“Sedang apa kamu di sini?” Suara dingin Kai menyentak Kira. Entah sejak kapan pria itu berdiri di dekat pintu.
Kira berusaha untuk tidak tergagap-gagap saat menjawab, “Aku baru selesai memerah ASI untuk... anak kalian.” Ia merasakan hatinya berdenyut nyeri kala mengucapkan kata ‘anak kalian’. “Lalu aku lewat sini dan nggak sengaja melihat kamu.”
“Kenapa?” Kai menjejalkan kedua tangannya ke saku celana. “Kamu ingin aku berterima kasih padamu karena sudah memberikan ASI untuk anakku?”
Kata-kata Kai yang tidak berperasaan itu membuat Kira kembali mengepalkan tangan. “Tidak!” sergahnya tegas. “Aku nggak butuh ucapan terima kasih dari kamu ataupun dari wanitamu itu.”
Kai mengedikkan bahunya acuh tak acuh. Lalu ia mengedikkan dagu seolah tengah mengusir Kira pergi. “Tunggu apa lagi? Mau sampai kapan kamu diam di sini?”
Kira tahu Kai sedang mengusirnya. Ia juga tidak ingin berlama-lama berada di dekat Kai. Satu ruangan dengan lelaki itu membuat dadanya terasa sesak dan nyeri, seperti terhimpit batu besar tak kasat mata.
Kira akan pergi, tapi sesuatu sangat mengganggu pikirannya. Ia menghentikan langkah dan menatap Kai yang masih berdiri di ambang pintu. Kira menatap pria itu dengan tatapan penuh luka.
“Dia lahir tanpa tangisan,” ucap Kira dengan bibir bergetar, yang membuat Kai seketika membeku. “Jenis kelaminnya laki-laki, dan dia mirip seperti kamu, kalau-kalau kamu penasaran tentang anakku yang sudah kamu abaikan.”
Setelah mengatakan kalimat tersebut dengan mata menggenang, Kira kemudian pergi meninggalkan Kai yang tetap bergeming di tempatnya.
Air mata Kira terjatuh seiringan dengan langkahnya yang gontai. Ingatannya kembali melayang ke masa lalu, ke malam yang membuat kehidupan Kira seketika berubah kelam.
Kira merupakan anak seorang pembantu di rumah orang tua Kaisar. Hari itu Kira sedang menggantikan tugas ibunya yang sedang sakit. Namun siapa sangka, hari pertama Kira bekerja ternyata menjadi hari yang mengerikan dan mengubah dunia Kira. Dalam keadaan rumah yang sepi, Kai pulang dengan kondisi mabuk berat. Kai yang dikuasai alkohol itu memaksa Kira dan membawanya ke atas ranjangnya. Kira yang sudah berusaha memberontak tidak bisa melawan karena tenaganya kalah besar oleh Kai. Hingga terjadilah malam kelam yang tak pernah Kira inginkan.
Satu bulan kemudian Kira mendapati dirinya hamil, ia meminta pertanggungjawaban Kai, akan tetapi Kai menolak bertanggungjawab karena pria itu akan menikahi Violet.
Namun, sang kakek yang mengetahui kehamilan Kira, memaksa Kai untuk menikahi Kira. Hingga pernikahan itupun terjadi. Dan selama mereka menikah, Kai tidak pernah memperlakukan Kira dengan baik. Kai bahkan selalu menatapnya dengan penuh kebencian. Kira tahu bahwa Kai menjalin hubungan rahasia dengan Violet. Namun, yang Kira tidak tahu adalah hubungan mereka yang sudah sejauh itu hingga memiliki seorang anak bernama Luna.
Lamunan Kira buyar ketika ia mendengar bunyi notifikasi dari ponselnya, yang menandakan bahwa taksi online yang Kira pesan sudah tiba di depan lobi rumah sakit. Kira menumpangi tersebut dan hanya memandangi pemandangan kota dengan tatapan menerawang sepanjang perjalanan pulang.
Setibanya di rumah, Kira meringkuk di atas kasur sambil memeluk pakaian milik Aksa yang belum sempat digunakan. Air matanya kembali mengalir. Ruangan kamar yang sunyi itu dipenuhi isak tangis Kira yang merindukan putranya.
Sementara itu di sisi lain, Violet menatap Kai yang sejak tadi lebih banyak diam. Pria tampan itu sedang duduk di sofa sambil melupat tangan di dada dan pandangan menerawang.
“Honey, ada apa?” tanya Violet dengan suara lembut. “Apa yang Kira katakan ke kamu tadi sampai kamu berubah jadi pendiam begini?”
Pertanyaan Violet mengeluarkan Kai dari lamunan. Pria itu tersenyum hangat, senyuman yang membuat rasa kesal Violet karena diabaikan seketika hilang dalam sekejap.
“Dia nggak bicara apa-apa,” dusta Kai, “dan aku juga nggak kenapa-napa, cuma sedang memikirkan pekerjaan.”
“Beneran?” tanya Violet dengan manja.
Kai mengangguk. “Aku serius, Sayang. lagi pula kenapa aku harus mikirin wanita itu?”
“Ya bisa saja kamu merasa bersalah sudah mengabaikan anaknya yang sudah meninggal itu, Honey.”
Kali ini Kai menggeleng. “Untuk apa aku merasa bersalah?”
Violet tersenyum lega mendengarnya. Wanita berambut blonde itu menepuk space kosong di sebelahnya. “Kalau gitu temani aku tidur. Aku nggak bisa tidur sendirian,” rengeknya manja.
Kai beranjak dari tempat duduknya, lalu naik ke ranjang pasien dan merebahkan tubuhnya di samping Violet. Menarik wanita itu ke dalam pelukan. Menjadikan tangan kekarnya sebagai bantal kepala sang kekasih.
Tangan Kai yang terbebas menepuk-nepuk punggung Violet untuk membuatnya tertidur.
‘Dia lahir tanpa tangisan. Jenis kelaminnya laki-laki, dan dia mirip seperti kamu.’
Kata-kata Kira kembali terngiang-ngiang di telinga Kai, membuat Kai kembali terdiam dan berhenti menepuk punggung Violet.
Violet mendongak, dan ia mengembuskan napas berat ketika lagi-lagi Kai terdiam seperti tadi.
“Honey,” panggil Violet sambil memeluk pinggang Kaisar, membuat pria itu keluar dari lamunannya. “Jadi, kapan kamu akan menceraikan Kira?”
***
Kontrak telah berakhir.Seharusnya Bella senang karena telah putus dari hubungan kontrak antara dirinya dan Julian. Namun, entah mengapa Bella merasa ada sesuatu yang hilang dari hidupnya.Bella pikir, selama enam bulan mereka menjalani hubungan kontrak itu, tidak akan ada perasaan yang tumbuh di dalam hatinya untuk Julian.Namun ia salah. Nyatanya perasaan itu telah mengakar kuat di hatinya, entah sejak kapan.Kini setelah hubungan itu berakhir minggu lalu, Bella merasa dirinya merindukan kebersamaan mereka.Selama ‘berpacaran’ dengan Julian banyak sekali momen kebersamaan yang mereka lalui layaknya sepasang kekasih sungguhan. Ia begitu menikmati hubungan palsu itu. Hingga tanpa sadar Bella telah terjebak dalam pesona Julian yang tidak dapat ia pungkiri.Julian memberinya perhatian yang tidak pernah Bella dapatkan dari Alvin, meski Bella tahu Julian melakukan hal itu karena atas dasar kontrak. Namun Julian tampaknya tidak sadar,
Kai tersenyum sumringah pagi itu seolah-olah segala beban di pundaknya lenyap tak bersisa. Apa yang Kira lakukan padanya tadi malam berhasil membuat hati Kai bahagia.Kai bersiul sambil mengancingkan kemejanya di depan cermin. Lalu menyisir rambutnya hingga tertata rapi. Senyuman bahagia tak lepas dari bibirnya. Wajahnya berseri-seri.Kira yang memperhatikan tingkah Kai pagi ini hanya terkekeh sambil geleng-geleng kepala. Ia mendekati suaminya dan membantu mengikat dasi.“Kamu terlihat bahagia sekali, Mas,” komentar Kira sambil melirik Kai. Ia penasaran apa yang membuat Kai sampai sebahagia itu pagi ini.“Tentu saja, aku sangat bahagia.” Sudut-sudut bibir Kai terangkat tinggi membentuk senyuman menawan. “Kamu hebat semalam. Aku jadi nagih.”Kira tersenyum dengan pipi yang tiba-tiba terasa hangat. Entah mendapat keberanian dari mana tadi malam hingga ia bisa memuaskan suaminya dengan ‘cara lain’ lebih dari satu kali. Kira bersyukur karena sikapnya itu membuat Kai bahagia.“Ngomong-ngom
Kata-kata yang keluar dari bibir seksi Kira membuat saraf-saraf di sekujur tubuh Kai menegang.Kai memejamkan mata saat gerakan tangan istrinya begitu lembut hingga membuat tubuhnya panas dingin.Dua minggu tidak menyentuh istrinya membuat Kai kehausan dan kelaparan. Selama ini ia berusaha menahan diri untuk tidak meminta meski kehadiran Kira di dekatnya selalu membangkitkan gairahnya.Tanpa membuang-buang waktu, Kai menarik tengkuk Kira dan meraup bibir ranum yang tak bosan-bosan untuk ia cecap.Bibir itu terasa manis, lembut dan dingin, seperti es krim. Kai melumatnya dengan liar, membuat napas keduanya perlahan-lahan berubah memburu.Tangan Kira masih menyentuh sesuatu yang keras dan berdiri tegak yang masih terlindungi celana. Gerakan tangannya yang seduktif membuat Kai mengerang pelan dalam ciuman mereka.“Baby, jangan berhenti,” bisik Kai sebelum bibirnya turun ke leher Kira, menggigit dan menyesapnya hingga meninggalkan tanda merah di sana.Kira mengerang pelan. Erangan merduny
“Sayang, sepertinya mommy-mu sedang merajuk. Kamu tahu kenapa dia marah sama Daddy?” Kai berbicara pada Chloe, sementara yang diajak bicara hanya mengerjapkan mata jernihnya dan menggerak-gerakkan bibirnya.Chloe sedang direbahkan di atas kasur, dengan Kai yang berbaring miring di sebelahnya.“Hm? Apa?” Kai mendekatkan telinganya pada bibir bayi itu, yang jelas-jelas belum bisa bicara, tetapi Kai bertingkah seolah Chloe sedang menjawab pertanyaannya. “Ooh… karena hari ini Daddy meninggalkan kalian berdua di rumah?”Kira yang tengah berpura-pura sibuk merapikan sprai pada boks bayi–demi menghindari Kai, mendelik mendengar dugaan Kai bahwa ia merajuk gara-gara Kai yang meninggalkannya.Apa sungguh pria itu tidak peka bahwa Kira cemburu pada Camelia?“Baiklah, besok Daddy akan tetap diam di rumah menemani kamu dan mommy kamu, ya.” Kai berbisik di dekat telinga Chloe, tapi suaranya sengaja dibuat agak keras supaya tetap terdengar oleh Kira. “Bilang pada mommy, bahwa Daddy frustrasi kalau
‘Tenang, Kira. Tenang. Dia lagi fokus kerja,’ batin Kira, berusaha menenangkan dirinya sendiri yang sedang dikuasai perasaan cemburu dan overthinking.Kira berjalan mondar-mandir di kamar sambil menempelkan ponsel di telinga.Ia sudah berulang kali menghubungi Kai, tapi tidak ada satupun panggilannya yang terangkat.Kira berusaha berpikir positif bahwa saat ini Kai pasti sedang sibuk bekerja, akan tetapi postingan Camelia di media sosialnya yang diunggah beberapa saat yang lalu, berhasil membuat Kira berpikiran tidak-tidak.Bagaimana tidak?Unggahan Camelia itu berupa sebuah foto yang menampilkan pemandangan ibu kota dari ketinggian sebuah gedung. Dan Kira sangat hafal, bahwa foto itu diambil dari ruangan kerja Kai. Salah satu dinding ruangan CEO itu memang terbuat dari kaca yang memperlihatkan lanskap kota Jakarta.Dan yang membuat Kira semakin cemburu adalah… caption dalam postingan tersebut. Yang berbunyi; ‘Siang yang panas bersamamu.’ Lalu dibubuhi emoticon api tiga kali di belaka
Kira sudah tidak menemukan Chloe dan Kai di sampingnya saat ia terbangun pagi itu. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Kira tertegun sejenak. Hari ini ia bangun kesiangan lagi.Bukan tanpa alasan ia bangun kesiangan. Sejak Chloe lahir, waktu tidurnya jadi berubah. Setiap malam Chloe selalu terbangun, membuat Kira begadang semalaman dan ia baru tidur sekitar pukul tiga pagi.Sejujurnya Kai juga selalu menemani Kira begadang, tapi Kira tahu bahwa keesokan harinya suaminya itu harus bekerja. Sehingga Kira memaksa Kai untuk tidur lebih cepat.Karena dipaksa oleh Kira, Kai pun menurut. Meski begitu, Kai selalu bangun lagi pukul tiga pagi untuk menemani Chloe dan menyuruh Kira untuk tidur.Sejak kehamilan Kira berusia delapan bulan hingga sekarang, Kai memilih bekerja dari rumah dan hanya sesekali pergi ke kantor.Kira bersyukur karena ia tidak sendirian melewati masa-masa ini. Kai selalu menemaninya, memberinya perhatian lebih, dan mengambil alih Chloe sebelum Kira kelelahan.Kini,