Share

Ibu untuk Eiger, Istri untuk Ayah
Ibu untuk Eiger, Istri untuk Ayah
Penulis: Apri April

Darma Eiger Sanjaya

Menginjak usia 10 tahun tak begitu spesial bagi seorang anak laki-laki yang duduk di sofa ruang keluarga. Ia memangku cemilan sembari fokus menatap layar tipis yang menampilkan film Hero. Pura-pura lupa dengan hari yang spesial.

Kata orang sih hari kelahiran itu spesial. Namun bagi Darma Eiger Sanjaya tak begitu. Baginya semua hari sama saja. Malah ia akan terkesan dengan hari Minggu karena libur sekolah.

Eiger begitu ia dipanggil, memiliki fitur wajah yang tampan. Jika ia tersenyum terlihat semakin menawan dengan kedua lesung pipi yang samar terlihat. Namun jika dia tersenyum. Faktanya Eiger tak suka tersenyum. Ia lebih suka berekspresi dingin dan tertawa jika itu sangat lucu.

Persis seperti ayahnya. Beberapa orang kerap menyamakan Eiger dengan Alex Sanjaya muda. Kata Kakek, Nenek, Tante dan Om nya, Eiger sangat mirip dengan ayahnya. Namun bagi Eiger ia tak begitu mirip dengan Ayahnya. Ia sangat malas terutama malas belajar. Namun Alex, ayahnya gemar sekali membaca, pintar dan sangat suka bekerja.

Sampai-sampai pukul delapan malam seperti ini, ayahnya bahkan belum pulang dari kerjanya.

Itu sih sudah wajar. Eiger sudah biasa tak diucapkan selamat ulang tahun dari sang ayah. Atau dua hari atau seminggu kemudian baru ayahnya akan mengucapkan selamat ulang tahun.

Tapi tadi pagi Bik Nuri, Mbak Yola, Kakek, Nenek, Tante dan Om nya telah mengucapkan selamat ulang tahun. Hanya saja Eiger tak begitu terkesan. Ia lebih terkesan dengan janji Om dan Tantenya yang akan membelikan hadiah action figure Hero pelengkap koleksinya.

"Den Eiger belum mau tidur?"

Pertanyaan itu keluar dari mulut seorang wanita semi tua, berusia empat puluh lima tahun. Ia Bik Nuri, pengasuh sejak Eiger bayi dan salah satu asisten rumah tangga di rumahnya.

"Belum." Jawaban singkat itu terkesan cuek. Eiger masih fokus dengan tontonannya.

"Nunggu Ayah pulang?"

"Aku nggak nunggu ayah," kata Eiger kembali. "Film nya lebih seru."

Mungkin jika Bik Nuri hanya pembantu saja, ia akan percaya dengan apa yang diucapkan anak bosnya. Namun Bik Nuri lah yang mengasuh Eiger sejak bayi. Jadi ia begitu kenal dengan watak anak itu.

Lalu Bik Nuri pun mendekat, menepuk pundak Eiger yang sudah ia anggap sebagai anak sendiri.

"Emang nggak ada pr?"

"Bik, aku males banget ngerjain pr makanya nonton film."

"Tapi nanti di sekolah di hukum kalau nggak ngerjain pr."

"Besok pagi aku bisa nyontek sama temen ku."

Bik Nuri lantas tak menanggapi lagi soal pr sekolah. Eiger tipikal anak yang tidak suka ditekan. Namun jika situasinya tak seperti ini pasti Bik Nuri akan memberikan nasihat.

"Ayah tadi nelpon, katanya lembur jadi pulang telat."

"Bagus deh, sekalian aja nggak pulang."

Jawab Eiger tetap cuek. Anak laki-laki itu fokus saja dengan tontonannya. Ia lupa sedang menghadapi Bik Nuri.

"Den Eiger kenapa? Kesal sama Ayah?"

"Aku nggak kesal!" lantas Eiger menoleh. Raut wajahnya bahkan berbanding terbalik dengan ucapannya membuat Bik Nuri tersenyum samar.

"Pokoknya aku nggak kesal, bik."

"Iya, Den Eiger gak kesal," jawab Bik Nuri kalem.

Film di layar tipis itu pun menampilkan pertarungan Hero dengan monster jahat. Eiger kembali fokus menatapnya. Ia masih tetap mengunyah cemilan di pangkuannya.

Tak bosan-bosan dia memakan keripik kentang buatan Bik Nuri. Ayahnya sangat sensitif dengan komposisi jajanan di luar yang katanya bisa merusak tubuh Eiger. Sehingga sejak kecil anak itu lebih banyak memakan masakan atau cemilan yang dibuat sendiri oleh Bik Nuri.

Lagi pula tidak masalah juga baginya. Sebab masakan yang di buat Bik Nuri tetap enak dan tidak membosankan. Namun Eiger sudah mulai tumbuh menuju remaja, jadi saat di sekolah ia tetap memakan jajanan yang dijual di kantin, mengabaikan peringatan ayahnya barang sejenak.

"Loh loh, Den Eiger belum tidur ternyata."

Suara ceria yang ditimbulkan seorang gadis menyapa gendang telinga dua orang yang duduk di sofa ruang keluarga. Eiger memanggilnya Mbak Yola. Dari ayahnya ia mengetahui Mbak Yola berusia dua puluh empat tahun. Selisih empat belas tahun dengannya, namun menurut Eiger, Mbak Yola persis dengan teman perempuannya di kelas yang super cerewet dan berisik.

Karena hanya dapat lirikan dari dua orang itu, kemudian Mbak Yola mengambil duduk di karpet dengan senyuman yang mengembang. Ia menenteng satu bok misterius.

"Den Eiger mau martabak enggak?" tanyanya tiba-tiba kepada Eiger yang menatap penasaran dengan apa yang dibawa asisten rumah tangganya itu.

Ia mengedipkan-mengedipkan matanya meyakinkan. "Oh, Den Eiger belum pernah makan martabak ya? Enak tau Den, manis, rasanya macam-macam tapi kalau Mbak Yola suka banget sama yang kacang ijo." Ujarnya tanpa diminta.

"Nih lihat."

Bik Nuri hanya diam saja menyaksikan interaksi dua anak muda yang sudah ia anggap sebagai anak sendiri. Yola adalah gadis ceria dan cerewet yang mewarnai kesehariannya saat bekerja. Gadis itu juga sangat dekat dengan Tuan Muda Eiger. Beberapa kali Yola memberitahu kehidupan bawah kepada Eiger atau hal-hal yang tidak diketahui Eiger sebelumnya. Selagi dibatas wajar itu tidak masalah, sesuai yang dikatakan bos mereka.

"Nah, ini beda rasanya Den, yang di bawah sama yang di atas. Mbak Yola cuman beli yang rasanya kacang ijo sama kelapa parut. Den Eiger pernah makan kacang ijo nggak? Biasanya kacang ijo di bubur sih. Den Eiger pernah makan bubur kacang ijo nggak?"

Anak usia sepuluh tahun itu hanya menggeleng menanggapi rentetan kalimat panjang Mbak Yola.

"Aku boleh coba nggak?"

"Oh ya boleh!" seru Mbak Yola riang. Ia menyodorkan bok itu kehadapan tuan mudanya.

"Martabak itu rasanya manis Den, nggak papa makan tapi jangan terlalu banyak."

Ucapan Bik Nuri persis dengan Ayahnya. Kadang Bik Nuri dengan Ayahnya memang sangat cocok dan kompak menasehati soal makanan yang sehat ataupun tidak.

"Gimana enak kan yang rasanya kacang ijo?"

Pertanyaan Mbak Yola mengabaikan ucapan Bik Nuri. Gadis itu sangat senang jika tuan mudanya bisa mencoba makanan yang terkenal di jalanan. Lagi pula makanan jalanan yang terkenal sederhana juga tidak kalah dengan makanan bintang atas khas kalangan orang kaya.

Eiger mengunyah dan bergumam. Ia tidak lagi begitu fokus dengan layar pipih yang menampilkan pertarungan Hero favoritnya. "Lumayan," katanya kemudian.

Mbak Yola terlihat makin puas. Dia menoleh pada perempuan dewasa yang duduk di sebelah Eiger. "Ibu ayo makan juga, enak tau Bu, tadi aku beli di tempat langganan, emang rasanya udah terkenal enak, yang beli juga rame terus, tadi aja aku antri dulu."

"Yaudah sini, mau coba yang kelapa parut."

"Ini Bu. Kalo yang kelapa parut nggak begitu manis, ada gurih-gurihnya. Pokoknya enak deh."

Selagi mereka bertiga memakan martabak yang dibeli oleh Mbak Yola. Tv pun masih menyala dengan suara efek sinema dan percakapan antar tokoh. Sedangkan itu baik Mbak Yola, Bik Nuri dan Eiger terlibat obrolan. Lebih tepatnya Bik Nuri dan Mbak Yola. Eiger hanya menjadi pendengar. Ia tak begitu mengikuti alur obrolan yang entah arahnya kemana, lagi pula dia juga tidak mengerti. Jadi dia fokus saja dengan martabak dan sesekali melihat film Hero favoritnya.

Ternyata enak juga. Eiger sudah memakan empat potong, dua rasa kelapa parut dan dua rasa kacang ijo. Suatu saat nanti ia ingin meminta Ayahnya untuk membelikan martabak.

"Gimana ya Bu, aku mah senang aja di ajak jalan-jalan terus tapi kan aku juga kerja, masa temen ku itu nggak mau ngerti juga. Dia mah enak ya kan dari keluarga kaya. Katanya dia bilang sama aku gak usah kerja, bareng dia aja, temenin dia maen nanti aku dikasih uang. Tapi aku nya lah yang nggak enak, Bu. Masa enak banget di aku--"

"Mbak Yola bilang Ibu terus sama Bik Nuri."

Ucapan Eiger yang memotong curhatan Mbak Yola tentang teman kayanya itu menyedot perhatian dua perempuan itu.

"Lho kan emang Mbak Yola manggilnya Ibu, Den."

"Kenapa? Den Eiger juga mau manggil Ibu?" Tanya Bik Nuri tenang.

Lantas anak itu pun menggelengkan kepalanya. "Enggak."

Diam sesaat. Kemudian anak yang baru berulang tahun itu berkata membuat dua perempuan didekatnya merasa kaget. "Aku mau cari Ibu sendiri."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status