Share

8. Pria Yang Takut Pada Wanita

"Bagaimana pun situasi saya tidak sama dengan seseorang yang tidak terbiasa berjalan kaki. Seseorang yang tidak terbiasa berjalan kaki itu hanya memikirkan aktivitas itu melelahkan, tapi situasi saya berbeda. Pikiran buruk saya terbentuk karena pengalaman masa lalu saya"

Mendengar penuturan Zayyad. Malazi mau tidak mau menganggukkan kepalanya setuju.

"Tapi bagaimana pun juga pada akhirnya anda butuh pembuktian untuk menyangkal pikiran buruk anda terhadap wanita"

Dan konsultasi mereka pun berakhir sampai disitu.

Zayyad kembali ke villa tempatnya tinggal. Hanya untuk melihat dua wanita asing sudah berada di dalam sana bersama kakeknya.

"Zayyad, mulai hari ini mereka akan tinggal di villa mu"

Zayyad hanya membalas perkataan kakeknya dengan mengangguk. Sedangkan Alina membantu neneknya beristirahat di kamar yang sudah di siapkan.

Alina sangat bersyukur dengan fakta penyakit neneknya masih dalam tahap stadium awal. Jadi kemungkinan untuk di sembuhkan masih sangat besar.

"Alin" Panggil neneknya.

"Ya?" Setelah membantu neneknya berbaring. Alina menarik selimut untuk menutupi tubuh neneknya.

"Alin memutuskan untuk menikah bukan karena-"

Pergerakan Alina terhenti sesaat. Mengangkat kepalanya, ia menatap neneknya sambil tersenyum lembut.

"Penyakit nenek?"

Wanita tua itu mengangguk samar. Ia merasa menyesal karena terlambat memberi tahu dokter untuk merahasiakan penyakitnya.

Pada akhirnya, Alina mengetahui penyakitnya.

"Jelas tidak!" Alina merapikan letak selimut pada tubuh neneknya. Kemudian ia duduk di pinggir kasur. "Ini murni karena kemauan Alin" Jelas ia berbohong.

"Nenek tau Alin bohong" Cucunya yang keras kepala, memilih untuk merubah keputusannya. Jelas itu seperti melihat teratai tumbuh di darat.

"Bukannya nenek sangat menginginkan Alin menikah, tapi kenapa sekarang nenek mempermasalahkan hal kecil seperti ini" Saat ini ia sudah menikah. Tidak peduli alasannya apa. Bukankah yang terpenting ia sudah memenuhi keinginan neneknya?

"Nenek tidak mau Alin menikah hanya untuk membuat nenek senang" Wanita tua itu menghela nafas berat. Mata tuanya terlihat muram dan merasa bersalah.

"Nenek.. bukannya Alin sudah bilang tadi, kalau bukan karena yang nenek jodohkan itu tampan, mana mau Alin menerimanya"

"Benarkah?"

"Apa perlu aku memanggil Maya untuk mengingatkan nenek?" Ia mengatakan itu tepat di depan Maya.

"Syukurlah kalau begitu" Wanita tua itu mengulas senyum samar. Walau ia masih sangat yakin, cucunya berbohong.

"Jadi sekarang nenek istirahat, tidak perlu memikirkan hal itu lagi. Bukankah yang terpenting perawan tua ini akhirnya menikah?"

"Ha..ha.." Mendengar lelucon itu, Erina tak sanggup menahan tawa.

"Akhirnya Alin menyadari itu?"

"Sebenarnya hal seperti itu tejadi di masa nenek! tapi di masa sekarang, umur seperti ku ini masih terbilang muda untuk menikah"

Erina yang mendengar itu, terperangah. "Muda katamu?" Memasuki kepala tiga masih tergolong muda untuk menikah? Cucunya ini Ingin membodohi nya?

"Em!"

"Itu Alin saja yang berpikir begitu"

"Tidak! Banyak diluar sana yang memiliki pemikiran yang sama seperti Alin"

"Syukurlah aku mendesak mu menikah, jika tidak mungkin kau akan hidup menjadi perawan tua"

'Memang pada awalnya aku ingin begitu!'

"Kalau begitu Alin tinggal dulu, nenek istirahat lah!"

Setelah meninggalkan kamar neneknya. Ia pergi ke ruang tamu. Tanpa sengaja menemukan Irsyad dan Zayyad yang tampak sedang terlibat percakapan serius.

Diam-diam Alina memutuskan untuk bersembunyi di balik dinding. Memasang pendengarannya baik-baik untuk menguping.

"Kakek kenapa kau melakukan ini? Kau tau jelas kalau aku gynophobic"

"Kau mau sampai kapan terus takut seperti itu? Kau hanya perlu berpikir lebih realistis, tidak semua wanita buruk seperti mereka"

"Kakek tidak di posisi ku, mudah bagi kakek untuk mengatakannya"

"Kakek melakukan ini karena sayang padamu. Kakek sangat berharap pernikahan ini dapat memulihkan pikiran negatif kamu terhadap wanita. Kamu hanya perlu beradaptasi dengan itu sedikit demi sedikit"

"Tapi kek-"

"Zayyad yang sekarang kamu butuhkan adalah pembuktian, bahwa wanita tidak semuanya buruk seperti masa lalu kamu. Ku dengar dari Erina, gadis itu juga tidak jauh berbeda dengan mu"

"Maksud kakek?"

"Kalian berdua sama-sama tumbuh dengan masa lalu yang buruk terhadap lawan jenis. Bedanya Alina merespon semua pengalaman buruk itu menjadi kebencian dan kamu merespon nya dengan rasa takut"

Kebencian? Zayyad terdiam beberapa saat merenungi hal itu.

"Apakah Alina seorang misandris?"

"Itu kakek tidak tahu pasti! Tapi satu hal yang ingin ku katakan padamu. Kalian berdua sedikit tidak jauh berbeda"

Setelahnya Irsyad pergi meninggalkan vila kediaman Zayyad untuk kembali kerumahnya sendiri.

Alina mematung di tempat setelah mendengar pembicaraan mereka. Otaknya sedikit lambat memproses apa yang baru saja ia dengar.

Gynophobic?

Zayyad baru saja berbalik hanya untuk bertemu pandang dengan Alina yang sedang berdiri di samping tembok pembatas ruang tamu.

'Apakah Alina sudah mendengar percakapannya tadi dengan kakek?'

"Ekhem" Zayyad berdeham.

Alina tersentak dari pikirannya. Matanya terus jatuh pada pria yang berjarak beberapa langkah di depannya.

Itu adalah jarak yang terbilang jauh untuk status suami istri seperti mereka.

Alina tidak akan pernah menyangka pada akhirnya ia sudah menikah dengan pria asing yang bahkan baru di kenalnya beberapa hari belakangan ini.

Dan sepanjang hidupnya, ini adalah interaksi terlama yang pernah ia miliki dengan seorang pria.

"Jika kau mendengarnya, ku harap kau dapat menyimpannya untuk dirimu sendiri"

Zayyad menatap beberapa saat pada Alina, mata coklatnya yang terasing menyiratkan secara halus 'tolong untuk tidak memberitahu pada orang lain'.

Setelahnya Zayyad pergi menaiki anak tangga menuju ke kamarnya yang ada di lantai dua.

Alina memperoleh lagi kesadarannya, melihat Zayyad yang sudah pergi. Ia pun bergegas pergi ke kamar yang sudah di atur untuk nya di tempat besar ini.

Kamar itu dua kali lipat lebih luas dari kamar miliknya. Menjatuhkan dirinya ke atas ranjang, itu sangat empuk dengan seprai yang sangat halus.

Sambil berbaring memeluk guling, Alina menelpon Maya.

"Assalamu'alaikum may"

"Katamu pria itu adalah seorang gay? rumor apa lagi yang kau tau selain itu?"

"Tidak masalah, katakan saja!"

"Jadi rumor mengatakan bahwa ia memiliki hubungan khusus dengan asisten pribadinya itulah kenapa ia dikabarkan 'gay'?"

"Takut pada wanita?"

"Baiklah, terimakasih Maya untuk infonya"

"Kau tenang saja! Aku hanya sedikit ingin tau"

"Assalamu'alaikum"

Panggilan berakhir.

Alina segera mencari beberapa informasi tentang Zayyad di internet hanya menemukan rentetan berita utama tentang pernikahan sederhana mereka yang baru saja di lakukan di bangsal rumah sakit.

Sedangkan rumor tentang Zayyad seorang gay sepertinya sudah tidak ada lagi. Apa mungkin semua berita itu di hapus?

Alina ingat kata gynophobic dari mulut Zayyad tadi. Dan ia merasa awam dengan kata itu segera mencari maknanya.

Dan ternyata itu adalah istilah ketakutan seorang pria terhadap wanita.

Alina tercengang!

Jadi rumor yang di ceritakan Maya padanya tidak sepenuhnya salah? Dan apakah pria itu sungguh seorang gay?

Setelah kedua poin itu di gabung, ternyata hasilnya cukup logis. Seorang pria dewasa yang memiliki ketakutan terhadap wanita. Jelas tidak akan memiliki hubungan yang normal pada umumnya. Ini besar kemungkinannya pria itu menjalin hubungan sesama pria hingga menjadi gay.

Dan poin terpenting, dia takut wanita?

Mengetahui fakta itu, Alina tersenyum picik. Mungkin pernikahan ini tidak terlalu membosankan bukan?

Bukankah ini adalah kesempatan nya untuk membalaskan dendam dan benci nya terhadap pria?

'Zayyad! Salahkan dirimu karena bersedia menikahi ku'

___

Pada malam hari, beberapa koki datang ke vila kediaman Zayyad untuk memasak makanan malam. Mereka semua adalah pria.

Ini adalah kali pertama Zayyad mendatang kan beberapa koki ke villanya. Sebelumnya ia hanya memasak makanan sendiri jika ia makan di kediaman nya.

Tapi karena vila ini sudah memiliki dua orang pendatang baru. Ia pun segera menyuruh Bakri untuk mengirimkan beberapa koki handal untuk memasak malam ini untuk kediamannya.

Setelahnya mereka semua pergi meninggalkan meja makan besar dengan deretan makanan yang melimpah.

Alina baru saja membawa neneknya keruang makan, sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya.

Apakah orang kaya selalu memiliki hidangan seperti ini di setiap harinya?

"Aku sudah menyuruh beberapa koki untuk memasak makanan sehat untuk nenekmu dan beberapa makanan kesukaan mu"

Kata Zayyad yang baru saja kembali ke ruang makan setelah memberi upah kepada koki-koki yang sudah pulang. Ia berbicara tapi matanya terus memperhatikan ponselnya.

"Kau tau makanan kesukaan ku?"

Alina tidak akan pernah menduga Zayyad sungguh memperlakukan mereka dengan baik. Bukankah pria itu tidak senang dengan keberadaan mereka di rumah ini?

Dan pria itu juga menyiapkan beberapa makanan kesukaannya, darimana pria itu mengetahui nya?

"Kakek yang memberitahu ku" Jawab Zayyad, matanya masih fokus ke layar ponsel.

Erina yang mendengarnya hanya tersenyum pelan. Ia memang sudah memberitahu Irsyad apa makanan kesukaan Alina.

Alina yang melirik sekilas pada neneknya yang tersenyum, diam-diam mengerti. Tuan Irsyad pasti mengetahui nya dari nenek.

"Kalian makanlah! Aku sudah kenyang" Memasukkan ponselnya ke saku celana, Zayyad sudah siap pergi.

Alina segera berlari memeluk pria itu dari belakang.

"Terimakasih!" Kata Alina sangat lembut. Nafasnya yang hangat berhembus mengenai punggung Zayyad.

Zayyad mematung di tempat.

"Sepanjang hidup ini, tidak ada pria yang memperlakukan ku sebaik ini"

Erina yang melihat tindakan cucunya yang begitu tiba-tiba sangat merasa terkejut. Dan ketika mendengar kata setelah nya, diam-diam ia merasa terharu.

Mata tuanya pun berkaca-kaca. Akhirnya cucunya sungguh dapat menerima seorang pria dalam kehidupan ini.

"Ugh" Zayyad dengan cepat menutup mulutnya.

Dia merasakan ada gejolak asam dalam perutnya yang naik. Sedangkan sekujur tubuhnya sudah berkeringat dingin. Diam-diam Zayyad berusaha keras mempertahankan tubuhnya untuk tidak bergetar.

Tangannya pun bergegas meleraikan kedua tangan Alina yang melilit perutnya. Setelahnya ia langsung berlari pergi meninggalkan ruang makan.

Alina menundukkan wajahnya. Ia diam-diam tersenyum puas.

___

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status