Home / Romansa / Ibu Susu Jadi Ibu Sambung Anak CEO / Bab 23. Tempat yang Pernah Kosong

Share

Bab 23. Tempat yang Pernah Kosong

Author: Ucing Ucay
last update Last Updated: 2025-07-19 09:56:42

Pagi pertama di kediaman Hannan dimulai dengan kedamaian yang terkesan mewah. Tidak ada suara teriakan alarm, tidak ada denting piring dari dapur, tidak ada hiruk pikuk khas rumah biasa. Yang terdengar hanyalah suara air mengalir dari taman dan sesekali cicit burung di luar jendela kaca besar.

Andini membuka mata, menemukan dirinya masih di tempat yang sama—dalam kamar tamu yang lebih luas dari apartemen studio yang pernah dia tinggali semasa muda. Lingga masih tertidur pulas, sesekali menggeliat dalam tidurnya. Cahaya matahari menyelinap lembut dari sela tirai yang tak sepenuhnya tertutup, memberi warna keemasan pada selimut bayi.

Pintu diketuk. Bukan suara keras, lebih seperti gesekan pelan. Andini turun dari ranjang, membuka pintu, dan menemukan seorang staf perempuan berseragam netral berdiri sopan.

"Selamat pagi, Bu Andini. Sarapan sudah disiapkan. Apakah perlu kami bantu membawa Lingga?"

Andini menggeleng. "Aku bisa bawa sendiri. Terima kasih."

Setelah mengabarkan kalau dia akan
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Ibu Susu Jadi Ibu Sambung Anak CEO   Bab 35. Caraku Menemanimu

    Hari itu, selepas sidang yang menguras emosi, Andini duduk diam di dalam mobil. Salah satu tangannya masih menggenggam erat jemari mungil Lingga yang tertidur di pangkuan. Jemarinya dingin, bukan hanya karena suhu ruangan sidang terlalu sejuk, melainkan karena kata–kata pedas Dirga yang masih menempel seperti duri di kulitnya.Hannan duduk di samping sopir, diam sejak mereka keluar dari ruang sidang. Lena dan Ira duduk di belakang, masing-masing juga memilih diam. Mobil melaju perlahan, seolah tak ingin memaksa waktu untuk berjalan terlalu cepat.Setelah beberapa menit yang panjang, suara Hannan akhirnya terdengar."Mau makan dulu atau langsung pulang?"Andini menoleh pelan, matanya sembap namun pandangannya tenang. "Pulang saja. Lingga juga butuh istirahat."Hannan hanya mengangguk, tapi matanya tak luput memperhatikan Andini lewat kaca spion dalam mobil. Ada sesuatu di wajah perempuan itu yang membuat dada Hannan sesak. Bukan karena kasihan, melainkan marah. Marah karena dunia perna

  • Ibu Susu Jadi Ibu Sambung Anak CEO   Bab 34. Keberpihakan Hannan Alfaruq

    Hannan Alfaruq.Dia tidak berkata apa pun. Tidak mempercepat langkah, tidak melayangkan tatapan tajam yang biasa dia berikan kepada lawan bisnisnya.Hannan hanya berdiri.Namun cukup untuk membuat Dirga secara naluriah melangkah mundur setengah tapak. Bahunya menegang, dan matanya—yang sebelumnya penuh kesombongan—seketika meredup, seolah tubuhnya tahu, dia sedang berdiri di hadapan seseorang yang jauh lebih besar daripada dirinya.Hannan masih tak berkata sepatah kata pun.Andini pun hanya menggeser posisi bayinya, melindungi Lingga dari arah tatapan Dirga.Keheningan itulah yang membunuh dengan paling tajam.Lorong menuju ruang sidang siang itu terasa jauh lebih panjang dari biasanya. Udaranya terasa berat, tidak karena suhu, melainkan karena kehadiran dua lelaki yang berdiri dalam garis tak terlihat—satu di sisi angkuh, satu lagi di sisi dingin yang menggetarkan.Hannan berdiri tegak, diam. Di sebelahnya, Lena menjaga jarak. Tatapannya lurus, tajam, seperti pedang yang belum disaru

  • Ibu Susu Jadi Ibu Sambung Anak CEO   Bab 33. Medan Pertempuran

    "Aku juga tidak berkomentar apa–apa, Pak," goda Andini seraya tersenyum kecil. Perasaan hangat menjalar di dadanya.Hannan tidak pernah ingin dipandang seperti malaikat. Lelaki berwajah dingin itu justru lebih suka bila orang lain salah paham dengannya."Penilaianku terhadap Anda, biar aku yang simpulkan. Yang satu ini tidak masalah, 'kan?""Terserah padamu."Tak berselang lama dari percakapan singkat di kamar, keduanya memutuskan segera turun. Lingga sudah bersama perawat. Lena, dengan setelan navy dan tas kecil di tangan—sudah berdiri di dekat pintu. Ira berdiri di belakang, mengenakan blazer formal.Mobil mewah telah menunggu. Mereka berangkat bersama. Sepanjang perjalanan, tak banyak percakapan. Tetapi kehadiran mereka—semua orang yang kini mengelilingi Andini—cukup membuat dadanya hangat.Sesampainya di pengadilan, Andini menggenggam jemarinya sendiri dengan gugup. Mereka masuk melalui jalur pribadi, dipandu pengacara yang telah disiapkan Hannan. Gedung dingin itu terasa sedikit

  • Ibu Susu Jadi Ibu Sambung Anak CEO   Bab 32. Melangkah Beriringan

    Sejak percakapan lewat telepon dengan Dirga beberapa malam lalu, Andini merasa perutnya mual setiap kali mengingat suara pria itu. Nada bicara sinis, hinaan yang dilemparkan begitu saja, dan ancaman-ancaman yang terbungkus dalam ego yang terluka. Andini tahu hari itu akan datang—sidang perceraian mereka. Hanya saja dia tidak menyangka, bahkan setelah semua yang dia lalui, Dirga masih bisa menyakitinya.Terlepas dari segala kabar buruk dan kesulitan demi kesulitan itu, ada satu hal yang berbeda kini. Andini tidak lagi sendirian.Tuhan memberikan keluarga lain, menjadikan mereka alasan Andini bertahan. Tuhan tidak membiarkannya menghadapi ujian sendirian.Pagi itu, saat Andini sedang memandikan Lingga, Hannan mengetuk pintu dan masuk tanpa banyak bicara. Dia membawa beberapa map cokelat, menyerahkannya ke meja di samping ranjang."Untuk apa semua itu?""Yang kamu butuhkan saat sidang.""Yang aku butuhkan?"Hannan menghela nafas, meski begitu dia tetap menjelaskan secara perlahan. "Doku

  • Ibu Susu Jadi Ibu Sambung Anak CEO   Bab 31. Menjagamu dengan Caraku yang Kaku

    Andini sedang duduk di kamar, bersantai setelah menyusui Lingga. Jari–jemarinya menggulir layar ponsel dengan seksama, membaca pesan dari grup ibu menyusui yang rutin dia ikuti. Hatinya mulai sedikit ringan, apalagi setelah obrolan semalam dengan Hannan yang terasa sedikit lebih manusiawi.Namun, dunia seolah tidak membiarkannya beristirahat sebentar. Ponsel yang semula hening tiba-tiba bergetar. Sebuah nama muncul di layar—nama yang sudah lama tak dia lihat: Dirga, mantan suaminya.Andini terdiam cukup lama. Dia ragu untuk menjawab, pun menolak. Sialnya rasa penasaran dan ketegangan yang menumpuk akhirnya membuat ibu muda itu menekan tombol hijau."Halo?"Sesuai tebakan, suara di seberang terdengar kasar. Tidak ada sapaan hangat, tidak ada basa-basi. Hanya nada congkak dan hinaan."Akhirnya kamu punya waktu juga buat angkat telpon. Susah sekali menghubungimu, pembawa sial."Andini menghela napas. "Ada apa, Mas? Kenapa kamu menelponku?""Wah, hebat sekali cara bicaramu sekarang. Sudah

  • Ibu Susu Jadi Ibu Sambung Anak CEO   Bab 30. Bernasib Sama

    Rumah besar itu sudah nyaris sunyi ketika Andini terbangun dari tidur. Biasanya, dia sudah terlalu lelah untuk membuka mata setelah seharian menyusui Lingga, menjalani fisioterapi, dan menyesuaikan diri dengan ritme rumah yang sudah seperti sistem militer. Tetapi malam ini, tubuhnya terasa gelisah. Andini akhirnya memutuskan bangkit pelan-pelan, menyelimuti tubuh mungil Lingga, dan mengenakan cardigan tipis sebelum melangkah keluar kamar.Langkah kakinya tak berani menimbulkan suara, meski lantai kayu di bawah sudah dilapisi karpet mewah yang menghalau derit. Lampu-lampu gantung padam, digantikan sorot hangat dari lampu dinding. Suasana malam di rumah itu seperti museum—tenang, elegan, dan sedikit menyeramkan.Andini berjalan ke arah ruang tengah. Dari jauh, samar-samar tercium aroma alkohol, tidak terlalu menyengat, tetapi cukup untuk membuat hidungnya sadar. Di balik pilar besar dan deretan kursi panjang, dia melihat siluet tubuh yang duduk seorang diri.Punggung tegap itu bersandar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status