Share

Buka Hati Demi Eiger

Seperti yang sudah disepakati, weekend Minggu ini Eiger dan Alex akan melakukan ziarah. Namun belum juga mereka berangkat, pagi-pagi seorang perempuan berusia dua puluh empat tahun sudah membuat kerusuhan.

Kulitnya putih pucat, matanya sedikit sipit dengan hiasan kacamata ber frame bulat. Meski cantik ia tak begitu mirip dengan Alex Sanjaya.

Ya, perempuan itu adalah Tante Eiger dan tak lain juga merupakan adik kandung seorang Alex Sanjaya.

Alika Cantika Sanjaya adalah nama lengkapnya. Tante Alika begitu Eiger menyebutnya tengah menyetorkan hadiah action figure yang telah dijanjikan. Ia tak tau bahwa hari saat ia datang sudah direncanakan kakak dan keponakannya untuk berziarah.

"Kalau begitu Tante ikut ya? Sudah lama juga Tante nggak mengunjungi sahabat sendiri."

Fakta yang sudah lama Eiger tau. Bahwa Tantenya dan almarhum ibunya berteman akrab. Tante Alika selalu menyebut almarhum Ibu Eiger dengan sebutan kak. Usia ibunya memang sama dengan usia ayahnya.

Dan sebab mengapa bisa almarhum ibu dan Tante Alika berteman karena tetanggaan. Ketika Eiger berusia tujuh tahun ia diberitahu bahwa rumah kosong di depan rumah kakek dan neneknya adalah bekas rumah almarhum ibu dan keluarganya.

Bahkan dari Tante Alika juga Eiger tau bahwa Ibunya adalah anak yatim piatu yang ditinggal oleh orang tuanya yang tak lain juga kakek dan nenek Eiger. Beberapa tahun hidup sebatang kara, Ibunya kemudian menikah dengan Ayahnya. Untuk kelanjutan kisah kedua orang tuanya itu Eiger tak tau jelasnya.

Ayahnya hanya mengatakan soal kebaikan-kebaikan Ibu. Tante Alika juga sering bercerita betapa baik dan cantiknya almarhum ibunya. Jadi Eiger pikir Ibunya memang sangat baik dan cantik yang disayangi oleh banyak orang.

"Boleh," jawab Eiger setelah duduk di sofa ruang tamu.

Jam di dinding sudah menunjuk pukul sembilan pagi. Ia sudah rapi dengan kemeja putih berlengan pendek dan celana bahan panjang. Lantas Tante Alika ikut duduk disampingnya.

"Emang Eiger kangen banget sama Ibu ya?"

"Ya kangen--"

"Duh,keponakan kesayangan Tante lagi sedih ya? Tante jadi merasa bersalah deh karena sibuk terus, jadi jarang kesini lagi."

Tante Alika berkata dengan raut wajah sedih. Ia memotong perkataan Eiger yang belum selesai. Jika Ayahnya tak begitu banyak cakap, Tante Alika kebalikannya. Ia mirip dengan Mbak Yola menurut Eiger. Cerewet dan heboh.

"Weekend besoknya Tante janji ajak Eiger main, mau kan?"

Anak usia sepuluh tahun itu hanya mengangguk saja. Ia lantas menoleh ketika mendapati Ayahnya mulai mendekat dengan pakaian yang sudah rapih.

Mbak Yola yang dari luar pun masuk melewati keluarga itu. Ia selalu berpakaian santai. Kaos oblong dan celana pendek selutut. Rambut lurusnya dikuncir satu. Mbak Yola bukan berasal dari kampung. Jadi ia tak terlihat seperti gadis desa. Dan juga Mbak Yola tetap cantik meski warna kulitnya kekuningan.

"Selesai?" tanya Alex kala Yola memberikan kunci mobil kepada si tuan rumah itu.

"Sudah Tuan, sudah kinclong dan bersih seperti yang diharapkan," jawabnya ceria seperti biasanya.

"Bagus." Alex lantas menghampiri Eiger dan Alika di sofa ruang tamu. Yola pun izin undur diri.

"Mau ikut?" Ayahnya bertanya dengan Tante Alika.

"Iya, sekalian nengokin Kak Ica, aku udah lama nggak kesana kak."

"Oke, kalau begitu ayo berangkat."

***

Hanya butuh waktu empat puluh lima menit mobil sampai di pemakaman umum yang asri. Pepohonan yang gemericik tertiup angin menyambut dengan suka cita. Hijaunya rerumputan dan bunga-bunga tertata rapih dan bersih.

Bahkan jika tak terlihat undakan dengan batu nisannya, sudah seperti sebuah taman ataupun lapangan yang luas.

Eiger duduk bersimpuh menengadahkan tangan mengamini doa yang dilantunkan ayahnya. Begitu pula Alika. Gadis itu diam menunduk menatap batu nisan yang tak usang dimakan waktu. Tulisannya masih jelas, Jesica Ananda Putri dengan tanggal lahir beserta tanggal wafatnya.

Ia jadi mulai bernostalgia tentang kebersamaan di masa yang telah berlalu. Alika menjadi saksi bisu ketegaran seorang anak yatim piatu. Kak Ica, begitu ia memanggilnya. Bahkan dia selalu datang menemui Kak Ica nya dan mengajak untuk makan bersama di rumah.

"Kak, apa kabar? Aku kangen banget. Kakak adalah kakak perempuan ku satu-satunya. Sekarang Eiger sudah besar. Dia mirip banget sama Kak Alex, tapi kalau Eiger tersenyum, dia mirip Kak Ica banget."

Alika bergumam di dalam hatinya. Ia menatap nisan itu lama dengan sorot mata yang berkaca-kaca. Ia tak sadar sudah lama Alex menyelesaikan doanya.

Bahkan kini Eiger sudah meletakkan karangan bunga segar di dekat batu nisan. Anak itu kembali bersimpuh dengan ekspresi yang serius.

Meski seumur hidup ia tak pernah melihat secara langsung Ibunya. Eiger tetap merasa emosional kala mengingat jasa almarhum ibunya yang sangat berjuang keras demi melahirkannya. Mungkin ucapan terimakasih tak akan berarti apa-apa.

"Ibu, Eiger kemarin ulang tahun yang ke sepuluh," katanya pelan memulai percakapan sepihak.

"Sekarang Eiger udah besar."

Ucapan itu menyadarkan Alika. Dia menatap keponakannya dalam diam. Tak bisa dia melihat keponakannya itu bersedih. Jadi dia hanya melihat nisan itu dengan sorot mata penuh kepedihan.

"Ibu, Eiger boleh minta izin? Ibu akan marah sama Eiger nggak?" tanya Eiger yang tentu tak mendapati jawaban. Hanya semilir angin yang berhembus terasa menerpa tubuhnya. Lalu Eiger kembali melanjutkan kata-katanya.

"Eiger mau cari Ibu baru, tapi Ibu tetap Ibu Eiger, nanti Eiger nggak akan panggil dengan sebutan Ibu karena Ibu udah punya Ibu."

Lantas Alika mendongak bingung, menatap sang keponakan yang mengatakan sesuatu tak terduga. Bahkan Alika berganti melihat Alex yang tetap diam sembari mengelus puncak kepala sang anak dengan lembut.

"Boleh kan Bu? Nanti Eiger tetap akan kesini, kalau nanti aku udah ketemu sama ibu baru yang baik, nanti aku kenalin ke Ibu. Kalau nanti Ibu setuju bilang sama Eiger lewat mimpi ya ..."

"Eiger?" panggil Alika yang tak bisa tahan dengan rasa penasarannya.

"Eiger mau cari Ibu baru?" tanya gadis itu yang tengah kebingungan sendiri.

Hanya anggukan yang diterima dari rasa penasaran Alika. Namun jawaban singkat itu menjadi lebih jelas. Lalu gadis itu pun menoleh kepada sang kakak. Belum ia mengucapkan apa-apa, Alex lebih dulu mengajak untuk beranjak pergi.

Akan tetapi sebelum mereka benar-benar pergi. Alex lebih dulu meletakkan karangan bunga Lily segar yang sempat ia beli tadi.

Bunga Lily adalah bunga kesukaan mendiang istrinya semasa hidup. Bunga yang cantik dengan warna putih bersih itu simbolis kecantikan dan kebersihan hati seorang Jesica Ananda Putri.

"Lily itu cantik, kalau anak kita perempuan kasih nama Lily ya?"

"Kalau laki-laki?"

"Hemm ... Apa ya ... Tiger atau Eiger bagus."

Alex menghela nafas kala serpihan memori dimasa lalu kembali terputar. Ia kemudian menatap dalam nisan milik mendiang istrinya.

Kehidupan memang akan selalu berjalan. Meski Alex terus menolak namun ada orang lain yang menginginkannya dan lebih membutuhkannya.

"Aku akan buka hati demi Eiger. Izinkan kami berdua hidup dengan orang lain tanpa melupakan mu."

"Kami akan selalu mencintai mu, Jesica."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status