Share

Bantu Cari Bunda

"Mbak Yola?" Suara Eiger memanggil. Anak usia sepuluh tahun itu tampak lebih tampan setelah mandi. Rambutnya masih basah. Menggunakan kaos hijau army dengan celana chinos selutut. Dia menghampiri Mbak Yola yang sedang membuat sesuatu di dapur.

Sore memang sudah menjelang. Bahkan sebentar lagi akan petang. Setelah pulang dari tempat Ardha, Eiger langsung mandi. Wajahnya yang terlihat lelah sempat membuat Bik Nuri dan Mbak Yola heran. Namun mereka tak bisa menanyakan secara langsung, karena Eiger segera memasuki kamar dan mandi.

"Eh Den Eiger, udah ganteng aja," ucap Mbak Yola tersenyum lebar. Gadis itu seperti biasa menggunakan kaos oversize dan celana pendek selutut. Rambut lurus hitam legamnya terkuncir satu di belakang.

"Lagi buat apa?" Eiger lantas bertanya dan mengabaikan ucapan Yola tadi.

"Jus wortel, biar matanya makin jernih dong. Den Eiger mau?"

Anak itu langsung menggeleng, ia kemudian membuka penutup kulkas di sudut dapur, mencari cemilan untuk di makan.

"Aduh Den, jangan nggak suka gitu sama wortel, enak loh ditambah lagi bikin sehat mata, biar matanya nggak minus."

"Tapi aku nggak suka," balas Eiger. "Katanya Bik Nuri buat pudding, mana?"

"Di freezer atas, mana Mbak Yola ambilin." Gadis itu lantas menghampiri tuan mudanya setelah menghidupkan blender untuk menggiling wortelnya.

Kemudian, Yola membuka pintu freezer atas. Lalu mengambil pudding yang di minta anak bosnya itu dan langsung memberikannya.

"Oh ya, tadi Den Eiger ada misi apa sih? Mbak Yola boleh tau nggak?"

Eiger tidak langsung menjawab. Ia mengambil duduk di salah satu kursi meja makan. Dan segera menyendok kan pudding coklat ke dalam mulutnya.

Dingin dan manis, kombinasi yang disukai Eiger.

"Mbak Yola nggak boleh tau misinya ya?"

Tiba-tiba Mbak Yola sudah duduk di kursi samping Eiger. Nada bicaranya dibuat sedih bahkan mimik wajahnya juga. Eiger menghela nafas, dia melihat jus wortel di atas meja dan Mbak Yola secara bergantian.

Sebenarnya banyak sekali hal yang tidak Eiger ketahui dan terasa ingin meledak untuk dipertanyakan. Sejak datang ke rumah Ardha dan berbicara dengan Bunda Ardha, malah ia menjadi kebingungan sendiri.

"Mbak Yola kalau aku cari Bunda itu buat istrinya ayah ya?"

Gadis dua puluh empat tahun yang sedang meminum jus wortelnya itu segera menoleh. Dahinya mengernyit bingung karena ragu dengan maksud dari ucapan tuan mudanya itu.

"Gimana?"

"Kalau aku cari Bunda, berarti aku juga cari Istri buat ayah kan?"

Meski belum paham sepenuhnya lantas Yola mengangguk. "Iya, emang kenapa? Den Eiger ada masalah?" Yola bertanya dengan hati-hati. Ia memang belum selama Bik Nuri bekerja di rumah ini. Baru satu tahun setengah dia bekerja. Namun meski begitu, Yola tau jika Alex adalah single parent yang memiliki satu anak yang beranjak remaja. Yola tau bahwa Eiger tak pernah melihat Ibunya semasa hidup. Dan Yola tau juga bahwa Eiger tak pernah mendapat kasih sayang sesosok ibu kandung. Maka dari itu ia sangat berhati-hati ketika menyinggung soal ibu kepada Eiger.

Lagi pula mengapa tuan mudanya itu bertanya tentang mencari Bunda. Yola tak bisa kuasa menahan dirinya untuk bertanya.

"Aku mau cari Bunda, kalau aku yang cari kira-kira ayah mau nggak ya Mbak?"

"Oh cari Bunda ..." Gadis itu membeo dengan matanya membulat. Kaget, jelas saja Yola kaget. Sebab dia sebelumnya tidak pernah mengobrol soal Bunda seperti ini.

"Den Eiger emang sudah izin ayah?"

Pertanyaan itu terdengar serius. Mbak Yola yang biasanya berisik tak ubahnya seperti teman-teman perempuan di kelasnya itu, berubah dengan sikap yang elegan.

"Udah," sahut Eiger.

"Ayah bolehin?"

Eiger hanya mengangguk saja. Anak itu sembari memakan pudding buatan Bik Nuri.

"Kalau begitu, berarti ayah juga akan setuju sama pilihannya Den Eiger."

"Memang mau cari Bunda seperti apa?"

Pertanyaan itu terdengar dejavu. Seperti yang dipertanyakan Ardha dan Bundanya. Lantas Eiger menjadi gamang. Tiga kali ditanya seperti itu dengan orang yang berbeda dalam satu hari yang sama membuat Eiger tampak kembali berpikir.

"Aku mau yang baik, tapi ..."

"Tapi apa?" sela Mbak Yola cepat.

Sedangkan itu Eiger malah merenung. Anak itu terkadang tidak paham dengan isi pikirannya sendiri, sehingga dia pun menoleh kepada Mbak Yola dengan jenis tatapan yang sulit di jelaskan.

"Mbak Yola mau bantu aku cari Bunda enggak?"

"Oh ya mau dong!" seru gadis itu kembali ceria seperti biasanya. Lantas Yola tersenyum lebar. "Nanti Mbak Yola bantu deh! Mbak Yola bantu pilihin yang paling baik buat Den Eiger, gimana?"

Yola menaik turunkan alisnya dengan semburat senyum yang masih tercipta. Sedangkan Eiger membalas dengan anggukan kalem.

Gadis itu tercengang sendiri kala mengingat pesan bos besarnya tadi siang. Kenapa baru mengingatnya, dia pun menepuk jidatnya sendiri.

"Ayah tadi pesen sama Mbak Yola, katanya pulang sedikit telat--"

"Oh," sela Eiger cepat dengan ekspresi yang datar.

Lantas akibat reaksi itu Mbak Yola menggaruk tengkuknya sendiri. Dia paham dengan anak itu yang pastinya sangat sebal dengan satu-satunya orang tua yang selalu sibuk. Namun ia kembali menyunggingkan senyumnya. "Tapi kata ayah kalau Den Eiger mau martabak lagi, biar nanti ayah yang belikan sekalian, gimana mau martabak nggak? Biar Mbak Yola bilangin."

"Yang rasa kacang hijau, Mbak."

"Okeh." Dia membentuk ibu jari dan telunjuknya seperti huruf o dan terkekeh sendiri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status