Share

Bagai Dua Kutub Magnet

Call Me Ka

Semakin hari hubungan Aileen dan Nevan bagaikan dua kutub magnet yang saling berlawanan, namun tidak bisa dipisahkan. Ada kalanya ketika mereka sama-sama tidak sibuk, memutuskan hangout bersama. namun, hubungan mereka belum banyak diketahui orang.

“Terimakasih banyak sudah mengantarkan saya pulang kak. Dan untuk ini mohon maaf saya tidak bisa menerima, Saya merasa ….” 

“Ini sebagai tanda terimakasih saya, karena kamu sangat bersungguh-sungguh dalam menjalani olimpiade kamu dan sebentar lagi kamu akan menjalani olimpiade yang kedua. Anggap saja ini adalah bentuk dukungan semangat dari aku untuk kamu. Kamu terima ya!” 

Ucapan Aileen langsung dipotong oleh Nevan sambil mendorong paper bag yang disodorkan Aileen kepadanya. Senyum manis yang selalu menghiasi sudut bibir Nevan selalu membuat Aileen terlena, hingga Aileen tidak bisa menolak apa yang diberikan Nevan.

Tanpa disangka ayah Aileen keluar rumah sambil membawa burung lovebird plus sangkarnya. Memang siang itu cuaca lumayan cerah, jadi ayah Aileen mau memandikan burung kesayangannya sekalian di jemur.

Ayah melihat sang anak perempuan satu-satunya sedang diantarkan oleh laki-laki yang sebelumnya belum pernah ayah lihat.

“Nak, udah pulang to? … wah, kamu siapa nak? Temennya Ai?” 

Pertama kali melihat Nevan yang notabene adalah laki-laki berpenampilan baik. Ayah, mencoba tidak curiga dan menyuruh Aileen supaya temannya itu di ajak masuk ke rumah. 

Melihat pemandangan yang ada di depannya Aileen syok berat, bisa-bisanya Ayah secepat itu memberikan izin Nevan masuk rumah begitu saja.

Padahal ayah belum menanyakan nama, alamat dan lain-lain. Ayah kemudian memanggil ibu supaya Nevan dibuatkan teh dulu sekalian ngobrol-ngobrol.

“Mohon maaf nak, rumahnya Aileen ya kaya gini gak mewah-mewah. Silahkan duduk!” kata ayah menyuruh Nevan duduk.

“Buk ini ada temannya Aileen, gih buatkan teh dulu biar istirahat … Aileen sana panggil Ibumu dibelakang atau sekalian kamu aja yang buatin minum dan Ibumu suruh kesini!”

Tingkah Ayah seperti kedatangan anaknya yang baru pulang merantau dari jauh.

“Iya pak sebentar,” sahut Ibu dari dapur. 

Tidak berapa lama Ibu muncul sambil bawa empat toples cemilan dan Aileen mengikut di belakang sambil membawakan teh untuk ayah dan Nevan.

Setelah saling berkenalan dan dekat, ayah Aileen dan Nevan cekikikan membahas burung dan berbagai perlombaannya dan tidak tau lagi bahasannya terlalu banyak. 

Tidak berapa lama kak Deon pulang, namun responnya tidak seperti Ayah dan Ibunya yang begitu excited menerima kehadiran Nevan di rumah.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Ayah, Ibu, Adek aku pulanggg!”

Kebiasaan Deon adalah teriak-teriak kalau pulang dan itu sudah kelakuannya dari kecil.

Wa'alaikumsalam Warohmatullahi Wabarokatuh.” 

Ayah, Ibu, Aileen, dan Nevan menjawab serentak.

“Loh ini siapa?”

Deon terdiam sejenak melihat wajah Nevan, seakan mengingat sesuatu yang membuatnya terus penasaran.

“Ini kak Nevan, kak.” Aileen menjelaskan.

Nevan langsung memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan kepada Deon. Namun, hampir beberapa menit tangan Nevan dianggurin Deon, sebab dia masih terus berusaha mengingat sesuatu. 

Hingga tersadar saat Ayah mengertak Deon supaya segera membalas uluran tangan yang diberikan Nevan.

“Ya Allah, sorry, sorry, kita pernah ketemu nggak ya?”

Deon penasaran, dia tiba-tiba ceplos tanya kepada Nevan sambil membalas jabatan tangan Nevan.

“Di mana iya kak? Mohon maaf saya lupa.” 

Nevan tersenyum dan Deon melihat ada yang aneh dalam senyumannya itu, bahkan Deon berucap dalam hati sambil mengamati senyum dan wajah Nevan.

“Aku yakin, sebelumnya aku pernah melihat orang ini, tapi dimana ya?” 

Pertanyaan Deon belum juga terpecahkan, bahkan hampir pukul  empat sore. Nevan masih bergurau dengan ayah. Deon yang ikut nimbrung terlihat begitu tidak nyaman atas hadirnya Nevan di rumah mereka.

Deon meminta izin ke belakang sebentar dan ternyata Deon masuk ke kamar Aileen untuk bertanya secara langsung siapa sebenarnya laki-laki yang dia bawa ke rumah itu.

“Sumpah gue nggak tahu kenapa bapak gue baru kenal sudah akrab kek gitu, emak gue juga, dia langsung cekakak-cekikik bareng kak Nevan. Tolong Cunges gue klepek-klepek abis ini, kalau gue bisa terbang pasti genting rumah gue dah jebol. Bagaimana iniii?”

Seperti putri yang sedang berbunga-bunga bahagia, Aileen curhat ke Daisha sambil guling-gulingan di kasur. Aileen tidak sadar kalau kakaknya melihat kelakuannya tepat duduk di kursi belajar di belakangnya.

Astagfirullahaladzim ….” 

Aileen syok melihat di kaca kakaknya sudah nongkrong di kursi belakangnya.

“Heh, itu cowok mana lo bawa kesini haaa, jelas nggak tuh asal-usulnya? Baik kagak? Jangan asal lo comot lo ambil pulang ya? Dan lo juga ngapain tingkah kayak cacing kepanasan kek gitu? Gue yakin lo habis curhat sama Cunges, iya? Ingat ya! Kakak nggak mau lo kayak dulu lagi, awas aja lo!” 

Pertanyaan bejibun Deon dilontarkan ke adik perempuan satu-satunya itu, dengan wajah penuh keseriusan seolah keingintahuan Deon sangat besar. 

Aileen menceritakan pertemuannya dengan Nevan mulai dari awal hingga bagaimana ceritanya dia bisa sedekat itu dengan Nevan sampai sekarang. 

Mendengar penjelasan adiknya, hati Deon belum juga tenang masih ada sesuatu yang membuatnya ganjel.

 Ada pertanyaan di hati Deon yang belum mendapat jawaban apapun dari pengakuan adiknya.

Sambil mendengar tawa ngakak ayah dan Nevan, Deon berjalan keluar kamar Aileen menemui mereka kembali.

***

Plakkk, 

Astagfirullahaladzim, ngapa sih lo Gam? Nggak ada halus-halusnya sama sekali lo ke gue, heran.” 

Daisha kaget tiba-tiba Agam mengeplaknya dari belakang, padahal dia baru selesai ngobrol dengan Aileen lewat telepon.

“Lo sadar ini di perpus, iya bener lo ngobrolnya di pojokan perpus, tapi lo ngocehnya kekencengan terdengar sampai sono. Lo kalau mau ghibah di luar perpus sono biar nggak ganggu yang lain, punya cewek satu aja bandelnya minta ampun, heran.” 

Agam tunjuk sana tunjuk sini.

“Iya, iya … eh, lo tahu nggak hari ini kak Nevan nganterin Aileen pulang, tbtb sama ayah, ibunya disuruh masuk, mereka ngobrol katanya akrab banget, tapi si kak Deon nih agak nggak respect katanya dan lagi .…” belum juga lanjut, ucapan Daisha di potong Agam.

“sttt, diem! Ceritanya nanti aja, gue dari tadi nemenin lo nyari buku muter-muter muluk, nggak nemu-nemu. Sampai gue buat kartu anggota perpus segala lagi ahhh. Lo yang butuh dari tadi santuy-santuy muluk, cepet cariii!” 

kini gantian Agam yang ngomel ke Daisha sampai beberapa pengunjung perpus dan penjaga perpus yang lokasinya tidak jauh dari mereka menahan tawa.

“Ya maap, biasanya gue kan kalau cari-cari buku kek gini sama best friend gue, tapi Aileen lagi sama Neevan, Elina, iva dan Bryan sama-sama kerja, Ghina dan Genta ya nggak bisa. Wajarlah gue minta tolong elo, kan lo cowok gue.”

“Cepetan makanya! ini hampir jam empat mau tutup!” 

Mendengar ocehan Agam, Daisha hanya menggerutukan mulut, ingin sekali mengumpat tapi sadar dia ada di mana dan siapa yang akan dia umpat.

 Seperti game memburu waktu mereka berlari kesana kemari mencari buku yang di maksud dari satu rak kesatu rak yang lain, sebab memang waktu tinggal limabelas menit lagi. 

Tiba-tiba handphone Daisha berbunyi dan yang telphon Aileen lagi, melihat ceweknya mengangkat telepon dan mulai mengoceh lagi, Agam langsung menjewer telinganya.

Agam menyuruh Daisha fokus dulu cari buku, baru nanti puasin menelepon Aileen, karena Agam sudah tahu sekali mereka telpon akan butuh waktu lama untuk mereka mengoceh.  

“Laper nggak lo? Mau makan apa?”

Tanya Agam kepada Daisha yang di bonceng.

“Laperlah, makan nasi kucing Kang Dul aja.”

“Ngapain Kang Dul terus sih? jangan-jangan lo ada main sama tu orang?”

“Lampir emang mulut lo ya, ya kale main sama Kang Dul bisa-bisa dapat bogem dari istrinya gue. Hobi banget sih lo bikin darah gue naik?”

Mendengar ocehan sahabat sekaligus kekasihnya itu, Agam hanya bisa tertawa bahagia.

Memang bagi mereka meski sudah ada ikatan yang lebih dari persahabatan, nyatanya kelakukan mereka nggak ada berubahnya sama sekali.

Sampai di tempat makan yang dituju, mereka memesan makana. Tiba-tiba ada panggilan masuk dari Deon.

“Nges, lo tahu nggak sih Nevan itu orangnya seperti apa? Gue nggak yakin dia orang baik-baik, takutnya macam Zahir dulu. Ai sudah cinta mati benget eh ujung-ujungnya dia ditinggalin. Lo tahu nggak awal dia masuk kuliah nangis mulu semalaman. Aslinya nggak mau tuh kuliah di sini maunya kuliah di kampus yang sama dengan Zahir. Eh, ujung-ujungnya si Zahir ke kampus itu karena ngikutin cewek yang dia sukai. Kakak nggak mau lagi kalau dia udah terlalu dalem mematok hatinya ke satu cowok. Tbtb dia ditinggalkan begitu saja macam dulu.” 

Kondisi seperti ini membuat Daisha bingung, sebab Deon langsung ngoceh panjang, lebar, kali tinggi.

“Ya gue tahunya Nevan itu kakak senior kita di kampus kak. Dia itu salah satu perwakilan olimpiade matematik di kampus sudah sampai kejuaraan nasional juga. Dia anak salah satu pengusaha juga salah satu donatur tetap di kampus, dia bisa segalanya, olahraga oke, otak oke, penampilan oke,  dan setau gue dia jomblo kak.”

“Yakin, dia jomblo?”

“Emmm .…”

Belum juga  selesai bicara sudah disahut oleh Agam.

“Nggak kak, gue sih nggak percaya.”

Agam menjawab dengan yakin.

“Sama, makanya kan perasaan gue nggak enak gitu. Gue cuma khawatir aja si Aileen kejebak di jurang ya sama lagi, ibaratnya luka belum kering eh ditambah luka baru lagi. Ini ya, kalau gue lihat tu cowok ada something nggak tahu apaan.”

Ternyata apa yang dikatakan Deon sama dengan apa yang Daisha pikirkan, sebab bagi Daisha mustahil cowok seperti Nevan yang ibarat kata hidupnya bahagia sentosa, tidak punya cewek. 

Mungkin benar juga dia nggak punya cewek, tapi itu kemungkinannya kecil banget. Bahkan, Agam sendiri juga berpikiran seperti itu tentang sahabat kekasihnya yang juga sahabatnya itu. 

Tapi, karena Aileen sudah terlanjur percaya, bahagia setiap berada di dekatnya dan mampu menuntaskan semua rasa sakit hati yang pernah dia alami dulu.

Daisha, Deon, dan Agam tidak tega untuk menghancurkannya, apalagi Aileen sedang semangat-semangatnya menjalani pelatihan olimpiade yang mengharuskannya selalu bertemu dengan Nevan. 

Artinya dengan kegiatan tersebut hubungan mereka semakin dekat dan kadang membuat Daisha takut melihat kenyataan di depannya. Daisha hanya tidak ingin sahabatnya mengalami sakit hati itu lagi.

***

Perjalanan senja ke senja berlalu sangat cepat, bahkan kini mereka sudah berada di semester ke lima dengan kedekatan yang semakin intens.

Aileen telah ditemukan dengan keluarga besar Nevan, bahkan di depan mata kak Deon, Agam, Daisha yang waktu itu juga sama-sama di ajak Nevan ke rumah keluarga besarnya. 

“Ai, kamu bilang swastamita itu indah. Makanya sore ini aku ajak kamu, juga kak Deon, Agam, dan Daisha ke rumahku. Untuk membuat swastamita kamu menjadi lebih indah.”

Nevan menatap Aileen dengan senyum manisnya. Aileen hanya bisa tersenyum, dia begitu bahagia, hatinya sangat berbunga-bunga. 

Tanpa disadari pertemuan itu mengungkapkan fakta besar yang selama ini melayang-layang di benak Deon, Daisha, juga Agam.

“Ini seriusan kita di ajak main ke rumah Nevan?”

Daisha celingak-celinguk, melihat Agam dan Deon gantian.

“Iya.”

Jawab Aileen senyum bahagia.

“Kita mau ngapain diajak kesana?”

Deon keheranan dan Agam hanya mengangkat bahu menandakan dia juga tidak tahu.

“Gue harus bawa apa Ai? Gula, Minyak, buah, atau apa?”

Daisha bingung.

“Lo apaan sih, udah deh itu urusan gue yang penting nanti sore kak Nevan kesini. Kalian sudah harus siap, mungkin kita kesana pakai mobil kak Nevan.”

Benar saja sore hari Nevan datang dengan mobil mewahnya. Ayah dan Ibu Aileen sempat terkesima, namun dia berusaha netral. Deon, Agam, dan Daisha bukannya ikut senang seperti Aileen, mereka malah terheran-heran.

“Sebenarnya apa sih yang dia rencanakan?”

Deon punya firasat ganjil dengan kelakuan Nevan.

Malam itu mereka memang berada di rumah Nevan. Disana hanya Aileen yang bahagia.

Daisha, Agam, dan Deon hanya mengikuti suasana saja. Pura-pura senang.

Akankah SWASTAMITA yang sedang menjulurkan kehangatannya ini  akan terus berpihak, bukan hanya pada semesta, tapi juga kepada Aileen? Sehingga Aileen tetap bisa tersenyum seperti itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status