituntut dengan pencemaran nama baik gimana? Kita harus hati-hati dalam menilai orang."Wanita itu masih bersikeras memutar otaknya untuk cari ide agar Bu Bagas percaya dirinya sehingga bisa mengusir Denada. Dia berkata, "Bu, sebenarnya bukan cuma saya yang liat

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 7 Nyinyiran Tetangga

    Bab 7 Nyinyiran TetanggaDenada melihat perutnya dan membatin dengan mimik terharu, "Sabar, ya, Nak. Selalu doakan mamamu ini, biar bisa cari uang yang banyak buat proses kelahiranmu nanti."Dia merasa terharu karena sampai detik ini masih bertahan hidup. Dia yakin bahwa semuanya itu kekuatan dari sang calon bayi.Keesokan harinya. Pukul 05.30.Denada sudah siap membuka warungnya kembali. Setiap hari menjadi rutinitasnya, dan ramai dari pembeli. Nyaris tidak ada waktu untuk duduk, meski kedua kaki pegal tapi dia berusaha menahan lelah di tubuhnya, demi kehidupan calon bayi. Dulu, ketika dia harus memenuhi kebutuhan untuk dirinya sendiri saja, selalu dengan semangat apalagi sekarang, dimana dirinya akan menjadi calon orang tua tunggal.Menjelang sore hari, pukul 14.00, dia baru bisa duduk untuk istirahat, lalu meraih kotak kecil yang sudah disediakan untuk mengisi perutnya. Saat ini, yang butuh asupan nutrisi bukan hanya dia tapi janin yang dikandungnya."Mbak, nasi bungkus satu sama m

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 6 Usaha Yang Berkembang

    Denada menyapu tempat itu untuk mencari bus yang tersedia dan bertanya dengan petugas di sana. Akhirnya diarahkan ke bus yang terparkir di ujung sendiri. Denada melangkahkan kakinya menuju bus itu dan tanya kepada seorang lelaki paruh baya tentang tujuan bus itu. Mendengar tujuan yang dicapai sesuai dengan rencananya maka gadis itu naik dan duduk di bangku bagian tengah.Sementara itu, di tempat lain ...Seorang wanita yang sudah terlelap, merasa dipeluk dan dicium mesra oleh seseorang. Dia membuka kedua mata dengan pelan. Sayup-sayup mendengar bisikan lembut di telinganya dan melihat sang suami yang ternyata sudah pulang."Kamu, Sayang?" tanya dia, untuk meyakinkan dirinya tidak salah lihat karena membuka kedua mata."Siapa lagi, Sayang? Hmm? Apa masih tanya?" bisik sang suami lembut. Kedua mata wanita itu sudah terbuka sepenuhnya, lalu tersenyum malu dan mereka saling menatap.Namun, wanita itu melepaskan tatapan untuk melihat jam dinding. Sontak dia mengerucutkan bibirnya dan berka

  • Ibu Susu Bukan Pengganti   Bab 5 Ke Daerah Lain

    "Ya, tentu saja. Aku yang pernah cerita tentang mujizat sama kamu," kata sang istri. Pria itu tersenyum dan berkata dengan nada pelan, "Kita gak akan pernah tahu kalau ternyata ada mujizat yang menanti di depan. Dokter boleh mendiagnosa tapi tetap kehendak 'takdir' yang bicara. Selama hidup bareng kamu, aku akan percaya tentang mujizat." Mereka kembali berpelukan dan sang istri bicara dengan merasa bahagia, "Sayang, aku beruntung banget dijodohkan sama kamu." Ya. Mereka bertemu karena perjodohan dari kedua orang tua masing-masing yang bertemu dalam urusan bisnis. Namun, mereka menyetujui perjodohan bukan karena bisnis tapi secara naluri saling menemukan kecocokkan, dan memiliki perasaan kuat bahwa jodoh sudah dekat. "Aku yang bahagia. Kamu sosok yang lembut dan tangguh ya, meskipun keras kepala," kata sang suami dengan mengangkat bahu. Dia sengaja sedikit jahil agar bisa menghilangkan ketegangan yang baru saja terjadi di antara mereka, sedangkan sang istri pura-pura kesal dengan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status