Share

Mengawali Dengan Indriyana

Tok ... Tok ... Tok ...

Suara ketukan pintu memecahkan kesunyian yang mendera. Seorang laki-laki yang tengah membaca isi dokumen di dalam map lantas menoleh kala pintu mulai terbuka.

Sekretarisnya yang bernama Ressa Indra Wiyono masuk dengan membawa tabletnya. "Maaf Pak mengganggu waktunya, saya mau melaporkan soal kesepakatan pertemuan dengan Bu Indriyana."

"Jadi gimana?" Alex bertanya. Ia menutup dokumen yang telah dia baca dan revisi. Kemudian melepas kacamata bacanya dan meletakkannya di samping komputer.

"Saya sudah menghubungi sekretarisnya Bu Indriyana, Pak. Untuk pertemuan yang bapak minta bisa dilakukan pada pukul empat sore satu jam sebelum jam pulang. Pada saat itu Bu Indriyana sudah tidak ada jadwal."

"Oke, kamu bisa kabari kalau saya setuju bertemu pada pukul empat sore, Res."

"Iya siap Pak, saya segera kabari pihak Bu Indriyana."

Lantas laki-laki muda itu segera undur diri kembali ke tempat kerjanya. Namun sebelum Ressa benar-benar keluar, Alex memanggilnya.

"Kali ini kamu nggak perlu ikut Res, siapkan saja dokumen yang sudah saya revisi."

"Baik, Pak."

Setelah pintu tertutup, Alex langsung menyenderkan punggungnya yang kaku. Laki-laki itu menggulung lengan kemejanya hingga batas siku. Bahkan jas yang tadi dia kenakan sudah tergeletak di sofa.

Ia sempat melirik arloji di lengan kirinya. Sudah pukul dua siang yang artinya Eiger sudah pulang dari sekolah.

Segera Alex menyambar ponselnya. Ternyata sudah ada beberapa notifikasi yang masuk. Maklum dirinya tak suka dengan bising ponsel kala sibuk bekerja. Sehingga Alex lebih suka mengganti mode dering ponselnya menjadi mode senyap.

Yola : Selamat siang tuan, saya akan melaporkan bahwasannya Den Eiger hari ini izin ke rumah temannya yang bernama Ardha.

Alex membaca pesan dari asisten rumah tangganya itu. Yola memang sering melaporkan kegiatan-kegiatan Eiger kepadanya. Dan Alex lah yang menyuruhnya.

Alex : Kerja kelompok lagi?

Belum lama pesannya terkirim. Lantas notifikasi balasan dari Yola kembali muncul.

Yola : Kali ini bukan kerja kelompok tuan, Den Eiger bilang ada misi penting.

Alex menghela nafas setelah membacanya. Entah Eiger atau Yola yang suka bermain. Namun dia seketika mengernyitkan dahinya. Bukannya Ardha yang menyebabkan Eiger memupuk keinginan untuk mencari Ibu baru.

Lagi Alex menarik nafasnya. Biarkan saja apa yang ingin dilakukan anaknya itu. Dia kemudian mengetikan deretan kalimat untuk dikirimkan kepada Yola.

Alex : Saya mungkin pulang agak telat, kalau Eiger sudah pulang bilang ke dia mau minta belikan apa. Saya dengar dari Bik Nuri Eiger lagi suka martabak. Siapa tau Eiger ingin martabak lagi, biar saya yang belikan.

Yola : Siap tuan, nanti saya sampaikan. Den Eiger memang lagi suka martabak.

Alex lantas meletakkan kembali ponselnya. Laki-laki dewasa itu kembali menyenderkan punggungnya yang mulai terasa pegal. Faktor usia kepala tiga, Alex tak bisa menampik bahwa kesehatan dan kebugarannya sedikit menurun. Terlebih ia hanya sibuk bekerja dan jarang berolahraga.

Karena teringat kembali dengan pekerjaannya yang masih belum usai. Laki-laki itu langsung bangun dari duduknya. Meski jarang berolahraga Alex memiliki struktur tulang yang sempurna, tegak dan tidak membungkuk. Ia juga memiliki kelebihan tinggi semampai, belum lagi dengan fitur wajahnya yang menawan sekaligus berwibawa.

"Maaf Pak," tiba-tiba Ressa kembali muncul di depan pintu. "Pak Alex sudah ditunggu Pak Surya dan tim kreatif di ruang rapat."

"Oke, saya akan kesana."

"Baik Pak."

***

Padatnya Ibu Kota memang menyesakkan dada dan bikin penat. Belum lagi jalanan macet yang tak pernah lenggang. Kendaraan-kendaraan seolah berebut untuk melaju lebih dulu. Bahkan bunyi klakson memekakan telinga. Tenaga dan energi yang sudah terkuras di tempat kerja menimbulkan gejala stres yang lebih parah di tengah jalanan yang padat.

Alex sudah terbiasa dalam kondisi seperti itu. Ia hanya menunggu dengan sabar agar mobil yang ia kemudikan bisa melaju lancar.

Seperti yang sudah disepakati siang tadi. Dirinya akan bertemu dengan seorang kenalan lama yang minggu lalu memberikan proposal kerjasama dengan perusahannya.

Awalnya Alex tak tertarik, namun akibat Eiger, dirinya mencoba membuka kesempatan menjalin kerjasama.

"Maaf saya terlambat, jalanan super macet dan tadi saya sedikit salah arah," ucap Alex kala dia sudah memasuki cafe bergaya fancy dan sudah berhadapan dengan seorang wanita elegan.

Indriana menyunggingkan senyumnya. "Nggak masalah, kita bisa menanggalkan keformalan kan, Pak Alex?" Ia bertanya ketika laki-laki itu mulai duduk di kursi kosong di depannya. Senyumnya masih menawan seperti dulu.

"Boleh, biar lebih santai," ujar Alex menimpali. "Kamu sudah lama datang?"

"Nggak begitu lama, kurang dari sepuluh menit," jawab Indriyana penuh elegan.

"Oh oke."

"Gimana kabarnya, Lex?" wanita itu benar-benar meninggalkan keformalan sekarang.

Indriyana Pratiwi adalah teman semasa sekolah menengah atas. Tak menyangka mereka bisa bertemu lagi setelah sekian lama. Maka dari itulah Alex tak menyangka bahwa Indri begitu wanita itu dipanggil merupakan seorang CEO dari perusahaan agensi entertainment.

Seminggu yang lalu pihak Indri menawarkan kerjasama. Memberikan proposal talent-talent yang bernaung di agensinya. Alex sendiri sudah melihatnya, banyak talent yang sudah memiliki nama, baik seorang influencer dan artisnya. Dari situ minat yang sebelumnya tak ada, menjadi ada. Namun bukan hanya soal bisnis tetapi juga soal sesuatu hal pribadi yang menyangkut pertemanan yang pernah terjalin dulu.

"Baik, kamu sendiri?" tanya Alex dengan ramah.

"Baik juga, tapi kadang nggak baik, akhir-akhir ini pekerjaan bikin stres."

"Pekerjaan memang selalu bikin stres," ujar Alex santai.

"Memang, makanya kalau bisa aku pingin pensiun dini."

"Kalau itu mau mu, kenapa nggak pensiun?"

"Belum ada alasan buat aku pensiun."

"Alasannya?"

"Aku pensiun setelah menikah."

"Jadi ..."

Indriyana mengangkat bahunya dengan senyuman yang menawan namun terlihat getir. "Ya begitulah," ujarnya kemudian.

Lantas ia menatap lawan bicaranya. Alex yang dulu seingatnya tak setampan seperti Alex yang sekarang. Wajahnya kian berwibawa dan lebih bersinar. Indri seperti bukan berhadapan dengan Alex yang dia kenal.

"Kamu sudah berubah ya, Lex?"

Laki-laki itu mengernyit. Dia mulai mengeluarkan beberapa dokumen yang dibutuhkan untuk diskusi. Sedangkan itu seorang pramusaji membawakan minuman untuknya. "Berubahnya?"

"Terlihat lebih manusiawi, nggak begitu dingin seperti dulu," kata wanita itu jujur.

"Dulu masih remaja, terlihat cool itu keren." Alex menjawab dengan santai. "Bisa kita mulai diskusi masalah pekerjaan?"

"Baiklah, tapi nanti kita bisa ngobrol lebih lama kan? Ya anggap saja temu kangen teman SMA."

Alex mengangguk saja. Kemudian dia mulai mendiskusikan soal pekerjaan dengan Indriyana. Wanita itu pun menyimak dengan tenang dan sesekali memberikan sanggahan atau masukan.

Indriyana tetap cantik seperti dulu. Semasa SMA mereka pernah dijodoh-jodohkan oleh teman-temannya. Dan kini setelah beberapa tahun terlewat, mereka tiba-tiba dipertemukan kembali. Apakah ada takdir baik yang terselip, atau hanya lewat begitu saja.

Alex pikir, apapun itu, ia akan mengawali dengan Indriyana, teman semasa sekolahnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status