Share

PART 05

Penulis: Kato Yuuki
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-08 16:58:57

Pagi hari, mungkin bagi pasangan lain yang baru menikah adalah momen terbaik untuk saling menyapa mesra. Sang istri menyiapkan sarapan untuk sang suami, dan sang suami menunggu sambil minum teh hangat di teras rumah.

Atau bisa juga jalan-jalan kecil berdua di sekitar komplek. Lalu dilanjut dengan senam ringan di taman komplek. Setelahnya, sarapan di sebuah kedai kecil sambil berbincang kecil disertai kekehan tawa sesekali.

Atau yang paling sederhananya, sekadar berbagi kehangatan di balik selimut tebal. Entah itu sambil mendengarkan musik, menonton televisi, atau bercerita ringan mengenai acara semalam.

Sayang sekali, itu hanya menjadi ekspektasi belaka bagi Aqlan yang kini justru tidak dipedulikan oleh Tanisha. Selesai salat Subuh tadi istrinya itu langsung bekerja alias mulai mengetik cerita di laptopnya. Padahal, Aqlan ingin sekali menikmati waktu berdua bersama istrinya.

Ya, seharusnya ia sadar, dirinya hanya suami dalam perjanjian yang artinya Tanisha tak pernah serius menganggapnya suami.

"Sayang, kamu dari tadi sibuk sama laptop mulu, sih? Mending kita sarapan bareng, yuk?"

Tarian jari Tanisha di atas keyboard terhenti. Ia kemudian mengarahkan pandangannya pada laki-laki yang tengah sibuk mengenakan baju koko.

"Sarapan aja sendiri. Aku lagi banyak deadline. Tau nggak? Gara-gara acara kemarin, aku jadi nggak bisa SKS karena terlalu capek," ucap perempuan itu dengan nada ketus.

Aqlan menatap lamat-lamat istrinya. Ada rasa kesal di hatinya. Juga cemburu.

Bagaimana ia tidak cemburu? Bahkan waktunya bersama Tanisha saja banyak dicuri oleh benda berbentuk segi empat dan tombol-tombol kecil dan banyak itu.

Nasib ... nasib .... Orang ketiga dalam rumah tangganya justru hanya sebuah benda mati canggih. Namun, sangat pintar membuat jarak antara dirinya dan Tanisha.

"Aqlan! Acha! Ayo, sarapan dulu!"

Suara panggilan Sa'diyah membuat Tanisha mendengus kesal. Dengan malas ia mematikan laptopnya lalu turun dari atas kasur.

"Bareng," celetuk Aqlan sambil memeluk Tanisha dari samping.

Perempuan itu berdecak kesal. Tatapan mata yang ia layangkan pada Aqlan memberikan isyarat pada laki-laki itu agar melepaskan lengannya dari pinggangnya.

"Biar keliatan mesra, Cha. 'Kan, 3 bulan doang," ujar laki - laki itu diakhiri kekehan ringan.

***

Seisi kamar Tanisha tinggal setengah. Hanya tersisa kasur, lemari, meja kerja, serta barang-barang kecil yang tak terlalu diperlukan. Hampir semua barang-barang perempuan itu sudah dimasukkan ke dalam koper.

Tangan Tanisha sibuk mengotak - atik isi laci meja untuk mencari sesuatu yang kemungkinan sangat ia butuhkan saat sudah berada di rumah Aqlan. Di dasar laci, tangannya berhenti bergerak saat merasakan sebuah benda yang ia rasa tak asing.

Ingatannya pada kejadian beberapa tahun lalu kembali teringat saat menatap benda itu. Dengan terbur-buru, Tanisha langsung menimbun benda itu dengan benda yang lain agar tak terlihat lagi.

"Kenapa, Acha?"

Kedua bahu Tanisha bergerak pertanda terkejut. Ia kemudian membalikkan badannya menghadap Aqlan.

"Eee, nggak papa, kok. Tadi kaget aja liat kecoa, hehe," ucapnya bohong. Sungguh, dalam hati Tanisha berharap tak melihat benda itu lagi.

"Udah siap semua, 'kan? Ayo, kita jalan sekarang." Aqlan berjalan sambil mendorong koper Tanisha yang berjumlah 2. Perempuan itu mengikuti Aqlan dari belakang.

Semua orang terlihat sudah berkumpul di ruang tamu. Mereka bersiap untuk melepas kepergian putri bungsu mereka ke rumah suaminya. Air mata kesedihan terlihat di wajah-wajah mereka.

Tapi tidak dengan Tanisha. Perempuan itu justru sudah tak sabar untuk menjalankan rencananya saat sudah tinggal berdua bersama Aqlan. Toh, hanya 3 bulan?

Sa'diyah memeluk Tanisha disertai linangan air mata. Jujur, Tanisha merasa sangat tidak tega melihat sang Bunda menangis seperti itu.

Sa'diyah memberikan beberapa nasihat untuk bekal Tanisha dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Perempuan itu mengangguk-angguk paham. Namun, entah dengan hatinya. Mungkin dalam hati ia berkata tak akan memedulikan nasihat Sa'diyah.

Sssttt, jangan suuzan. Tidak baik.

Tanisha beralih pada Fian. Ia melakukan hal sama pada sang ayah dan mendapat beberapa nasihat darinya.

Kini, ia sampai pada sang kakak, Afzar. Kalimat godaanlah yang laki-laki itu berikan. Tanisha pun membalasnya dengan meledek kejombloan kakaknya.

"Aqlan sama Tanisha pergi dulu, ya. Doakan pernikahan kami selalu diberikan keberkahan dan selalu sakinah, mawaddah, wa rahmah. Doakan juga kami segera dikaruniai momongan," ucap Aqlan sambil menatap Tanisha yang berada di sampingnya. Senyum jahil ia perlihatkan pada perempuan itu.

Bisa ia lihat raut kekesalan di wajah istrinya.

"Aamiin. Insya Allah doa kami selalu menyertai kalian, ya," balas Fian.

"Inget, Cha, cepetan kasih Abang keponakan, ya?" Afzar tertawa setelah mengatakan hal itu. Lalu mendapat tatapan tajam dari sang adik.

Mereka berdua pun segera memasukkan barang-barang Tanisha lalu keduanya duduk di kursi depan. Aqlan menjalankan mobilnya setelah mengucapkan salam.

Sebelum pergi ke rumah Aqlan, mereka pergi ke pesantren Al Muhajirin terlebih dahulu. Kata Sardan, ada teman lama Aqlan yang ingin bertemu dengannya di sana.

Beberapa saat kemudian, mereka sampai di pesantren. Sambutan meriah terlihat dari lahan parkir hingga ke dalam pesantren. Mereka semua begitu antusias menyambut gus kesayangan mereka yang akhirnya menggandeng seorang perempuan yang kini menjadi istrinya.

Lain halnya dengan Aqlan yang terharu mendapat sambutan itu, Tanisha justru merasa risih melihatnya. Ia berkali-kali mendengus kesal saat orang-orang meneriakinya.

"Kita ke rumah Abi, ya?" ucap Aqlan sambil menggenggam tangan Tanisha.

Perempuan itu tak bisa menolak genggaman dari Aqlan. Kalau saja bukan di depan publik, Tanisha pasti sudah menghempaskan tangan Aqlan.

Sesampainya di rumah Sardan, mereka berdua kembali mendapat sambutan heboh terutama dari si kecil, Leyna.

"Kak Acha! Cieee, istrinya Bang Aqlan," ucap anak kecil itu dengan senyuman menggodanya.

Tanisha hanya menanggapinya dengan tersenyum tipis. Jujur saja dalam hatinya ia tengah mengomel-omel kesal.

"Mereka di mana, Abi?" tanya Aqlan sambil mengitarkan pandangannya.

Sardan yang tengah berbincang dengan Tanisha pun beralih pada putranya. "Ada. Di belakang. Mereka udah nungguin, tuh," jawabnya seraya tersenyum ramah.

Aqlan mengangguk lalu menarik lengan istrinya. Omelan dari Tanisha tak ia pedulikan dan memilih berjalan cepat ke belakang rumah.

"Nah, itu mereka!" serunya sambil menunjuk ke arah 2 laki - laki yang tengah duduk di sebuah gazebo.

Tanisha menyipitkan matanya. Ia merasa familiar dengan postur tubuh salah satu teman Aqlan itu. Ia pun berjalan beriringan dengan Aqlan menghampiri kedua laki - laki itu.

"Assalamu'alaikum," sapanya.

Kedua laki - laki itu membalikkan tubuhnya setelah menjawab salam. Salah satu dari laki - laki itu nampak terkejut saat melihat Tanisha. Begitu juga dengan Tanisha. Namun, keduanya pandai menyembunyikan keterkejutan itu.

"Acha, kenalin. Ini sohib Abang selama di sini. Namanya Kalandra sama Erzan. Mereka waktu itu nggak hadir di pernikahan kita karena masih bertugas di luar kota. Oh ya, mereka ini TNI, lho."

Tanisha terlihat salah tingkah, tetapi ia tetap berusaha tersenyum dan menyapa mereka.

"Andra, Erzan, ini istri gue, Tanisha," ucap Aqlan sambil merangkul Tanisha bangga.

"H-hai, a-aku Tanisha," ucap perempuan berjilbab pink itu terbata-bata.

Kalandra menatap Tanisha dengan tatapan tak percaya. Ia bahkan sampai tak mengalihkan tatapannya dari perempuan itu untuk memastikan bahwa ia tak sedang bermimpi atau salah orang.

"Ini ... istri lo, Lan?" tanya Kalandra.

Aqlan mengangguk cepat. "Iyalah. Memang siapa lagi?"

Merasa tak nyaman, Tanisha menggerakkan lengan Aqlan sebagai kode agar segera pergi dari tempat itu. Meskipun bingung, Aqlan paham dan menuruti keinginan Tanisha.

"Ya udah, gue pergi dulu, ya? Nanti kita lanjut cerita-cerita lain waktu. Senang bisa ketemu kalian lagi."

"Iya, semoga selalu sakinah mawaddah wa rahmah, ya!" ucap Erzan sambil tersenyum senang.

Tak mendapat respon dari Kalandra, Aqlan pun kembali berpamitan. Dengan gugup, Kalandra berkata, "I-iya. S-semoga langgeng, ya!"

Aqlan merasakan ada yang aneh dari sahabatnya itu. Ia juga merasakan keanehan dari istrinya saat bertemu dengan Kalandra.

Apa yang sebenarnya terjadi?

***

Tanisha masih memikirkan kejadian tadi. Ia ingin bertanya pada Aqlan, tapi ia takut.

Ia tatap Aqlan yang tengah fokus mengendarai mobil. Kedua tangannya terus ia gosok-gosokkan. Ia ingin sekali mengeluarkan suara, tapi perempuan itu merasa sangat gugup.

"Bang Aqlan ...," panggilnya dengan suara pelan.

Aqlan tak kuasa menahan senyumnya. Mendengar istrinya memanggilnya seperti itu rasa-rasanya ada getaran aneh di hatinya. Apalagi ini pertama kalinya.

"Apa, Sayang?"

Tanisha memutar bola matanya malas. Ia pun berusaha fokus dengan topiknya.

"Tadi itu temen kamu, ya?"

"Iya. Kenapa?"

"Enggak papa. Emm, sejak kapan?"

Aqlan merasa aneh dengan pertanyaan Tanisha. Namun, ia berusaha tak memedulikan hal tersebut.

"Sejak lama. Dari zaman kuliah mungkin. Eh, tapi nggak tau, deh. Lupa lagi."

Tanisha mengangguk-angguk paham. Ia mengalihkan pandangannya menatap jalanan di depannya. Namun, pikirannya tengah berkelana jauh ke masa lalu.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ikatan di Atas Kertas   PART 92

    Beberapa bulan kemudian semenjak kejadian Tanisha keguguran, semua kembali berjalan dengan normal. Hubungannya dengan Rezvan kembali membaik. Tak ada lagi saling diam mendiami satu sama lain. Semua benar-benar kembali ke keadaan di mana mereka baru memulai yang namanya bahtera rumah tangga. Persoalan Theano, laki-laki itu sudah ditangkap dan dipenjara atas kasus yang ia lakukan. Meneror, menyerang, dan membuat kandungan Tanisha keguguran. Meski begitu, tak ada rasa dendam atau benci di hati Tanisha dan Rezvan. Mereka senang karena telah mendapat keadilan. Namun, mereka juga tetap memaafkan perbuatan Theano. Hari-hari berjalan dengan penuh kebahagiaan dan canda tawa. Tak ada kekhawatiran akan keturunan yang belum juga diamanahkan. Tanisha dan Rezvan menjalani semuanya dengan penuh kesabaran. Diiringi doa dan ikhtiar, mereka tak berhenti berharap agar Tuhan kembali mempercayakan seorang anak pada mereka. "Sayang, aku berangkat dulu, ya. Kamu jaga diri baik-baik di rumah," ucap Rezvan

  • Ikatan di Atas Kertas   PART 91

    Afzar tampak keheranan saat mendapati Tanisha yang sudah kembali dari taman, tetapi dengan wajah yang tampak murung. Perempuan itu melewatinya begitu saja. Bahkan tak membalas sapaannya saat ia menyapa. Afzar yang semula duduk di luar ruangan inap pun lekas mengekori Tanisha hingga ke dalam. Ia masih menatap dalam diam memandangi sang adik yang duduk di atas ranjang sambil tertunduk lesu. "Cha, tadi Rezvan dateng ngejenguk. Udah ketemu belum?" tanyanya sambil menarik kursi mendekati ranjang. Tanisha mengangguk mengiyakan. "Ketemu. Tadi di taman." "Terus, sekarang dia di mana? Kok, gak bareng kamu?" tanya Afzar lagi seraya celingak-celinguk mencari keberadaan suami adiknya. "Aku belum mau ketemu sama dia dulu, Bang. Dan tolong, jangan bicarain dia juga di depan aku." Setelah mengatakan itu, perempuan dengan piyama warna biru tosca itu meluruskan kedua kakinya, lalu ditutupi dengan kain selimut yang tebal. Afzar memandangi wajah adiknya tersebut lekat-lekat. Dapat ia lihat jejak k

  • Ikatan di Atas Kertas   PART 90

    BRUK!Untuk ke sekian kalinya Rezvan melempar tubuh Theano ke lantai hingga tersungkur. Memar dan darah menyebar di beberapa bagian anggota tubuh laki-laki itu. Keadaannya sangat memprihatinkan, seolah sedang berada di antara hidup dan mati. Laki-laki dengan wajah penuh amarah itu berjalan mendekati Theano yang masih berusaha untuk bangkit dengan sisa tenaga yang ada. Dinding di belakangnya ia gunakan untuk menopang tubuhnya yang serasa sudah begitu remuk. Rezvan, dengan napasnya yang memburu, dengan kasar menarik kerah baju Theano hingga laki-laki yang sudah sangat lemah itu berdiri lunglai. Tatapan yang ia layangkan begitu tajam setajam mata elang. Tatapan itu seolah mengartikan berapa marahnya atas apa yang dilakukan oleh lawannya tersebut. "Dengerin gue, Theano. Kalo lo masih berani nyentuh istri gue dikit aja, gue gak akan pernah biarin lo hidup lagi. Sekarang lo beruntung masih gue kasih kesempatan buat hidup. Inget, perbuatan lo gak akan semudah itu gue maafin," tegas Rezvan

  • Ikatan di Atas Kertas   PART 89

    Semua anggota Garparez langsung menuju lokasi saat mendapat kabar bahwa Tanisha terluka akibat didorong oleh Theano hingga terjatuh. Wajah-wajah panik yang tertutup helm memenuhi jalanan. Kendaraan yang mereka kendalikan pun dilajukan begitu cepat. Sementara itu, Rezvan yang ditemani Kalandra bergegas mengambil langkah cepat dengan mengantarkan Tanisha ke rumah sakit. Raut wajah Rezvan tampak sangat khawatir. Keselamatan istri dan calon anaknya benar-benar membuatnya tak dapat duduk tenang barang sekejap saja. Bahkan, ketika Tanisha sudah dimasukkan ke ruang IGD, Rezvan masih saja tak henti-hentinya bersikap sangat panik. Ia tak mau menunggu sambil duduk. Terus saja dirinya mondar-mandir di depan pintu sambil menyatukan kedua tangan, berharap tak ada kabar menyakitkan nantinya. Kalandra yang paham apa yang tengah dirasakan oleh calon ayah itu tak mampu berbuat apa pun. Sejujurnya ia juga merasa bersalah atas apa yang terjadi pada Tanisha. Betapa menyesalnya karena sebagai seorang l

  • Ikatan di Atas Kertas   PART 88

    Suara pintu yang diketuk beradu dengan suara bel hingga terdengar seluruh penjuru rumah. Tanisha yang saat itu sedang bekerja di depan laptopnya lantas bergegas turun ke bawah menuju pintu utama. Suara bel yang dipencet beberapa kali membuat Tanisha makin mempercepat langkahnya. Suara yang sangat keras itu seolah membuat gendang telinganya hampir pecah. Diiringi perasaan kesal ia pun lekas membuka pintu dan matanya pun menangkap sosok lelaki yang tak ia kenal. "Mau ketemu siapa, ya?" tanya Tanisha dengan wajah masam. Penampilan laki-laki yang seperti anak geng motor itu membuatnya seakan kembali diingatkan pada kebohongan suaminya. "Kamu. Tanisha Azzahra Khalisah," jawab laki-laki itu disertai senyuman yang tak dapat perempuan itu tebak senyuman apakah itu. "Aku? Kamu siapa? Ada urusan apa kamu sama aku?" Nada bicara Tanisha terdengar agak ketus. Matanya terus mengamati penampilan laki-laki di hadapannya dari atas sampai bawah. "Saya cuma mau menyampaikan satu hal dari atasan sam

  • Ikatan di Atas Kertas   PART 87

    Keesokan paginya, Rezvan sudah siap dengan setelan pakaiannya. Namun, yang ia pakai bukan baju untuk bekerja seperti biasanya. Kali ini ia mengenakan kaos berwarna biru tua yang dibalut dengan jaket berbahan levi's. Dilihat dari penampilannya, sudah dapat ditebak kalau ia hendak pergi ke markas Garparez. Tanissha yang menyadari hal tersebut lantas menggerutu terus-menerus. Lidahnya tak berhenti mengumpati suaminya bahkan di saat ia sedang sibuk mengerjakan pekerjaan rumah. Kecewa yang belum juga mereda pun membuatnya tak sudi menanyakan apa pun pada laki-laki itu. Rezvan menatap istrinya dari kejauhan—tepatnya di balik pintu dapur. Ada rasa khawatir bercampur cemas saat melihat istrinya yang kini masih terlihat sibuk itu. Bayang-bayang Theano yang mungkin saja akan mendatangi Tanisha kapan pun dia mau. Apalagi membayangkan sesuatu yang tak diinginkan terjadi pada perempuan itu rasanya ia tak sanggup. Rezvan tahu Tanisha masih marah padanya. Memang bukan hal yang mudah untuk mengemb

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status