Share

Berjalan Terus Terang

Call Me Ka

Bulan berganti bulan, genap dua semester sudah Aileen dan Daisha masuk bangku kuliah. Pengalaman pertama yang dialami Aileen ternyata semakin membuka lebar jalan Aileen terkenal.

Terbukti karena kejadian tersebut kini Aileen mempunyai hampir dua puluh ribu pengikut di media sosial instagramnya. 

Bahkan kini perkembangan hubungan Aileen dan Nevan mendekati fase yang lebih serius. Bahkan dulu yang terkesan sebagai musuh bebuyutan, kini berubah seperti orang yang bahagia melihat orang yang disukai. 

Sore itu cuaca sedang mendukung desir angin sepoi berhembus pelan dan candikala terlihat jelas di ufuk timur seolah membelah awan. Aileen masih membujuk Daisha untuk mau menemaninya saat itu. 

“Cunges, please temenin gue ketemu sama kak Nevan ya! Iya kale gue nemuin dia sendiri.”

Aileen memelas.

“Nggak mau. Entar gue jadi obat nyamuk kalian gitu?”

Daisha menolak.

“Ngajak Agam lah, gunanya lo punya sahabat buat apa?, eh bukan sahabat deng gebetan.”

“Yakin lo Agam mau ikut?”

“Bentar, tapi lo kan sudah dari SMA sahabatan sama Agam, masa  lo masih nunggu yang sono aja, sedangkan yang sono juga nggak peduliin kamu juga. Udahlah sama Agam aja satu server lo kalau sama dia, sama-sama bodoh amat ama orang. Tapi, gue nggak yakin sih dia mau ikut atau nggak. Ya, gue tahu sendiri Agam kek gimana.”

Aileen mulai menggoda Daisha.

“Eh ucapan lo ya. Inget lo mau masuk kampus, lo nangis malem-malem. Karena apa? lo nggak mau kuliah disini, lo maunya kuliah di sono bareng sama doi lo itu Si Zahir. Lo takut mbangkang omongan nyokap, bokap, ama abang lo, soalnya mereka nggak izinin lo kuliah diluar kota. Makanya lo jadi kuliah disini. Sekarang apa, lo kesem-sem juga ama Nevan. Oh, jangan-jangan awalan lo numpahin nasi bekal ke sepatu Nevan itu hanya akal-akalan lo doang biar lo di notice ama dia. Ngaku lo!”

Daisha membalas godaan Aileen dengan sinis.

“Ih, lo kok jadi ngomel sih. Ya kale gue sengaja, siapa yang tahu juga kalau akhirnya malah jadi gini. Gue deket ama Kak Nevan. Takdir yang bicara Ngesss.”

Aileen bangga. 

Akhirnya Daisha menurut saja diajak Aileen bertemu dengan Nevan.

Aileen mulai dekat dengan Nevan, saat seminar fakultas.

Nevan yang mengikuti Aileen dan Daisha sampai ke tempat duduk hanya untuk menyodorkan handphonenya dan mengatakan bahwa dia ingin meminta nomor Handphone Aileen. 

Momen itu membuat mereka speechless abis, terutama Aileen yang syok berat, sehingga Daisha lah yang mengetikkan nomor Aileen di handphonenya Nevan.

 Seantero aula ternganga melihat kejadian ajaib bin nggak nyangka yang tepat di hadapan mereka. Hingga sekarang mengingat kejadian di seminar fakultas itu, Aileen selalu cengar-cengir sendiri.

Padahal dulu yang mengetikkan nomornya di hp Nevan adalah Daisha dan dia hanya mematung. Aileen selalu mengingat momen itu sampai sekarang dan bahkan ditulis di buku hariannya. Sebagai salah satu hari bahagia yang tidak akan pernah dia lupakan seumur hidup.

***

Agam, yuks temenin gue buat temenin Aileen ketemu sama Nevan, sore ini di cafe Mbok Jum. Bisakan? 

Pesan itu dikirimkan Daisha ke Agam dan tidak lama di read serta dibalas oleh Agam. 

Lo gila, mendadak banget lo bilangnya. Gue lagi di tempat kerja ini, belum pulang. 

Balasan pesan dari Agam membuat Daisha cemberut. 

Lo pulang kerja jam tiga sore. Lo langsung aja ke cafe kale temenin gue, masa iya lo tega, gue jadi obat nyamuknya Aileen sama Nevan. 

Balasan pesan dari Daisha hanya dibaca dan dibalas emoticon jempol oleh Agam itu artinya Agam setuju atas permintaan Daisha. 

“Yes, kayaknya kita itu cocoknya jadi kekasih deh. Lo selalu ada banget buat gue hahaha. Daisha sadar lo, sadar.” 

Seperti orang gila Daisha tertawa dan ngoceh sendiri. 

Aileen sibuk berdandan ria menghias wajahnya supaya terlihat cantik dan menarik saat bertemu orang yang sudah berhasil memikat hatinya.

Daisha sendiri yang sudah bersiap di teras rumah Aileen hanya memakai pakaian simple dan tidak seribet Aileen. 

Iya, Aileen layaknya orang mabuk asmara dan pastinya ingin tampil sempurna di hadapan orang yang disukainya.

Saking lamanya Aileen dandan, Daisha tidak betah dan nyelonong masuk kamar Aileen. 

“Ai, lo dandan apa istighosah sih lama bener? Ini sudah jam tiga lebih, gilak lo ya.”

“Bentar dong Nges, gue kan harus terlihat sempurna dihadapan kak Nevan.”

“Sejak kapan Lo kek gitu? Heh malahan lo tu dandannya biasa aja kale. Kalau dia orangnya baik ya akan menerima lo apa adanya. Nggak perlu lo dandan selama dan semenor itu. Lihat bibir lo udah macam ikan Louhan aja. Lo ombre berapa kali itu tadi?”

“Hush, gue dandan sesimple dan senatural mungkin ini. Iya gaya-gaya unnie Korea gitu.”

“Bodoh amat, terserah lo. Ayo segera berangkat!”. 

Aileen masih sibuk menanyakan kepada sahabatnya itu bagaimana penampilannya, sehingga membuat telinga Daisha benging.

Sudah di jawab berkali-kali masih saja bertanya, tapi memang itulah ciri khas dari Aileen. Tidak ada puasnya hanya dengan satu jawaban, maka harus memberi jawaban yang sama beberapa kali. 

***

Sampai di lokasi, tangan dan jantung Aileen tidak bisa dibohongi, detaknya keras dan suhu tubuhnya berubah dingin seperti orang nervous saat akan tampil di depan ribuan orang, wajahnya juga pucat. 

Melihat itu Daisha langsung kaget, bagaimana bisa di momen penting seperti ini Aileen seperti itu. Masa iya hanya ketemu dengan Nevan saja, harus se-nervous itu ngalah-ngalahin ketemu guru B.K.

Berkali-kali Daisha mengingatkan agar Aileen tetap tenang, tarik napas dan santuy dengan keadaannya sekarang. Jadi, pertemuannya tidak gagal total gara-gara Aileen hanya diam mematung saja. 

“Mohon maaf kak, Permisi, sudah menunggu lama ya?” 

Kata Daisha, karena Aileen tidak bisa berkata apa-apa, akhirnya Daisha yang memberanikan diri menyapa Nevan duluan. 

Melihat Aileen yang tampil cantik, membuat Nevan ternganga. Seolah melihat bidadari yang baru turun dari langit.

Bahkan keberadaan Daisha diantara mereka, kini bagaikan angin semriwing.

 Nevan dan Aileen terus lempar pandang.

“Hoe kalian! Ini lihat ada orang disini!”

Daisha sebel. Nevan dan Aileen hanya tersenyum cekikikan saja.

Akhirnya Daisha meninggalkan mereka ngobrol dan makan berdua di dalam cafe. Sedangkan Daisha menunggu Aileen di teras cafe yang juga ada tempat duduknya.

***

Sekitar pukul empat kurang sepuluh menit, Agam datang dengan membawa makanan menemui Daisha. Agam memang pengertian dengan Daisha, layaknya kekasih.

Perhatian Agam ke Daisha kadang membuat Aileen dan sahabatnya yang lain iri. Mereka pikir hanya sahabat kok tingkahnya seperti itu. 

“Nih, gue bawain terang bulan kesukaan lo. Pasti lo boring nunggu Aileen nge-date.” 

“Eh, lo mikirnya bagaimana sih sama kak Nevan itu? Sebenarnya serius apa tidak sama Aileen? Soalnya gue tuh nggak yakin. Hati gue bilang, kak Nevan tidak sebaik dan semulus penampilannya.”

“Yah, emang apa yang tidak bisa di dapetin orang kaya? Nih, ibarat kata ada terang bulan kalau gue orang kaya gue beli sekalian sama gerobak sama penjualnya juga. Ngapain gue beli sebungkus doang.”

“Eh, gue serius ini ngajak ngobrol lo? lihat deh soalnya dia kek gitu. Lagaknya aja sudah menyembunyikan sesuatu. Gue takut Aileen bakalan sakit hati lagi seperti yang lalu saat sama Zahir yang sudah janji mau ke kampus yang sama dengan Aileen ….”

Daisha menjeda ceritanya, dia minum dulu. Kemudian lanjut cerita.

“Nyatanya dia lebih milih kampus yang sama dengan si cewek yang baru dia kenal, kan gilak. Padahal hubungan mereka sudah direstui dua belah keluarga. Takutnya nanti kejadian semacam itu lagi. Nggak tega gue bayanginnya aja.”

“Nggak usah mikirin hidup Aileen berlebih! lo mikirin hidup lo aja belum bener gitu. Nah, sebenarnya Aileen tuh sama aja kaya lo. Coba gue tanya, lo udah nungguin Danish dari kelas berapa? Sekarang apa? Dia juga sama yang lain kan? Dan sekarang lo juga masih jomblo ngenes.”

Agam menasehati sahabat sejak kecilnya itu.

“Lo tahu gue jomblo, ngapain lo nggak segera maju gitu, nyatain perasaan lo? Masa iya perhatian lo yang kayak gini hanya nganggep gue sahabat saja. Gue tahu kale isi hati lo ke gue itu bagaimana.” 

Daisha bicara dalam hati sambil melihat Agam yang sibuk minum cappucino yang sudah dipesankan.

Agam dan Daisha sudah berteman sejak TK. Mereka telah tahu kelebihan, kekurangan masing-masing. Jadi, tidak ada kecanggungan apapun di antara mereka.   

Dalam perbincangan Aileen dan Nevan, terlihat begitu serius. Namun, Aileen masih kikuk dan tidak berani menatap langsung mata Nevan, sebab jantungnya masih dag dig dug dan tangannya masih dingin, seakan lidahnya kaku untuk berbicara. 

“Bagaimana dengan olimpiadenya, sukses?” 

Nevan mulai membuka pembicaraan. Sebab, memang baru-baru ini Aileen mewakili prodinya mengikuti olimpiade Biologi. 

“Sukses kak, usaha yang saya lakukan tidak sia-sia dan terimakasih juga sudah membantu saya.” 

Aileen tersenyum, memang olimpiade anak fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam selalu ditangani, salah satunya oleh Nevan yang merupakan mahasiswa jurusan matematika. 

“Ini maaf sebelumnya kalau saya lancang, kamu sudah punya pacar atau belum? Maaf lo ya ini.”

“Hah pacar? Be, be, belum kak.” 

Aileen begitu grogi, jantungnya mulai tidak beraturan dan jawabannya pun terbata-bata. 

“Oh, eee kapan-kapan saya boleh main ke rumah kamu? Iya, bertemu keluarga kamu begitu.”

“Hah, buat apa kak?”

“Buat memberikan kamu selamat, kan kamu sudah sukses masuk tiga besar tingkat nasional dalam olimpiade Biologi dan artinya itu kamu membanggakan kampus ini dan pastinya saya juga ikut bangga sama kamu.”

Aileen hanya membalas dengan tersenyum. Dia masih bingung urusannya sama main ke rumah apa. Tapi, Aileen mengiyakan Nevan untuk berkunjung ke rumahnya. 

Tepat ketika Aileen tersenyum sinar matahari terbenam di ufuk barat menepis wajahnya. Sebab, mereka duduk tepat di samping jendela yang terbuka dan langsung bisa menatap pemandangan indah langit senja. Hamparan taman bunga, pepohonan yang jelas di lihat dari tempat duduk mereka, membuat suasana semakin romantis dan indah. 

Nevan juga tidak henti-hentinya melihat wanita dihadapannya yang tersenyum manis dengan sorot cahaya matahari di wajahnya. Nevan ikut tersenyum sambil menyeruput kopi yang sudah di pesan. 

Percakapan mereka berlanjut, kadang mereka saling diam kemudian kembali bercerita. Saling menatap dan tersenyum bersama.

***

“Daisha, Lo lihat deh langit senja hari ini bagus banget, cahaya candikala seolah membelah bumi. Separo warna biru cerah satunya orange cerah. Lihat juga taman bunganya, tambah asri banget!” 

Agam terpesona melihat langit senja yang begitu indah

“Pemandangan indah ini tuh namanya swastamita Gam. Lihat noh matahari hampir terbenam! keren euy.”

Daisha menjelaskan sambil mengacungkan jempolnya. 

“Ow, swastamita. Daisha, seandainya ya ini, kita bisa nggak sih nggak jadi sahabat lagi. Seandainya …”

Agam yang tadinya bercanda, kini mulai serius tidak seperti biasanya. 

“Maksud lo? Ow lo mau pergi dari hidup gue gitu? Sudah punya teman baru lagi lo? Atau gimana?”

“Maksud gue bukan gitu. Kan gue sudah kenal orang tua lo, lo juga udah kenal orang tua gue. Ya, kenapa kita harus terus sahabatan gitu?”

“Gue sih bukan hanya nganggep lo sahabat, lebih malah. To the point aja ya ini gue. Lo yang setiap saat gue repotin terus dan lo yang selalu ada buat gue. Masa iya, gue hanya sekedar nganggep lo sahabat doang?”

Mendengar jawaban Daisha, Agam hanya bisa tertawa, dia paham apa yang dimaksud sahabatnya itu. Mereka saling tertawa dan meminum cappucino yang belum habis. 

Senja kala itu jadi saksi bisu hubungan Aileen dan Nevan juga Daisha dan Agam. Cahaya atau pemandangan indah sebelum matahari terbenam itu, seolah menunjukkan jalan bahwa apa yang ada dalam hati mereka itulah yang sebenarnya.

Namun, senja tak menuntaskan pertanyaan di hati masing-masing. Hanya sang waktu yang akan memberi jawaban atas pertanyaan itu dan terlebih apakah benar mereka akan selamanya menjadi seindah SWASTAMITA hari itu???

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status