Share

Ifat
Ifat
Penulis: Ayusqie

Bab 1: Bukan Superman

IFAT 

Bab 1: Bukan Superman. 

Bandar Baru, Februari 2008.

”Tolooong..!”

Aku terkesiap. Suara teriakan minta tolong itu sontak memutus lamunanku yang sudah terlalu jauh entah ke mana. Aku menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari asal suara.      

”Tolooong..!”

Samar-samar suara teriakan itu terdengar lagi. Desauan angin malam di tiang-tiang lampu dan pohon peneduh membuatku kesulitan untuk menerka sumber suara.

”Sepertinya dari sana,” pikirku, di arah kanan dari tempatku duduk ini. Aku segera bangkit, meraih tas ranselku dari trotoar dan berjalan menuju asal teriakan tadi.

Pukul sebelas malam. Suasana kota Bandar Baru begitu sepi semenjak disiram gerimis maghrib tadi. Tidak ada mobil atau motor yang melintas di jalan. Penduduk kota ini sepertinya terlalu cepat beranjak ke peraduan.

Aku terus tergopoh-gopoh sembari menggendong tas ranselku. Setelah melewati sebuah perempatan, aku segera belok kanan, dan, di situ rupanya..,

”Toloooong..!”

Aku melihat seorang wanita yang berjalan mundur-mundur, penuh ketakutan, berusaha menjauhi dua orang lelaki yang sedang memburunya dari dua arah yang berbeda.

Beberapa detik aku tercekat, menelan ludah. Aku bingung pada pilihan-pilihan yang akan aku lakukan selanjutnya.

Sang wanita terus berputar-putar di sekitar mobilnya, sembari memukul-mukulkan tas jinjingnya pada dua lelaki yang kuduga sebagai perampok itu.

”Serahkan uangmu!” Ancam mereka sembari menghunus pisau belati.  

”Aku sudah tidak punya uang lagi!” Pekik sang wanita bercampur pasrah.

”Semuanya sudah aku serahkan ke kalian!”

”Serahkan tas kamu!” Ancam perampok lagi.

”Toloooong..!” Pekik sang wanita histeris.

Menyaksikan itu darahku berdesir, jantungku berdegup kencang. Aku ingin kembali ke tepi jalan Sudirman tadi dan berpura-pura tidak melihat kejadian itu, lalu menganggap bahwa aku ini hanyalah kucing buduk kelaparan di tengah kota.

Jika aku turun menyelamatkan wanita itu, bisa mati konyol aku. Aku memang punya kemampuan bela diri, tapi itu dulu, dan itu pun hanya seujung kuku. Lagi pula, sejujurnya aku belum pernah menghadapi orang bersenjata.

Ketika aku menyelamatkan seorang penumpang sewaktu masih jadi kondektur bus di Jakarta dulu, aku tidak tahu bahwa preman itu memiliki senjata. Jika tahu, mungkin ceritanya akan berbeda.

Kejadian selanjutnya berlangsung amat cepat. Perampok itu kian merangsek. Mereka merampas dan membetot tas jinjing milik korban.

Namun, sang wanita itu berusaha untuk bertahan. Tarik menarik pun terjadi.

”Toloooong!” Teriaknya semakin takut dan panik.

”Serahkan tas kamu!” Bentak sang perampok yang kian marah.

”Serahkan kunci mobil kamu!” Bentak perampok yang satu lagi.

”Cepat!”

”Tolooong..!”

Aku menolah-noleh, berharap ada orang lain yang melintas supaya bisa kuajak untuk membebaskan wanita itu dari todongan perampok. Tak ada, tak ada orang yang melintas. Kota Bandar Baru ini tampak serupa kota mati.

Aku pun berharap pada petugas sekuriti yang ada di gedung sebuah bank, tak jauh dari lokasi perampokan itu terjadi.

Namun rupanya, petugas itu tengah tertidur hingga tidak mendengar suara pekikan sang wanita.

”Tolooong..!”  

”Mau mati kamu ya??”

”Serahkan tas kamu, cepaaat..!!”

Akibat tarikan paksa perampok, wanita itu terjatuh di aspal, lututnya berdarah. Namun ia tetap gigih mempertahankan tasnya. Ia cepat berdiri dan tanpa henti berteriak minta tolong.

Perampok pun semakin kalap. Oh, teganya, ia memukul wanita itu!

 Jadi begitukah? Tidak ada sesiapa yang menolongnya? Sampai detik ini aku masih tak tahu apa yang harus kuperbuat.

Melihat pantulan sinar lampu kota di pisau belati perampok itu hatiku kecut, sangat. Aku berharap semoga satpam bank mendengar pekikan wanita itu, menunda mimpinya memiliki uang sebanyak isi bank yang dijaganya.

Perampok semakin naik pitam. Juga kepanikan, membuatnya gelap mata. Dia, dia,  oh tidak! Dia menghunjamkan pisau belati ke arah wanita itu!

Jadi begitukah? Tak ada orang yang menolong wanita malang itu? Juga satpam bank itu, tidak terbangun juga?

Ah, barangkali sudah nasib wanita cantik itu tamat riwayat di tangan perampok, supaya ada berita untuk ditulis para kuli tinta.

Tapi ternyata, dugaanku meleset. Tepat dua inci sebelum belati sang perampok menghunjam lambung wanita itu, tiba-tiba saja, ada sebuah tangan lain bergerak cepat, tap! menahan deras laju belati.

Kejadian selanjutnya juga sangat cepat. Sebuah kaki bersepatu hitam sol karet putih menyasar dada perampok itu, bug! Gerakannya cepat sekali, hampir tak mampu diikuti pandangan mata. Perampok pun terjengkang.

Melihat seseorang yang tiba-tiba muncul sebagai pahlawan, layaknya Superman baru keluar dari boks telepon, perampok lain yang masih mencengkeram tas sang wanita terkejut bukan kepalang. Namun sedetik kemudian amarah kembali mendidihkannya.

”Heeii.. anjiang!” makinya dalam bahasa daerah.

”Jangan ikut campur ya!! Siapa kau?!!” Ancamnya pula seraya mengacungkan belati.

Dengan tenang, santai, dan berkesan tak takut mati, pemuda konyol bersepatu sol karet itu menjawab.

”Ah, bukan siapa-siapa, cuma kebetulan lewat,” kataku.

Kataku?

Heii!! Konyol sekali aku!!  

********

Lebih dari separuh niatku ini adalah kenekatan. Lalu jika ada yang bisa aku lakukan, ini semua adalah sisa-sisa dari kemampuanku sebagai mantan atlet juara PORDA;

Maka, inilah yang disebut dengan tendangan sapuan melingkar; bakk! Kakiku pun mendarat sempurna di kepala seorang perampok.

Lalu, ini yang disebut teknik bantingan menggunakan tenaga lawan; brugg! Perampok yang kedua pun terbanting di atas aspal.

Kemudian, inilah yang disebut dengan teknik kuncian bahu.

”Aaaakh! Aaa.., aduuhh..!” pekik seorang perampok yang berhasil aku cengkeram dengan kuncianku.

Ini bukan film, tapi kejadian selanjutnya persis seperti yang ada di film-film. Tak peduli itu memukaunya film Hollywood, melankolisnya film Bollywood, atau bahkan konyolnya film Indonesia.

Setelah kedua perampok itu kubikin keok, satpam bank pun terbangun. Dua petugas keamanan itu tergopoh-gopoh menghampiri, kasak-kusuk sebentar, menelepon polisi, lalu dengan tangkas memborgol dua perampok itu.

Tak berapa lama kemudian polisi datang dengan mobil patroli. Mereka bekerja amat profesional. Begitu cekatan mereka mengumpulkan informasi, bukti-bukti, dan ini yang paling aku suka, yaitu; mereka melemparkan tubuh kedua perampok itu ke dalam mobil patroli.  

Brag!

Brug!

”Aaduuh..!”

********

Komen (1)
goodnovel comment avatar
carsun18106
yeaaay...yg ditunggu2 ^_^
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status