Home / Romansa / Im Sorry Mama! / Bab 4 : Keputusan yang Menyakitkan!

Share

Bab 4 : Keputusan yang Menyakitkan!

Author: Marjani Jani
last update Last Updated: 2021-05-08 16:07:08

“Mas?” dua orang yang sedang bercengkrama ria terlonjak mendengar panggilanku. Mataku terasa perih melihat pemandangan yang sangat menyatat hati.

“Zara?”panggilnya dengan wajah terkejut dan telihat ketegangan dari nya. Yang bisa aku lakukan hanyalah tersenyum. Walau senyuman itu hanya senyum palsu karena Alya masih ada di sampingku.

Mataku kini tertuju pada wanita berkerudung biru yang berdiri di samping mas Yusuf. Aku yakin wanita itu tahu jika mas Yusuf sudah menikah dan Alya adalah putrinya. Tapi, kenapa wanita itu begitu dekat dengan suamiku?

“Papa,Alya bawa mama ketemu bunda!”jleb. Nak, tak bisakah kamu membuat mamamu bernafas sebentar. Kenapa kamu malah menambah luka menjadi lebih dalam.

“Alya!”Mas Yusuf berseru keras pada Alya membuat putri kecilku ingin menangis.

Apa dia sedang berusaha menutupi perselingkuhannya yang jelas-jelas sudah aku ketahui. Dia menjadikan Alya pelampiasan agar aku tak mencurigainya. Tapi semua sudah terlalu terlambat.

“Mas?!”tegurku berusaha mengontrol emosiku. Aku menatapnya datar sedang dia termanggu melihat tatapanku. Ku lirik Alya yang mengenggam gamisku takut.

Aku berlutut dan mengusap kepalanya lembut. “Alya main dulu, ya? Mama mau bicara sama papa dulu, oke?”bujukku.

Dia mengangguk dan pergi meninggalkan kami berduah. Ah, tidak maksudku bertiga dengan wanita asing.

Aku kembali menatap mereka berdua yang telihat salah tingkah dengan keberadaanku. Kakiku melangkah santai dan duduk di kursi panjang tempat mereka tadi duduk. “Kenapa kalian berdiri saja? Tidak ingin duduk?”tanyaku santai.

Mereka tersentak kaget. Aku baru tahu ternyata seperti ini rasanya melihat orang yang gugup saat kepergok selingkuh. Pemandangan yang menggelikan.

“Sayang, mas bisa jelasin!”tiba-tiba mas Yusuf berlutut di sampingku sambil mengenggam tanganku.

Apa ini? apa dia sedang melakukan sandiwara lainnya?

Aku mengernyit melihatnya. “Apa yang kamu lakukan,mas? Duduklah disini,bersamaku.”ucapku berusaha selembut mungkin. Dia mengangguk dan aku bergeser memberi dia tempat di sampingku sedang wanita itu duduk di kursi yang ada di hadapaku dengan meja yang membatasi kami.

“Kamu gurunya Alya?”

Wanita itu tersentak dan mendongak mentapku. Kulihat dia melirik mas Yusuf takut-takut. “I-iya, mbak.”jawabnya gugup.

Aku mendengus pelan, hampir tak terdengar sama sekali. “Oh.”ucapku singkat. “Ehmm... sudah berapa lama kalian berdua saling kenal?

“Sayang, ini tidak seperti yang kamu pikirkan!”tiba-tiba mas Yusuf menyela. Aku menatapnya kesal, “Memangnya apa yang aku pikirkan, mas?”tanyaku menelisik. Dia kembali gugup.

“Oh, sebentar. Apa namamu Syifa?”tanyaku membuat kedua orang itu terkejut. Kenapa? Apa mereka pikir aku sebodoh itu.

Dia mengangguk kaku. “I-iya. Syifa Maharani.”

“Hmmm.... nama yang bagus. Baiklah, sekarang boleh aku bawa suami dan anakku pulang? Itupun jika kau tidak keberatan?”dia gelagapan.

Dan menggeleng cepat. “Tidak, mbak. Saya tidak bermaksud apapun. Kami hanya membicarakan pelajaran Alya saja.”ucapnya kikuk.

Dan mas Yusuf, aku tahu pria itu duduk dengan wajah dan mata yang terus menatap ke arahku.

Apa yang ingin dia lihat? Apa dia ingin lihat apa aku menangis atau tidak? Ah.. yang benar saja.

“Baiklah. Kalau begitu kami pulang dulu, Assalamualaiku.”ucapku berusaha sopan dan beranjak pergi lebih dahulu.

“Waalaikumsalam.”jawabnya.

Mas Yusuf langsung menyusul langkahku dengan setengah berlari. Dia menahan tanganku dan memutarnya untuk menghadapku. “Sayang, kamu tidak ingin mengatakan sesuatu padaku?”

Aku menggeleng dengan menatap matanya dalam dan tersenyum tipis. “Tidak ada yang ingin kutanyakan. Memang sudah seharusnya seperti ini.”

Ekspresi berubah marah dan terlihat tak suka dengan ucapanku. “Apa maksudmu? Apa yang sudah seharusnya?”desisnya tajam. Menatapku marah.

Aku memalingkan wajah dan meneriak Alya yang bermain dengan temannya. “Alya pulang bersamaku. Kamu lanjut ke kantor saja.”ucapku singkat dan berlalu meninggalkannya yang terpaku dengan sikapku.

Dengan mengandeng Alya aku berjalan keluar sekolah dan pulang berdua saja dengannya. Dan di dalam mobil Alya hanya diam tak mengatakan apapun. “Alya?”

“Hmmm... iya,Ma?”dia menyahut.

“Alya sayang mama, enggak?”

“Sayang!”pekiknya spontan. Membuat hatiku terasa menghangat. Paling tidak dia masih memiliki rasa sayang padaku. Walau mungkin dia tak peduli dengan perasaanku.

“Mama juga sayang, Alya.”ucapku tersenyum tulus lalu setelahnya kembali fokus menyetir dan pulang ke rumah. Rumah yang tak kusadari jika di rumah itu akan ada orang baru yang masuk dan mengahancurkan semuanya.

****

Malam harinya aku menyiapkan makanan dan hidangan yang sangat banyak dengan di bantu oleh bi Nigsih. Semua terjadi karena mertuaku yang bermulut tajam itu akan datang bersama papa,dan juga kakak ipar untuk makan malam bersama di rumah kami.

Tepat jam 19.00 malam bel rumah berbunyi segera aku membuka pintu sedang Alya dan mas Yusuf masih bermain di ruang keluarga.

Clekk..

Aku terpaku melihat pemandangan yang asing di hadapanku. Bukan karena papa dan mama juga kak ayu dan suaminya. Tapi, mereka membawa satu orang asing yang baru aku kenal. Dia adalah Syifa.

Oh, aku menatap kak Ayu yang bersembunyi di belakang suaminya. Dia menatapku dengan sendu. Seketika hatiku merasa sesak, aku tahu apa maksud dari acara ini. ya, sangat-dan sangat tahu. Semua pasti sudah sangat di rencanakan dengan matang.

“Silahkan, masuk Ma,Pa!”ucapku sopan.

Wanita tua itu melewatiku dan menarik Syifa masuk begitu saja wanita itu hanya menunduk dan berjalan melewatiku.

Sedang mama masih tetap memasang wajah sinisnya. Dan berteriak memanggil Alya. Di ikuti papa dan Mas Hendra suaminya Kak Ayu. Saat aku berpapasan dengan kak ayu dia berbisik lirih di sampingku. “Kamu harus lebih kuat, Zaa.”bisiknya membuat mataku berkabut.

Jelas aku tahu maksud semua itu. Karena keluarga mas Yusuf tertama mamanya tak akan pernah membiarkan aku bahagia. Aku tak tahu apa alasan dia begitu membenciku. Hingga saat ini tak kutemukan alasan apapun. Apa aku membuat seuatu kesalahan besar di masalalu hingga dia sangat membenciku.

“Ya, Allah kuatkan aku.”doaku lirih. Aku tahu akan ada hal buruk yang menimpa rumah tanggaku.

Aku menutup pintu dan menarik nafas dalam. Rumah ini ntah kenapa membuat nafasku berat dan hatiku sesak. Aku hanya bisa meringin melihat Mas Yusuf menegang melihat siapa wanita yang mama bawa. Lalu dia menatap ke arahku yang berjalan ke arahnya.

Yang kulihat hanya tatapan bersalah dimatanya sedang aku? Apa yang bisa aku lakukan selain hanya tersenyum padanya. Aku tak bisa berteriak, menangis ataupun marah di hadapan semua orang.

Terutama di hadapan Alya. Bahkan dia menghambur kepelukan Syifa dengan sangat gembira. Membuat Mas Yusuf dan Syifa menegang sedang mertuaku memekik girang.

Aku berjalan mendekat dan menawarkan membuat minuman. “Tidak usah. Kami kesini bukan untuk beramah tamah denganmu. Duduk dan dengarkan saja apa yang aku katakan!”perintah sinis dari mertuaku memang benar-benar sudah menjadi hal yang biasa aku dengar setiap kali bertemu dengannya.

“Maa!”tegur mas Yusuf. Dia berjalan kearahku dan mengandeng tanganku. Dia berbisik lirih.

“Kumohon, maafkan aku.”ucapnya.

Aku menggeleng dan hanya tersenyum tipis juga aku bersaha melepaskan tautan tangannya dan pergi menjauh darinya.

Ibunya Mas Yusuf meminta kak Ayu untuk dan suaminya untuk pergi mengajak Alya main. Sedang kami para orang tua duduk dengan serius di ruang keluarga.

Mas Yusuf duduk di sampingku sedang aku hanya duduk dengan wajah yang menatap lurus kedepan pada mertuaku. Mas Yusuf terus menatap wajahku dari samping dengan tangannya yang terus berusaha mengenggam tanganku.

Terakhir kali aku membiarkan dia menggengam tanganku. Karena mungkin aku tak bisa merasakan genggaman tangannya lagi.

“Dengar, Zara! Mama mau kenalin kamu dengan seorang wanita pilihan mama.”ucapnya langsung tanpa berbasa basi.

Semuanya hanya diam tak ada yang berani menyela ucapannya begitu juga dengan mas Yusuf yang masih terus memandang wajahku dari samping dalam diam. “Dia Syifa Humairah. Calon istri kedua Yusuf, juga calon Bundanya Alya.”

Jlebbb...

Rasanya seperti di serang dengan belati tajam bertubi-tubi. Aku pikir dengan aku tahu semua maksudnya kurasa itu cukup membuatku tak begitu terluka.

Namun, saat mendengarnya secara langsung memang sangat menyakitkan.

“Ma,jangan seperti ini. kumohon!” mas Yusuf tiba-tiba berbicara dengan nada memohon kepada mamanya. “Aku masih perlu membicarakannya dengan Zara,maa!”lirihnya. Sedang aku hanya diam. Wanita yang duduk menunduk di samping mama juga hanya diam.

“Tidak ada yang perlu di bicarakan lagi Yusuf! Mau sampai kapan kamu menunggu wanita ini mengandung dan memberikan adik untuk Alya! Dia jelas sudah mandul! Apa lagi yang kamu harapkan dari wanita mandul sepertinya!”

“MAAAAA?!”teriak Mas Yusuf tiba-tiba berdiri menatap marah kearah mamanya dengan tangan yang terkepal erat. “Jaga ucapan mama! Walau bagaimanapun Zara tetap istriku dia sudah memberikan Alya dalam rumah tangga kami!”marahnya.

“Yusuf! Jangan membantah. Dia hanya bisa memberikan satu putri dan itu tidak cukup. Kamu butuh anak laki-laki sebagi penerus keluarga kita! Lagi pula, kamu tidak mencintainya kan?!”

Tangan mas Yusuf kulihat terkepal lebih erat.

Aku menunggu dia menjawab. Namun dia hanya diam membuat harapanku pupus begitu saja. Hilang, sirna dan hancur bergitu saja. Ya, benar. Selama ini dia tidak dan tak akan pernah mencintaiku.

Mama berdecih dan menatap remeh kepadaku. “Lihat, Zara! Kamu lihat, putraku sama sekali tidak pernah mencintaimu. Sekarang semua pilihan ada di tanganmu. Kalau kau mau tetap di rumah ini dan menjadi ibu juga istri Yusuf. Maka kamu harus bersedia di poligami dan membiarkan Syifa menjadi madumu. Atau, kau bisa menggugat cerai Yusuf dan ingat! Kau sama sekali tak berhak atas hak asuh Alya, karena dia milik keluarga Khaidar!”jelasnya dengan penuh penekanan.

Aku tahu, mereka sangat berkuasa dengan harta gelar yang mereka punya. Aku tak punya pilihan lain, aku hanya ingin tetap bersama dengan putri juga suami atau entalah mungkin semua itu hanya akan berupa ikatan tanpa rasa saja.

“Baiklah, aku memilih untuk ikhlas di poligami!” ucapku akhirnya dengan hati yang sudah hancur berkeping-keping. Yang kuharapkan hanya agar aku bisa bersama dengan orang yang aku sayang dan cintai.

Aku hanya bisa berdoa dan memohon kepada Allah agar dia meridhoi setiap keputusanku. Walau aku tahu semua ini tak akan menjadi lebih mudah namun akan menjadi lebih menyakitkan. Tapi aku tahu Tuhan pasti akan memberikan aku kekuatan dan kesabaran yang lebih dan lebih besar lagi.

****

#Beesambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Im Sorry Mama!    Bab 32 : Pria Misterius?

    "Kenapa?" Tanya Amar saat melihat raut kebingungan di wajah Zara. Wanita itu menoleh ke kanan dan kiri melihat ke luar jendela. "Kamu nyari apa sih, Za?" Ulang Amar heran."Nggak, tadi kayak ada yang manggil aku deh. Tapi di luar orang-orang udah pada bubar," gumam Zara."Perasaan kamu aja kali. Yang penting temen kamu yang namanya Rose itu sudah ketemukan?"Zara mengangguk singkat. "Sudah sih,""Sekarang kamu mau ke mana? Mau langsung pulang atau ke suatu tempat?" "Hmmm, enaknya kemana ya. Males banget kalau langsung pulang. Masih siang juga," "Ke supermarket? Ke Mekdi?" Saran Amar.Zara mengangguk setuju. "Boleh deh, ke mall aja. Sekalian belanja, kebetulan tadi bibi titip bahan belanjaan yang udah habis,""Oke deh!" Amar memutar kemudinya ke arah yang berbeda menuju mall yang akan mereka datangi. "Oh, iya ngomong-ngomong. Selama kamu di Indonesia, kebutuhan dan biaya mansion di sini siapa yang tanggung?" Tanya Amar."Aku, cuman pakai rekening yang berbeda. Rekening yang atas nama

  • Im Sorry Mama!    Bab 31 : Jangan lakukan apapun!

    Kening Amar mengeryit melihat wajah Zara yang terlihat kebingungan. "Zara, ada apa?" panggil Amar lagi sedikit menaikan suaranya membuat Zara tersadar dari lamunannya."A-Amar, A-aku...ti.."Amar berdecak kesal melihat Zara terbata, "Kau ini bicara apa? Aku tidak mengerti! Apa kau habis dapat pesan dari malaikat maut huh?"degus Amar."Aku tidak tahu harus meresepon bagaimana..."ucapan Zara membuat Amar memandangnya serius."Apakah ini masalah serius?"Zara tak menjawab perkataan Amar. Dia hanya mengulurkan ponselnya pada Amar.Amar mengambil ponsel Zara dengan rasa penasaran. Dia membuka pesan yang baru Zara baca. Membacanya begitu serius hingga...Pffttt...."BAHHAHAHAHAHAHAHHAHA...APA INI?! HAHAHHAHAHA....MAM*US" tawa Amar pecah dengan umpatan di akhirnya. Wajahnya terlihat berseri bahagia."Amar, kau ini! Kenapa kau tertawa!"pekik Zara kesal menampol tangan Amar kesal."Buahahhaha... Maaf...maaf. Ini sangat lucu Zara.""Lucu bagaimana? Bagaimana kabar duka kau anggap lucu!"ketus Zar

  • Im Sorry Mama!    Bab 30 : Kebodohan Syifa

    Tak lama setelah itu dua betina yang di tunggu akhirnya pulang dengan banyak kantung belanjaan. Yusuf hanya acuh melihat mereka masuk dan meletakan banyak paper back di atas meja makan. Pria itu yang kini sudah berganti pakaian dengan kaos rumahan. Memeriksa satu persatu bungkusan itu.“Mas, Alya kemana? Aku membelikanya banyak boneka.” Suara Syifa terdengar manja yang di buat-buat membuat Yusuf kesal hingga tak sadar mengepalkan tanganya. "Apa pedulimu? Kalian berdua hanya senang menghamburkan uang saja!" sinis Yusuf.Matanya menangkap satu bungkusan ganji di atas meja. Tangannya menggapai itu. "Apa ini?" tanya Yusuf menuntut."It-itu makanan kesukanku, mas." jawab Syifa gugup memilin ujung jilbabnya.“Bukankah kau punya riwayat alergi kacang?! Lalu kenapa kau tetap membelinya!” geram Yusuf tertahan."Cukup…Cukup! Menyebalkan harus mendengar kalian tiap hari bertengkar. " sinis Erna berlalu pergi meninggalkan dua manusia yang masih terus berseteru.Erna pergi menuju kamarnya dengan m

  • Im Sorry Mama!    Bab 29 : Berusaha Kuat!

    Kota London...."Ada apa denganmu, Zara?"Wanita yang di panggil itu terlonjak kaget akan sebuah suara dari belakangnya. Ponselnya nyaris saja jatuh karena pangilaan mendadak itu.Zara berbalik dan menatap orang itu. Dia hanya memandanya dalam diam dan tak sadar kembali melamun."Zara!"panggil orang itu kedua kalinya dengan setengah berteriak. "Apa pria brengsek itu meneleponmu lagi?""A-Amar, aku..."Zara mendadak gugup dan bingung harus berkata apa pada Amar.Amar berdecak kesal melihat Zara seperti itu. "Ckk, benar - benar laki-laki tidak tahu diri!""Kalau kamu selalu menjawab panggilan darinya, dia akan selalu menganggap kamu lemah dan mudah di takhlukan!"kesal Amar mulai mengomeli Zara. Sedang Zara seperti anak kecil yang hanya bisa menunduk menatap lantai ketika di marahi.Tunggu! Tiba-tiba Amar menghentikan omelnya. Tersadar akan di mana posisi mereka berdua. "Astaga, bagaimana aku bisa berdua saja dengan Zara di kamarnya!" rutuk Amar dalam hatinya.Sedikit berdehem, sembari

  • Im Sorry Mama!    Bab 28 : Maaf Papa!

    ***Selama dalam perjalanan Alya terus diam dengan wajah yang di tekuk lesu. "Kenapa? Tidak senang berangkat sama papa?""Seneng kok." jawabnya singkat. Sembari fokus menyetir Yusuf terus bertanya pada Alya. Hanya saja dia ingin bertanya hal yang sangat penting pada Alya."Kalau seneng kenapa murung terus, hmmm?"Alya menggeleng, enggan menjawab. "Papa perhatikan 3 hari ini kamu banyak diam dan murung. Ada apa sayang? Cerita sama papa."bujuk Yusuf dengan satu tanganya mengelus lembut kepala Alya yang tetutup jilbab.“Hmm, Papa…”“Iya?"Alya meremas roknya gugup, "Mama, kapan pulang?"Ckiittt....Mendadak Yusuf menginjak rem sangkit terkejutnya mendengar pertanyaan Alya. Beruntung jalanan sedang sunyi, kalau tidak ntah bahaya apa yang akan terjadi.Secepat kilat dia menatap Alya, "Kamu tanya apa tadi?" tanyanya dengan menuntut.Alya menoleh ke arah Yusuf yang kini sedang menunggu kelanjutan ucapan Alya. Putri kecil itu mengerjab dengan polos, lalu berkata. "Apa mama tidak akan pulang ke

  • Im Sorry Mama!    Bab 27 : Dukungan?

    ***Seorang pria kini duduk termenung di kursi kerjanya. Tangannya mengetuk-ngetukan pena ke meja. Mata pria itu terpejam dengan jejak air mata yang mengering.Kesepian dan rasa rindu menyiksa dirinya. Dia terus memikirkan, apa yang harus dia lakukan untuk membuat wanita itu kembali.Brakkk...Pintu ruang kerjanya di buka dengan kasar oleh seseorang. Mata Yusuf terbuka mendengar suara itu. Secepat kilat dia tak tahu apapun namun kini ada seseorang yang menarik kemeja.Menatap dirinnya dengan marah. “Katakan padaku! Kemana Istrimu membawa istriku?!” Dia adalah Bram suami dari Ayu. Pria itu juga sama halnya dengan Yusuf. Dia merasa frutrasi saat tak menemukan Ayu di rumah maupun di restorannya. Dia juga begitu terkejut saaf melihat ada orang lain yang mengantikan posisi istrinya di restoran. Para pegawai Ayu juga mengatakan bahwa Ayu izin untuk tidak datang untuk waktu yang tak bisa di pastikan.Bram juga sama menyesalnya dengan Yusuf. Kedua pria itu kini menyadari kebodohan diri merek

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status