Share

Cari Ibu Sendiri

Darma Eiger Sanjaya tidak terlahir tanpa Ibu. Ia seperti selayaknya anak manusia lainnya yang terlahir dari rahim seorang perempuan. Jelas saja karena Eiger juga manusia.

Namun yang sedikit membedakannya dengan anak normal. Ia tak lagi memiliki Ibu di dekatnya. Memang di dunia ini dia tak sendiri yang tidak memiliki Ibu. Namun tetap saja, Eiger menganggap dirinya anak tak normal.

Sejak lahir bahkan hingga ia bisa mengucapkan kata Ayah. Ia tak pernah memanggil pasangan Ayahnya dengan sebutan Ibu. Ayahnya sejak itu tak memiliki pasangan. Sehingga harusnya Eiger bisa memanggil Ayah sekaligus Ibu, namun ia hanya memanggil Ayah karena hanya ada Ayahnya tak ada Ibunya.

Dan sejak itu, sejak Eiger mulai memahami bahwa ada Ayah harusnya ada Ibu. Dia mulai bertanya tentang keberadaan Ibunya yang tidak pernah ia lihat.

Dan dengan sorot mata yang tegar Ayahnya menjelaskan jika Ibunya telah meninggal saat dia dilahirkan. Bingung, Eiger saat itu tak begitu paham. Namun waktu semakin mengasah pengetahuannya dan menambah usianya. Dari situ Eiger paham ia tak akan bisa bertemu dengan Ibunya selamanya.

Sedih ketika melihat teman-teman sekolahnya sewaktu TK diantar dan dijemput oleh Ayah dan Ibunya. Bahkan saat itu Eiger terus mengeluh dengan Bik Nuri dan mengadu dengan Ayah, Mbak Yola, Kakek, Nenek, Tante dan Omnya.

Semua orang terdekatnya memberikan pemahaman dan kemudian perlahan Eiger mulai mengerti dan tak mengeluh lagi.

Ia sering melihat wajah Ibunya yang cantik di album foto usang yang ditunjukkan Ayah dan Bik Nuri. Ia juga kerap mendengar sikap Ibu dari Tantenya. Dari semua itu imajinasi Eiger terasah menggambarkan bagaimana Ibunya yang tak pernah ia lihat. Cantik, ramah, baik dan memiliki senyum menawan dengan lesung pipi seperti dirinya.

Imaji itu membuat Eiger kecil senang. Bahkan hingga sekarang ia dua kali setahun mengunjungi makan Ibunya bersama Ayah. Dan semakin usianya bertambah semakin Eiger merasa bahwa ia sebenarnya masih membutuhkan sosok Ibu.

"Tuan Alex?" Seketika suasana yang sempat membisu mulai pecah kala Mbak Yola berkata.

Sontak Bik Nuri dan Eiger ikut melihat seorang laki-laki dewasa yang kini menatap kearah mereka.

Tampilannya tak serapih tadi pagi. Dasi dan jasnya sudah terlepas entah kemana. Raut wajahnya bahkan sudah kusut tak enak dilihat.

"Kirain Eiger sudah tidur."

Perkataan itu menyadarkan Eiger untuk segera beranjak. Ekspresinya menahan kesal. "Ini mau tidur," katanya kemudian, lalu segera pergi mengabaikan tv nya yang masih menyala.

Alex mengernyitkan dahinya. Ia menatap kepergian anak semata wayangnya itu dengan bingung. Karena tak paham, ia pun menoleh pada Bik Nuri.

"Eiger kenapa Bik?"

"Katanya Den Eiger nggak kesal, tapi Bibik kira Den Eiger kesal sama Tuan."

"Saya? Emang saya kenapa?" tanya laki-laki dewasa usia tiga puluh satu tahun itu. Wajahnya tak menua, ia masih muda.

Usianya pun masih sangat muda dengan rekam jejak memiliki anak usia sepuluh tahun di usia tiga puluh satu tahun. Sepuluh atau sembilan tahun, Alex bahkan lupa. Ia hanya mengingat Eiger sudah kelas lima SD.

"Hari ini Den Eiger ulang tahun."

"Lho?" Sang pemilik rumah tampak kaget dan bingung. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Emang iya Bik?"

"Tuan Alex lupa?" tanya Yola menimpali. "Lagi ..." lanjutnya.

Alex tak menjawab, lantas ia berpamitan untuk naik ke atas menemui anaknya. Ia beneran lupa. Mungkin sedari pagi hingga malam ia sibuk bekerja. Atau memang Alex tak pernah mengingat hari ulang tahun.

Sejujurnya ia juga tak begitu gembira dengan hari kelahiran. Menurutnya biasa saja dan aktivitas berjalan seperti biasa. Dulu mungkin ia mendapatkan kejutan dari Sang Istri yang menganggap hari kelahiran itu spesial. Namun setelah peristiwa itu ia tak lagi mendapatkan ucapan selamat ulang tahun. Sebab Alex sendiri tak melebeli hari kelahiran dengan tanda spesial.

Tok ... Tok ... Tok ...

Suara derapan langkah kaki yang menggema berganti dengan suara ketukan pintu. Terdapat pahatan indah nama Darma Eiger Sanjaya. Pintunya bercorak coklat kayu. Namun di dalam serba abu-abu.

"Ayah buka pintunya ya?"

Tak ada jawaban. Lantas Alex menekan knop pintu dan membukanya perlahan. Di atas ranjang serba abu-abu itu Eiger terbaring memainkan action figurnya. Ia berjalan menghampiri, melewati lemari kaca dengan isian mainan anaknya.

Anak semata wayangnya itu memang sangat menyukai super Hero. Dia sudah mengoleksi banyak sekali super Hero di lemari maupun di rak. Selain itu anaknya juga terkadang membaca komik. Alih-alih membaca buku pelajaran, Eiger lebih memilih membaca komik. Jadi ada beberapa buku komik yang tergeletak di rak bukunya. Tidak begitu banyak, karena sesungguhnya Eiger tetap akan memilih menonton film atau bermain dibanding membaca.

"Maaf Ayah lupa, hari ini ulang tahun?"

Tak ada jawaban. Eiger tidak melihat ayahnya. Dia memilih tetap memainkan action figure nya mengabaikan sang ayah yang mulai duduk di pinggiran ranjang.

"Selamat ulang tahun ya, nak. Maaf Ayah belum bisa jadi ayah yang baik, weekend nanti kita ziarah ke tempat Ibu, mau kan?"

Laki-laki itu berkata lembut. Sejak memiliki Eiger, Alex yang dingin mulai berubah dengan sikap barunya. Ia kini lebih ramah. Saat di kantor pun Alex menjadi bos yang pengertian. Ia telah belajar dari istrinya yang begitu ramah dengan orang lain, bersikap lembut dan pengertian. Ia tak menampik bahwa Eiger sangat mirip dengannya ketika muda.

Cuek dan suka mengabaikan, sikap itu akan luluh dengan kelembutan. Bahkan Alex masih mengingat betul perlakuan lembut Istrinya saat dulu.

"Iya boleh ke tempat Ibu. Nanti aku izin cari Ibu lain, tapi nanti aku panggilnya Bunda kalau enggak Mamah, karena panggilan Ibu udah punya Ibu."

Alex mengernyitkan dahinya tak paham dengan ucapan anaknya. Kata Bik Nuri tadi Eiger sedang ngambek karena ia lupa dengan ulang tahunnya.

Namun ucapan Eiger tampak lain dari apa yang dimaksudkan Bik Nuri.

"Eiger bilang apa?"

"Mau cari Ibu."

Alex lantas berdehem. Ia sudah paham dengan maksud dari ucapan-ucapan anaknya itu. Sudah lama Eiger tak mengadu soal Ibu. Namun kali ini karena apa?

"Kenapa? Ada masalah di sekolah?" tanya laki-laki itu.

"Nggak ada apa-apa, tapi tadi aku ke rumah teman," jawab anak laki-laki itu berganti posisi menjadi duduk.

Eiger tidak begitu tertutup dengan keluarga terdekatnya. Ia mengamati ayahnya dari posisinya. Tampan, Mbak Yola sering bilang seperti itu. Kata Mbak Yola, dia dan ayahnya sama-sama tampan.

"Lalu ada masalah?" pertanyaan Ayah mengembalikan Eiger dari topik pembicaraan.

Anak itu lantas menggeleng. "Aku ketemu Bundanya Ardha." Eiger mulai bercerita. Ardha adalah temannya yang kebetulan rumahnya tak begitu jauh. "Tadi kan kerja kelompok."

"Terus?" tanya Alex.

"Di rumahnya Ardha nggak ada pembatu kayak Bik Nuri sama Mbak Yola, adanya Bundanya Ardha. Terus aku tanya sama Ardha, emang selain bisa makan masakan Bunda, apa lagi spesialnya ada Bunda. Kata Ardha Bunda bisa dipeluk, bisa bacain cerita sebelum tidur. Kata Ardha juga kalau ada Bunda dia bisa punya adik. Bundanya Ardha masih hamil yah, perutnya gede, katanya di dalam ada adiknya Ardha. Aku juga pingin punya adik makanya mau cari Ibu sendiri."

Dari rentetan perkataan Eiger, yang membuat Alex merasa pusing adalah kata terakhirnya. Adik? Memang benar jika ada Ibu kemungkinan Eiger mempunyai adik. Tapi Alex tak menyangka pemikiran anaknya itu makin logis dan lebih pintar. Ya wajar sebenarnya, karena Eiger sudah berusia sembilan tahun, atau sepuluh tahun.

"Emang mau cari Ibu dimana?"

"Nggak tau."

Alex lantas menghela nafas. Ia mengusap puncak kepala anaknya. "Weekend kita ziarah ke tempat Ibu. Nanti kamu bisa bilang sama Ibu."

"Tapi nggak papa kan kalau aku cari Bunda? Nanti aku panggilnya Bunda aja biar kayak Ardha."

Lagi, laki-laki dewasa itu menghela nafas. Ia sebenarnya tak begitu mementingkan pasangan meski kedua orang tuanya juga pernah mendesak.

Ia pikir ini sudah lama. Dia juga berpikir usianya makin tua, akankah ada seseorang yang mau menjadi pasangannya?

Namun melihat sorot mata jernih Eiger membuat Alex sedikit luluh. "Iya boleh," katanya kemudian tak melarang kemauan anaknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status