Home / Romansa / Im Sorry Mama! / Bab 3 : Ancaman yang Menyakitkan!

Share

Bab 3 : Ancaman yang Menyakitkan!

Author: Marjani Jani
last update Huling Na-update: 2021-05-08 16:05:48

***

Seperti biasa, setiap pagi aku akan menyiapkan sarapan untuk keluargaku. Menyiapkan pakaian dan semua kebutuhan mereka. 

Aku tak tahu, apa yang kulakukan itu cukup atau tidak bagi mereka. Tapi yang penting aku tetap berusaha memenuhi tangung jawabku sebagai istri dan seorang ibu.

Memang beberapa hal yang terjadi tadi malam sungguh membuat perasaanku kacau. Mood pagiku benar-benar buruk karena hal itu.

"Sayang? Kok melamun?"aku terperanjat saat mendengar suara dan seseorang yang menepuk bahuku.

Aku tersadar bahwa nasi goreng yang aku masak hampir saja gosong karena terlalu banyak melamun.

"Kamu, kenapa?"aku menoleh ke kiri. Ya, aku menemukan suamiku mas Yusuf yang bertanya dengan suara lembut padaku. Apa dia sama sekali tidak memiliki perasaan bersalah karena menutupi sesuatu hal yang besar dariku.

"Tidak ada apa-apa."jawabku singkat. Dan mengangkat nasi goreng lalu menyajikannya di meja. Aku melongos melewati mas Yusuf begitu saja. Ntahlah melihat dirinya hatiku sedikit terluka.

Mungkin aku hanya harus menunggu luka hati terluka lebih lebar. Jika suatu saat aku di campakan dari keluarga ini.

"Alya.., sarapan nya sayang!" setengah berteriak aku memanggil putriku.

Tak lama suara pintu kamarnya terdengar, dan kulihat dia menuruni tangga. "Pagi Mama!"ucapnya ceria. 

Ya, persis sekali. Sifat putriku menurun dari suamiku. Tapi kenapa harus ada dua sifat yang tak baik, terus menyakiti hatiku dan mereka sama sekali tak merasa bersalah.

"Sayang, pakaikan dasinya?"aku menoleh dan terkejut saat melihat suamiku sudah berdiri di sampingku.

Dia tersenyum sambil memengang dasi di tangan kanannya. Kebiasaannya sejak 3 tahun yang lalu dia selalu memintaku memakaikannya dasi.

Yang bisa aku lakukan hanya menurut dan membantunya. Aku memakaikan dasinya. Namun dalam hati aku merasa, "Mungkin suatu saat akan datang wanita lain yang membantumu, mas. Dan kamu tak akan lagi membutuhkan aku."batinku lirih. Kesedihan memang menguasai hatiku saat ini.

Aku merasa hari ini aku akan mengalami kejadian yang sangat buruk dalam hidupku.Aku tak tahu apa itu. Yang pasti aku hanya bisa berdoa kepada sang kuasa, semoga apapun ujian yang dia berikan padaku dia juga memberikan aku kekuatan lebih untuk menghadapi semua ini.

Suami dan Putriku sedang menikmati makanan yang aku masak. Seperti  biasa mereka memakannya dengan lahap. Sedang aku? Yang bisa aku lakukan hanya melamun menatap mereka dalam diam. Menikmati setiap momen hangat bersama mereka. Lagi-lagi perasaanku gelisah.

"Sayang, mas berangkat dulu ya."tanpa kusadari mereka sudah selesai menyantap makanan mereka dengan lahap.

Aku tersenyum dan hanya diam tanpa mengatakan apapun. "Mama, Alya sekolah dulu ya."pamit Alya dengan senyum polosnya. Aku tak menyangka jika anak sepolos Alya bisa melontarkan pertanyaan seperti itu.

Aku yakin pasti ada hal yang telah memperngaruhi pikirannya. Itu past! Tapi aku tidak tahu, siapa dan mengapa mereka mempengaruhi pikiran putri kecilku.

Aliya mengulurkan tangannya mencoba mengapai tanganku dan mengecupnya. Aku berjongkok dan mengusap kepalanya, mencium pipi cabinya.

"Belajar yang rajin, sayang."ucapku membuat Alya tersenyum ceria. "Siyap, mama!"

"Alya, kamu ke mobil duluan. Papa mau ngomong sama mama dulu, ya."tiba-tiba mas Yusuf meminta Alya keluar lebih dulu. Aku tak menyadari jika mas Yusuf terus memperhatikanku dengan mata indahnya.

"Oke, Pa!"Alya berlari kecil keluar dari rumah. Mataku dan Mas Yusuf bersitatap sejenak.

Aku lebih dulu memutuskan pandangan itu. 

Ntah mengapa melihat matanya aku menjadi semakin sakit. Terlebih ternyata aku mengetahui dia bertelepon mesra dengan seorang perempuan yang tidak aku ketahui.

Aku ingin beranjak pergi membersihkan meja makan namun, aku merasakan tangan Mas Yusuf menahan ku. "Kamu kenapa? Dari tadi aku memperhatikanmu dan kamu selalu melamun? 

Dia menariku pelan hingga kami jadi berhadapan. Kepalaku tertunduk tak berani menatapnya. "Ada masalah, hmm...?" tanyanya.

Aku hanya menggeleng kepala. "Enggak."jawabku singkat.

Tangan Mas Yusuf kini berpindah menangkup pipiku dengan kedua tangannya. Membuatku mendongak dan mau tak mau menatapnya. "Kalau ada masalah cerita sama, mas? Kamu istriku, apapun masalah yang kamu hadapi aku pasti siap membantu."ucapnya.

Hatiku sakit mendengar itu. Istri? Masalah? bukankah dia yang menyembunyikan sebuah hal besar dariku. Aku menatapnya dan berkata, "Mas, apa kamu tidak merasa menyembunyikan sesuatu dariku?"

Dia terdiam, bisa dengan jelas aku lihat raut wajahnya berubah tegang. Ahh... kenapa aku menanyakannya. Sudah jelas jawabannya akan menyakiti hatiku. Memang wanita itu mahkluk yang bodoh. Dia akan mempertanyakan hal yang pasti menyakiti hatinya hanya untuk mencari sebuah kepastian.

"Apa maksudmu? ak-aku tidak menyembunyikan apapun."dia tergagap pertanda Mas Yusuf gugup karena jelas dia menyembunyikan sesuatu.

"Sudahlah, lupakan saja."ucapku mencium tanganya dan beranjak pergi ke mencuci piring. Berlama-lama dengannya saat ini membuat hatiku sesak.

"Aku pamit. Assalamualaiku."katanya terdengar pelan seperti gumaman lirih.

"Waalaikumsalam."

****

Siang harinya aku berniat menjemput Alya ke sekolahnya. Jadwal praktekku yang sudah habis membuatku bisa pulang lebih awal karena pasien tak terlalu banyak.

Aku memarkikan mobilku di halaman sekolah nya yang cukup luas. Ingin keluar dari mobil, akhh...aku lupa melepas seragam dokterku. Setelah melepas jas putih khas dokter itu, aku keluar dan memasuki sekolah Alya.

Mataku pergi berkeliling menatap seolah elit, megah itu. Aku tak menyangka anakku akan bersekolah di tempat mewah ini.

Semua bukan mauku tapi mau keluarga besar Mas Yusuf.

Mereka bilang keluarga dari marga 'Khaidar' tak boleh sekolah di tempat biasa karena akan mencoreng nama baik keluarga mereka yang terkenal. Aku sama sekali tak peduli semua itu, apa sih arti sebuah nama. Toh, gelar tertinggi adalah Alm.

"MAMA?!"aku mendengar suara teriakan putriku. Aku menoleh ke belakang dan terlihat Alya yang berlari ke arahku dengan tasnya yang terhentak karena berlari.

"Sayang?" aku berjongkok dan langsung memeluknya.

"Mama di sini juga? Papa juga jempu Alya." katanya membuat ku mengernyit. Mas Yusuf di sini? Memang sih aku tak bertanya lebih dulu apakah dia menjemput Alya atau tidak. Tapi tak kusangka dia juga ada di sini.

"Di mana papa, sayang?"tanya ku melirik sekitar dan tak kutemukan Mas Yusuf.

"Hmmm.. Papa sama bunda!" deg, bunda? Nafasku tercekat mendengar panggilan itu. Aku meneguk salivaku gugup.. Tiba-tiba perasaan sesak mengahantam hatiku.

Aku berusaha positiv mungkiin itu gurunya. Bukan nya hal biasa seorang guru di panggil bunda. "Bunda?" Alya mengagguk.

"Iya, bunda. Guru Alya, yang bakalan jadi bunda Alya. Namanya bunda Syifa, dia bisa kasih Alya adik, maa!"Lututku lemas, kepalaku terasa pusing. 

Nafasku berubah cepat tak beraturan.

"Ya Allah, ujian ini kah yang kau berikan padaku."batinku lirih.

Air mataku mulai tergenang. Terlebih melihat wajah polos putriku yang tersenyum dengan gembira setelah mengatakan hal itu. Tidak tahu kah dia, jika ucapanya itu membuat hancur hati mamanya.

"Ma-mana orangnya?" tanyaku dengan suara bergetar. Sungguh aku ingin menangis, tapi tak boleh. Aku tak boleh menujukan air mataku pada orang lain.

Cukup hanya aku dan Tuhan yang tahu.

"Di sana. Di taman belakang sekolah."tujuk Alya ke belakang kelasnya. Aku tersenyum masam, "Bawa mama kesana, ya?"pintaku padanya.

"Okey!"serunya semangat. Membuatku bertambah sakit.

Alya mengengam tanganku dengan tangan mungilnya, dia menariku ke belakang sekolahnya. Aku hanya bisa menatap sendu tubuh Alya yang berjalan mengiringku. "Nak, kamu beneran mengingkan gurumu menjadi bundamu?"tanyaku sekali lagi.

Alya berkata sambil tetap berjalan, "Iya, maa. Alya ingin seorang adik. Adik yang lucu yang bisa menemani Alya main. Bunda Syifa bisa kasih Alya adik kalau nikah sama papa,kan?"aku diam tak menjawab. Setetes air mata mengalir begitu saja.

drrrttt...

drrrrtttt...

Kurasakan ponselku bergetar dari saku gamis ku. Aku menahan tangan Alya membuatnya berhenti sejenak. Mengambil ponsel dan membuka pesan itu.

Jantungku berdetak sangat kencang membaca pesan itu. Seolah pukulan bertubi-tubi mengahantam hatiku tanpa ampun dan belas kasihan.

Kenapa takdir mempermainkanku begitu kejam. Pesan ini sangat menyakitkan ingin rasanya aku menyerah saja.

Privat Number

Jika kamu tidak bisa membuat Yusuf bahagia, maka biarkan dia bahagia dengan wanita lain. Jangan menghalanginya atau kamu akan tahu akibatnya.

***

#Besambung

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Im Sorry Mama!    Bab 32 : Pria Misterius?

    "Kenapa?" Tanya Amar saat melihat raut kebingungan di wajah Zara. Wanita itu menoleh ke kanan dan kiri melihat ke luar jendela. "Kamu nyari apa sih, Za?" Ulang Amar heran."Nggak, tadi kayak ada yang manggil aku deh. Tapi di luar orang-orang udah pada bubar," gumam Zara."Perasaan kamu aja kali. Yang penting temen kamu yang namanya Rose itu sudah ketemukan?"Zara mengangguk singkat. "Sudah sih,""Sekarang kamu mau ke mana? Mau langsung pulang atau ke suatu tempat?" "Hmmm, enaknya kemana ya. Males banget kalau langsung pulang. Masih siang juga," "Ke supermarket? Ke Mekdi?" Saran Amar.Zara mengangguk setuju. "Boleh deh, ke mall aja. Sekalian belanja, kebetulan tadi bibi titip bahan belanjaan yang udah habis,""Oke deh!" Amar memutar kemudinya ke arah yang berbeda menuju mall yang akan mereka datangi. "Oh, iya ngomong-ngomong. Selama kamu di Indonesia, kebutuhan dan biaya mansion di sini siapa yang tanggung?" Tanya Amar."Aku, cuman pakai rekening yang berbeda. Rekening yang atas nama

  • Im Sorry Mama!    Bab 31 : Jangan lakukan apapun!

    Kening Amar mengeryit melihat wajah Zara yang terlihat kebingungan. "Zara, ada apa?" panggil Amar lagi sedikit menaikan suaranya membuat Zara tersadar dari lamunannya."A-Amar, A-aku...ti.."Amar berdecak kesal melihat Zara terbata, "Kau ini bicara apa? Aku tidak mengerti! Apa kau habis dapat pesan dari malaikat maut huh?"degus Amar."Aku tidak tahu harus meresepon bagaimana..."ucapan Zara membuat Amar memandangnya serius."Apakah ini masalah serius?"Zara tak menjawab perkataan Amar. Dia hanya mengulurkan ponselnya pada Amar.Amar mengambil ponsel Zara dengan rasa penasaran. Dia membuka pesan yang baru Zara baca. Membacanya begitu serius hingga...Pffttt...."BAHHAHAHAHAHAHAHHAHA...APA INI?! HAHAHHAHAHA....MAM*US" tawa Amar pecah dengan umpatan di akhirnya. Wajahnya terlihat berseri bahagia."Amar, kau ini! Kenapa kau tertawa!"pekik Zara kesal menampol tangan Amar kesal."Buahahhaha... Maaf...maaf. Ini sangat lucu Zara.""Lucu bagaimana? Bagaimana kabar duka kau anggap lucu!"ketus Zar

  • Im Sorry Mama!    Bab 30 : Kebodohan Syifa

    Tak lama setelah itu dua betina yang di tunggu akhirnya pulang dengan banyak kantung belanjaan. Yusuf hanya acuh melihat mereka masuk dan meletakan banyak paper back di atas meja makan. Pria itu yang kini sudah berganti pakaian dengan kaos rumahan. Memeriksa satu persatu bungkusan itu.“Mas, Alya kemana? Aku membelikanya banyak boneka.” Suara Syifa terdengar manja yang di buat-buat membuat Yusuf kesal hingga tak sadar mengepalkan tanganya. "Apa pedulimu? Kalian berdua hanya senang menghamburkan uang saja!" sinis Yusuf.Matanya menangkap satu bungkusan ganji di atas meja. Tangannya menggapai itu. "Apa ini?" tanya Yusuf menuntut."It-itu makanan kesukanku, mas." jawab Syifa gugup memilin ujung jilbabnya.“Bukankah kau punya riwayat alergi kacang?! Lalu kenapa kau tetap membelinya!” geram Yusuf tertahan."Cukup…Cukup! Menyebalkan harus mendengar kalian tiap hari bertengkar. " sinis Erna berlalu pergi meninggalkan dua manusia yang masih terus berseteru.Erna pergi menuju kamarnya dengan m

  • Im Sorry Mama!    Bab 29 : Berusaha Kuat!

    Kota London...."Ada apa denganmu, Zara?"Wanita yang di panggil itu terlonjak kaget akan sebuah suara dari belakangnya. Ponselnya nyaris saja jatuh karena pangilaan mendadak itu.Zara berbalik dan menatap orang itu. Dia hanya memandanya dalam diam dan tak sadar kembali melamun."Zara!"panggil orang itu kedua kalinya dengan setengah berteriak. "Apa pria brengsek itu meneleponmu lagi?""A-Amar, aku..."Zara mendadak gugup dan bingung harus berkata apa pada Amar.Amar berdecak kesal melihat Zara seperti itu. "Ckk, benar - benar laki-laki tidak tahu diri!""Kalau kamu selalu menjawab panggilan darinya, dia akan selalu menganggap kamu lemah dan mudah di takhlukan!"kesal Amar mulai mengomeli Zara. Sedang Zara seperti anak kecil yang hanya bisa menunduk menatap lantai ketika di marahi.Tunggu! Tiba-tiba Amar menghentikan omelnya. Tersadar akan di mana posisi mereka berdua. "Astaga, bagaimana aku bisa berdua saja dengan Zara di kamarnya!" rutuk Amar dalam hatinya.Sedikit berdehem, sembari

  • Im Sorry Mama!    Bab 28 : Maaf Papa!

    ***Selama dalam perjalanan Alya terus diam dengan wajah yang di tekuk lesu. "Kenapa? Tidak senang berangkat sama papa?""Seneng kok." jawabnya singkat. Sembari fokus menyetir Yusuf terus bertanya pada Alya. Hanya saja dia ingin bertanya hal yang sangat penting pada Alya."Kalau seneng kenapa murung terus, hmmm?"Alya menggeleng, enggan menjawab. "Papa perhatikan 3 hari ini kamu banyak diam dan murung. Ada apa sayang? Cerita sama papa."bujuk Yusuf dengan satu tanganya mengelus lembut kepala Alya yang tetutup jilbab.“Hmm, Papa…”“Iya?"Alya meremas roknya gugup, "Mama, kapan pulang?"Ckiittt....Mendadak Yusuf menginjak rem sangkit terkejutnya mendengar pertanyaan Alya. Beruntung jalanan sedang sunyi, kalau tidak ntah bahaya apa yang akan terjadi.Secepat kilat dia menatap Alya, "Kamu tanya apa tadi?" tanyanya dengan menuntut.Alya menoleh ke arah Yusuf yang kini sedang menunggu kelanjutan ucapan Alya. Putri kecil itu mengerjab dengan polos, lalu berkata. "Apa mama tidak akan pulang ke

  • Im Sorry Mama!    Bab 27 : Dukungan?

    ***Seorang pria kini duduk termenung di kursi kerjanya. Tangannya mengetuk-ngetukan pena ke meja. Mata pria itu terpejam dengan jejak air mata yang mengering.Kesepian dan rasa rindu menyiksa dirinya. Dia terus memikirkan, apa yang harus dia lakukan untuk membuat wanita itu kembali.Brakkk...Pintu ruang kerjanya di buka dengan kasar oleh seseorang. Mata Yusuf terbuka mendengar suara itu. Secepat kilat dia tak tahu apapun namun kini ada seseorang yang menarik kemeja.Menatap dirinnya dengan marah. “Katakan padaku! Kemana Istrimu membawa istriku?!” Dia adalah Bram suami dari Ayu. Pria itu juga sama halnya dengan Yusuf. Dia merasa frutrasi saat tak menemukan Ayu di rumah maupun di restorannya. Dia juga begitu terkejut saaf melihat ada orang lain yang mengantikan posisi istrinya di restoran. Para pegawai Ayu juga mengatakan bahwa Ayu izin untuk tidak datang untuk waktu yang tak bisa di pastikan.Bram juga sama menyesalnya dengan Yusuf. Kedua pria itu kini menyadari kebodohan diri merek

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status