"Bagaimana pun situasi saya tidak sama dengan seseorang yang tidak terbiasa berjalan kaki. Seseorang yang tidak terbiasa berjalan kaki itu hanya memikirkan aktivitas itu melelahkan, tapi situasi saya berbeda. Pikiran buruk saya terbentuk karena pengalaman masa lalu saya"
Mendengar penuturan Zayyad. Malazi mau tidak mau menganggukkan kepalanya setuju.
"Tapi bagaimana pun juga pada akhirnya anda butuh pembuktian untuk menyangkal pikiran buruk anda terhadap wanita"
Dan konsultasi mereka pun berakhir sampai disitu.
Zayyad kembali ke villa tempatnya tinggal. Hanya untuk melihat dua wanita asing sudah berada di dalam sana bersama kakeknya.
"Zayyad, mulai hari ini mereka akan tinggal di villa mu"
Zayyad hanya membalas perkataan kakeknya dengan mengangguk. Sedangkan Alina membantu neneknya beristirahat di kamar yang sudah di siapkan.
Alina sangat bersyukur dengan fakta penyakit neneknya masih dalam tahap stadium awal. Jadi kemungkinan untuk di sembuhkan masih sangat besar.
"Alin" Panggil neneknya.
"Ya?" Setelah membantu neneknya berbaring. Alina menarik selimut untuk menutupi tubuh neneknya.
"Alin memutuskan untuk menikah bukan karena-"
Pergerakan Alina terhenti sesaat. Mengangkat kepalanya, ia menatap neneknya sambil tersenyum lembut.
"Penyakit nenek?"
Wanita tua itu mengangguk samar. Ia merasa menyesal karena terlambat memberi tahu dokter untuk merahasiakan penyakitnya.
Pada akhirnya, Alina mengetahui penyakitnya.
"Jelas tidak!" Alina merapikan letak selimut pada tubuh neneknya. Kemudian ia duduk di pinggir kasur. "Ini murni karena kemauan Alin" Jelas ia berbohong.
"Nenek tau Alin bohong" Cucunya yang keras kepala, memilih untuk merubah keputusannya. Jelas itu seperti melihat teratai tumbuh di darat.
"Bukannya nenek sangat menginginkan Alin menikah, tapi kenapa sekarang nenek mempermasalahkan hal kecil seperti ini" Saat ini ia sudah menikah. Tidak peduli alasannya apa. Bukankah yang terpenting ia sudah memenuhi keinginan neneknya?
"Nenek tidak mau Alin menikah hanya untuk membuat nenek senang" Wanita tua itu menghela nafas berat. Mata tuanya terlihat muram dan merasa bersalah.
"Nenek.. bukannya Alin sudah bilang tadi, kalau bukan karena yang nenek jodohkan itu tampan, mana mau Alin menerimanya"
"Benarkah?"
"Apa perlu aku memanggil Maya untuk mengingatkan nenek?" Ia mengatakan itu tepat di depan Maya.
"Syukurlah kalau begitu" Wanita tua itu mengulas senyum samar. Walau ia masih sangat yakin, cucunya berbohong.
"Jadi sekarang nenek istirahat, tidak perlu memikirkan hal itu lagi. Bukankah yang terpenting perawan tua ini akhirnya menikah?"
"Ha..ha.." Mendengar lelucon itu, Erina tak sanggup menahan tawa.
"Akhirnya Alin menyadari itu?"
"Sebenarnya hal seperti itu tejadi di masa nenek! tapi di masa sekarang, umur seperti ku ini masih terbilang muda untuk menikah"
Erina yang mendengar itu, terperangah. "Muda katamu?" Memasuki kepala tiga masih tergolong muda untuk menikah? Cucunya ini Ingin membodohi nya?
"Em!"
"Itu Alin saja yang berpikir begitu"
"Tidak! Banyak diluar sana yang memiliki pemikiran yang sama seperti Alin"
"Syukurlah aku mendesak mu menikah, jika tidak mungkin kau akan hidup menjadi perawan tua"
'Memang pada awalnya aku ingin begitu!'
"Kalau begitu Alin tinggal dulu, nenek istirahat lah!"
Setelah meninggalkan kamar neneknya. Ia pergi ke ruang tamu. Tanpa sengaja menemukan Irsyad dan Zayyad yang tampak sedang terlibat percakapan serius.
Diam-diam Alina memutuskan untuk bersembunyi di balik dinding. Memasang pendengarannya baik-baik untuk menguping.
"Kakek kenapa kau melakukan ini? Kau tau jelas kalau aku gynophobic"
"Kau mau sampai kapan terus takut seperti itu? Kau hanya perlu berpikir lebih realistis, tidak semua wanita buruk seperti mereka"
"Kakek tidak di posisi ku, mudah bagi kakek untuk mengatakannya"
"Kakek melakukan ini karena sayang padamu. Kakek sangat berharap pernikahan ini dapat memulihkan pikiran negatif kamu terhadap wanita. Kamu hanya perlu beradaptasi dengan itu sedikit demi sedikit"
"Tapi kek-"
"Zayyad yang sekarang kamu butuhkan adalah pembuktian, bahwa wanita tidak semuanya buruk seperti masa lalu kamu. Ku dengar dari Erina, gadis itu juga tidak jauh berbeda dengan mu"
"Maksud kakek?"
"Kalian berdua sama-sama tumbuh dengan masa lalu yang buruk terhadap lawan jenis. Bedanya Alina merespon semua pengalaman buruk itu menjadi kebencian dan kamu merespon nya dengan rasa takut"
Kebencian? Zayyad terdiam beberapa saat merenungi hal itu.
"Apakah Alina seorang misandris?"
"Itu kakek tidak tahu pasti! Tapi satu hal yang ingin ku katakan padamu. Kalian berdua sedikit tidak jauh berbeda"
Setelahnya Irsyad pergi meninggalkan vila kediaman Zayyad untuk kembali kerumahnya sendiri.
Alina mematung di tempat setelah mendengar pembicaraan mereka. Otaknya sedikit lambat memproses apa yang baru saja ia dengar.
Gynophobic?
Zayyad baru saja berbalik hanya untuk bertemu pandang dengan Alina yang sedang berdiri di samping tembok pembatas ruang tamu.
'Apakah Alina sudah mendengar percakapannya tadi dengan kakek?'
"Ekhem" Zayyad berdeham.
Alina tersentak dari pikirannya. Matanya terus jatuh pada pria yang berjarak beberapa langkah di depannya.
Itu adalah jarak yang terbilang jauh untuk status suami istri seperti mereka.
Alina tidak akan pernah menyangka pada akhirnya ia sudah menikah dengan pria asing yang bahkan baru di kenalnya beberapa hari belakangan ini.
Dan sepanjang hidupnya, ini adalah interaksi terlama yang pernah ia miliki dengan seorang pria.
"Jika kau mendengarnya, ku harap kau dapat menyimpannya untuk dirimu sendiri"
Zayyad menatap beberapa saat pada Alina, mata coklatnya yang terasing menyiratkan secara halus 'tolong untuk tidak memberitahu pada orang lain'.
Setelahnya Zayyad pergi menaiki anak tangga menuju ke kamarnya yang ada di lantai dua.
Alina memperoleh lagi kesadarannya, melihat Zayyad yang sudah pergi. Ia pun bergegas pergi ke kamar yang sudah di atur untuk nya di tempat besar ini.
Kamar itu dua kali lipat lebih luas dari kamar miliknya. Menjatuhkan dirinya ke atas ranjang, itu sangat empuk dengan seprai yang sangat halus.
Sambil berbaring memeluk guling, Alina menelpon Maya.
"Assalamu'alaikum may"
"Katamu pria itu adalah seorang gay? rumor apa lagi yang kau tau selain itu?"
"Tidak masalah, katakan saja!"
"Jadi rumor mengatakan bahwa ia memiliki hubungan khusus dengan asisten pribadinya itulah kenapa ia dikabarkan 'gay'?"
"Takut pada wanita?"
"Baiklah, terimakasih Maya untuk infonya"
"Kau tenang saja! Aku hanya sedikit ingin tau"
"Assalamu'alaikum"
Panggilan berakhir.
Alina segera mencari beberapa informasi tentang Zayyad di internet hanya menemukan rentetan berita utama tentang pernikahan sederhana mereka yang baru saja di lakukan di bangsal rumah sakit.
Sedangkan rumor tentang Zayyad seorang gay sepertinya sudah tidak ada lagi. Apa mungkin semua berita itu di hapus?
Alina ingat kata gynophobic dari mulut Zayyad tadi. Dan ia merasa awam dengan kata itu segera mencari maknanya.
Dan ternyata itu adalah istilah ketakutan seorang pria terhadap wanita.
Alina tercengang!
Jadi rumor yang di ceritakan Maya padanya tidak sepenuhnya salah? Dan apakah pria itu sungguh seorang gay?
Setelah kedua poin itu di gabung, ternyata hasilnya cukup logis. Seorang pria dewasa yang memiliki ketakutan terhadap wanita. Jelas tidak akan memiliki hubungan yang normal pada umumnya. Ini besar kemungkinannya pria itu menjalin hubungan sesama pria hingga menjadi gay.
Dan poin terpenting, dia takut wanita?
Mengetahui fakta itu, Alina tersenyum picik. Mungkin pernikahan ini tidak terlalu membosankan bukan?
Bukankah ini adalah kesempatan nya untuk membalaskan dendam dan benci nya terhadap pria?
'Zayyad! Salahkan dirimu karena bersedia menikahi ku'
___
Pada malam hari, beberapa koki datang ke vila kediaman Zayyad untuk memasak makanan malam. Mereka semua adalah pria.
Ini adalah kali pertama Zayyad mendatang kan beberapa koki ke villanya. Sebelumnya ia hanya memasak makanan sendiri jika ia makan di kediaman nya.
Tapi karena vila ini sudah memiliki dua orang pendatang baru. Ia pun segera menyuruh Bakri untuk mengirimkan beberapa koki handal untuk memasak malam ini untuk kediamannya.
Setelahnya mereka semua pergi meninggalkan meja makan besar dengan deretan makanan yang melimpah.
Alina baru saja membawa neneknya keruang makan, sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya.
Apakah orang kaya selalu memiliki hidangan seperti ini di setiap harinya?
"Aku sudah menyuruh beberapa koki untuk memasak makanan sehat untuk nenekmu dan beberapa makanan kesukaan mu"
Kata Zayyad yang baru saja kembali ke ruang makan setelah memberi upah kepada koki-koki yang sudah pulang. Ia berbicara tapi matanya terus memperhatikan ponselnya.
"Kau tau makanan kesukaan ku?"
Alina tidak akan pernah menduga Zayyad sungguh memperlakukan mereka dengan baik. Bukankah pria itu tidak senang dengan keberadaan mereka di rumah ini?
Dan pria itu juga menyiapkan beberapa makanan kesukaannya, darimana pria itu mengetahui nya?
"Kakek yang memberitahu ku" Jawab Zayyad, matanya masih fokus ke layar ponsel.
Erina yang mendengarnya hanya tersenyum pelan. Ia memang sudah memberitahu Irsyad apa makanan kesukaan Alina.
Alina yang melirik sekilas pada neneknya yang tersenyum, diam-diam mengerti. Tuan Irsyad pasti mengetahui nya dari nenek.
"Kalian makanlah! Aku sudah kenyang" Memasukkan ponselnya ke saku celana, Zayyad sudah siap pergi.
Alina segera berlari memeluk pria itu dari belakang.
"Terimakasih!" Kata Alina sangat lembut. Nafasnya yang hangat berhembus mengenai punggung Zayyad.
Zayyad mematung di tempat.
"Sepanjang hidup ini, tidak ada pria yang memperlakukan ku sebaik ini"
Erina yang melihat tindakan cucunya yang begitu tiba-tiba sangat merasa terkejut. Dan ketika mendengar kata setelah nya, diam-diam ia merasa terharu.
Mata tuanya pun berkaca-kaca. Akhirnya cucunya sungguh dapat menerima seorang pria dalam kehidupan ini.
"Ugh" Zayyad dengan cepat menutup mulutnya.
Dia merasakan ada gejolak asam dalam perutnya yang naik. Sedangkan sekujur tubuhnya sudah berkeringat dingin. Diam-diam Zayyad berusaha keras mempertahankan tubuhnya untuk tidak bergetar.
Tangannya pun bergegas meleraikan kedua tangan Alina yang melilit perutnya. Setelahnya ia langsung berlari pergi meninggalkan ruang makan.
Alina menundukkan wajahnya. Ia diam-diam tersenyum puas.
___
Tepat pukul sembilan malam. Bel depan vila berbunyi, memecah keheningan rumah besar yang sunyi. Zayyad yang baru saja meminum segelas air putih dari dapur, mengkerut kan kening.Siapa yang datang di malam hari seperti ini? Ponsel di saku jubah tidurnya bergetar. Zayyad mengambil nya. Ada sebuah pesan dari security vila nya. 'Pak, Tuan Irsyad ada di depan!' Pesan singkat itu membuat sepasang alis Zayyad terjalin rumit. Perasaan nya buruk.Untuk apa kakek kemari larut malam seperti ini? Memasukkan kembali ponselnya di saku jubah tidurnya. Zayyad bergegas ke pintu depan. Tepat ketika pintu di buka, seorang pria tua sudah berdiri di sana dengan seulas senyum. "Untuk apa kakek kembali lagi?" Selama ia tinggal seorang diri di vila nya. Pria tua itu sangat jarang menginap di tempatnya. Ia mengatakan bahwa tempat tinggal nya sendiri adalah yang terbaik.kakek kembali bukan untuk menginap kan? "Ada pemadaman listrik di tempat kakek, jadi malam ini
Setelah kekacauan itu, kamar terasa hening dengan detak jam dinding memecah kesunyian. Alina yang sejak awal belum tidur, membuka matanya. Ia perlahan bersandar di kepala ranjang. Mengambil ponselnya, ia melihat bahwa sudah pukul satu pagi. Sebenarnya ia sudah sangat ingin tidur. Sudah beberapa jam ia menutup rapat matanya, tenggelam dalam selimut dan membayangkan banyak hal yang menyenangkan sampai lelah. Tapi nihil. Matanya masih saja enggan mengantuk. Insomnia yang dimilikinya ini terkadang seringkali membuat nya frustasi. Terkadang jika hari-hari mengajar, ia sengaja mengkonsumsi obat tidur di malam harinya. Agar ia punya waktu tidur yang cukup untuk tidak menganggu aktivitas nya besok. Jika tidak, mungkin ia akan mengantuk dan lesu seharian, karena kekurangan waktu tidur. Tapi karena besok ia masih cuti. Ia memilih untuk tidak mengkonsumsi nya. Karena bagaimanapun juga tidak baik jika ia selalu bergantung pada obat itu. Menoleh kearah sofa, ia me
"Karena pada nyatanya, sampai saat ini Alin masih terjerat dengan mimpi-mimpi buruk itu. Itulah kenapa sampai saat ini Alin-" Alina tak kuasa menyelesaikan kata-katanya lagi. Ia mulai merasa matanya memanas, rongga pernafasannya sesak, rasanya ia ingin menangis. "Kebencian yang Alin miliki hanya membuat Alin berjalan di tempat, enggan maju mengahadapi realita dan hanya meyakini bahwa semua pria itu sama. Terkadang kebencian itu mendorong Alin untuk balas dendam, hanya saja nurani yang ada dalam diri alin menekannya cukup baik sejauh ini. Alin tidak mampu balas dendam dan tidak tau cara melampiaskannya harus bagaimana. karenanya kebencian itu rasanya semakin menyakitkan nek!" Itulah kenapa ia memutuskan untuk menjauhi bahkan menghindari interaksi apapun dengan pria. Karena dengan melihat mereka sekali saja, kebencian itu bangkit. Dan itu membuatnya terluka setiap kali ia gagal melampiaskannya. "Sebenarnya Alin tau!" Alina memandang ke langit-langit beberapa sa
Alina akhirnya dengan terpaksa pergi keluar vila hanya untuk mengantarkan makan siang untuk Zayyad. Bahkan neneknya juga berpesan padanya untuk menunjukkan bukti bahwa ia sudah mengantarkan makanan itu kepada Zayyad. Alina sungguh ingin menghantuk kan kepalanya ke dinding. 'Sebenarnya yang menjadi cucunya itu aku atau Zayyad?' "Bu, apakah anda ingin keluar?" Alina melihat seorang pria mendekatinya, moodnya yang buruk semakin menjadi-jadi. "Ada apa?" Tanya Alina ketus. Pria tersebut menjadi gugup, menemukan sikap tidak bersahabat Alina. Ferdi yang sedang menyapu halaman, sekilas melihat pemandangan itu. Ia terus menggeleng kan kepalanya tak mengerti. 'Padahal Bu Alina terlihat sangat lembut dari luar, tapi kenapa kenyataannya tidak?' "Saya supir yang di utus pak Zayyad untuk ibu. Kemanapun ibu pergi, saya dapat mengantar" Jadi Zayyad sungguh memperkerjakan supir pribadi untuk membawanya pergi kemanapun? S
Tanpa merasa bersalah sama sekali, Alina membereskan kotak makan. Dan menyuruh Bakri yang masih menunggu di luar untuk mengambil segelas air."Ini Bu!"Bakri menyerahkan segelas air putih padanya."Em!"Alina mengambil gelas tersebut dan sama sekali tidak mengatakan terimakasih atas Bakri yang sudah membawakan nya air.Bakri tidak terlalu mempedulikan nya. Ia segera keluar lagi, menutup pintu dan memberi privasi sepenuhnya untuk dua orang itu. Tepat ketika ponselnya berdering, ia mengambil beberapa langkah menjauh untuk menjawab panggilan."Iya?""Baik, kalau begitu saya akan segera ke sana"Karena ada keperluan, Bakri pun pergi meninggalkan tempat itu.Alina yang melihat Zayyad sudah keluar dari kamar kecil masih tak sanggup menyembunyikan senyum di wajahnya.Zayyad terus memalingkan muka darinya. Wajahnya sama sekali tidak terlihat baik."Ini minumlah!"Alina dengan murah hati meletakkan gelas air
Zayyad meraba saku jasnya mencari ponsel, detik itu ia teringat ponselnya sudah rusak. Ruangan sempit ini tampak semakin menyesakkan dalam keadaan gelap. Setidaknya sedikit cahaya, mungkin dapat menenangkan Alina yang nyaris hampir mati ketakutan. Jadi Zayyad berpikir untuk mendapatkan sedikit sumber cahaya. Meraba-raba sekitar lantai, Zayyad menemukan tas tangan Alina. Zayyad membukanya dan mengambil ponsel Alina. Zayyad segera menyalakan senter dari ponsel milik Alina. Cahayanya lebih dari cukup untuk menerangi ruangan kecil ini. Saat itulah Zayyad dapat melihat jelas wanita yang jatuh pingsan di lengannya perlahan membuka mata. Detik itu...Zayyad kehilangan kontrol akan— "Ugh!" Seteguk cairan asam tumpah mengotori pundak Alina. Zayyad terkesiap, langsung meletakkan pelan Alina ke lantai. Menutup mulutnya, Zayyad berusaha keras menekan gejolak asam dari perutnya agar tidak melakukan kesalahan kedua kalinya. "Maaf!" Zayyad memasang tampang menyesal.
"Hah...hah.." Alina menepuk dadanya yang terasa sesak tidak tertahankan. Keringat dingin sudah memenuhi pelipis hingga punggungnya. Bayang-bayang ia terkurung dalam lemari kecil, pengap, gelap serta celah udara yang kecil. Menghantuinya lagi, membuat ia kembali larut dalam perasaan sesak karena kehabisan oksigen. "H-ha...h-haaa..h" "Alina bertahan-" Bruk! Ujung dasi yang di pegang wanita itu itu jatuh mencium lantai. Zayyad tercenung. Tangannya yang perlahan bergetar juga telah menjatuhkan ujung dasi yang di pegangnya. 'Dia tidak akan mati kan?' batin Zayyad sembari memandang Alina yang sudah jatuh tak sadarkan diri lagi. Keadaannya pun jauh lebih buruk dari sebelumnya. Zayyad perlahan membungkuk, mengulurkan tangannya kebawah. Meletakkan dua jarinya tepat di depan hidung Alina, "Masih bernafas..." Tapi itu sangat pelan. Sangat halus. Dan samar-samar. Zayyad mulai panik. Bagaimana jika terlambat sedikit saja itu
Dokter pribadi Zayyad sudah tiba di perusahaan dan sedang memeriksa keadaan Alina. Zayyad pergi duduk di sofa, menunggu dan termenung. 'Aku sungguh baru saja menggendong seorang wanita?' Zayyad tak dapat mempercayai fakta itu. Merenungi kedua tangan yang baru saja mengangkat Alina, itu masih bergetar. 'Apakah ada kemajuan dari pemulihan ku?' Sudah bertahun-tahun Zayyad berusaha keras untuk menghilangkan phobia nya terhadap wanita. Bagaimana pun, ia tidak akan pernah bisa hidup sebagai pria normal pada umumnya selama memiliki ketakutan itu. "Pak Zayyad, keadaan istri anda baik-baik saja! Tidak lama lagi ia akan segera siuman" Zayyad tersentak dari lamunannya. Mendengar apa yang di katakan dokter, Zayyad mengangguk pelan. "Kalau begitu saya permisi" "Baik dok, terimakasih" Setelah mengantarkan dokter itu keluar. Zayyad kembali ke bilik kecil pribadinya. Zayyad melihat keadaan Alina yang jauh lebih baik. Wa