Share

Bab 4 : Keputusan yang Menyakitkan!

“Mas?” dua orang yang sedang bercengkrama ria terlonjak mendengar panggilanku. Mataku terasa perih melihat pemandangan yang sangat menyatat hati.

“Zara?”panggilnya dengan wajah terkejut dan telihat ketegangan dari nya. Yang bisa aku lakukan hanyalah tersenyum. Walau senyuman itu hanya senyum palsu karena Alya masih ada di sampingku.

Mataku kini tertuju pada wanita berkerudung biru yang berdiri di samping mas Yusuf. Aku yakin wanita itu tahu jika mas Yusuf sudah menikah dan Alya adalah putrinya. Tapi, kenapa wanita itu begitu dekat dengan suamiku?

“Papa,Alya bawa mama ketemu bunda!”jleb. Nak, tak bisakah kamu membuat mamamu bernafas sebentar. Kenapa kamu malah menambah luka menjadi lebih dalam.

“Alya!”Mas Yusuf berseru keras pada Alya membuat putri kecilku ingin menangis.

Apa dia sedang berusaha menutupi perselingkuhannya yang jelas-jelas sudah aku ketahui. Dia menjadikan Alya pelampiasan agar aku tak mencurigainya. Tapi semua sudah terlalu terlambat.

“Mas?!”tegurku berusaha mengontrol emosiku. Aku menatapnya datar sedang dia termanggu melihat tatapanku. Ku lirik Alya yang mengenggam gamisku takut.

Aku berlutut dan mengusap kepalanya lembut. “Alya main dulu, ya? Mama mau bicara sama papa dulu, oke?”bujukku.

Dia mengangguk dan pergi meninggalkan kami berduah. Ah, tidak maksudku bertiga dengan wanita asing.

Aku kembali menatap mereka berdua yang telihat salah tingkah dengan keberadaanku. Kakiku melangkah santai dan duduk di kursi panjang tempat mereka tadi duduk. “Kenapa kalian berdiri saja? Tidak ingin duduk?”tanyaku santai.

Mereka tersentak kaget. Aku baru tahu ternyata seperti ini rasanya melihat orang yang gugup saat kepergok selingkuh. Pemandangan yang menggelikan.

“Sayang, mas bisa jelasin!”tiba-tiba mas Yusuf berlutut di sampingku sambil mengenggam tanganku.

Apa ini? apa dia sedang melakukan sandiwara lainnya?

Aku mengernyit melihatnya. “Apa yang kamu lakukan,mas? Duduklah disini,bersamaku.”ucapku berusaha selembut mungkin. Dia mengangguk dan aku bergeser memberi dia tempat di sampingku sedang wanita itu duduk di kursi yang ada di hadapaku dengan meja yang membatasi kami.

“Kamu gurunya Alya?”

Wanita itu tersentak dan mendongak mentapku. Kulihat dia melirik mas Yusuf takut-takut. “I-iya, mbak.”jawabnya gugup.

Aku mendengus pelan, hampir tak terdengar sama sekali. “Oh.”ucapku singkat. “Ehmm... sudah berapa lama kalian berdua saling kenal?

“Sayang, ini tidak seperti yang kamu pikirkan!”tiba-tiba mas Yusuf menyela. Aku menatapnya kesal, “Memangnya apa yang aku pikirkan, mas?”tanyaku menelisik. Dia kembali gugup.

“Oh, sebentar. Apa namamu Syifa?”tanyaku membuat kedua orang itu terkejut. Kenapa? Apa mereka pikir aku sebodoh itu.

Dia mengangguk kaku. “I-iya. Syifa Maharani.”

“Hmmm.... nama yang bagus. Baiklah, sekarang boleh aku bawa suami dan anakku pulang? Itupun jika kau tidak keberatan?”dia gelagapan.

Dan menggeleng cepat. “Tidak, mbak. Saya tidak bermaksud apapun. Kami hanya membicarakan pelajaran Alya saja.”ucapnya kikuk.

Dan mas Yusuf, aku tahu pria itu duduk dengan wajah dan mata yang terus menatap ke arahku.

Apa yang ingin dia lihat? Apa dia ingin lihat apa aku menangis atau tidak? Ah.. yang benar saja.

“Baiklah. Kalau begitu kami pulang dulu, Assalamualaiku.”ucapku berusaha sopan dan beranjak pergi lebih dahulu.

“Waalaikumsalam.”jawabnya.

Mas Yusuf langsung menyusul langkahku dengan setengah berlari. Dia menahan tanganku dan memutarnya untuk menghadapku. “Sayang, kamu tidak ingin mengatakan sesuatu padaku?”

Aku menggeleng dengan menatap matanya dalam dan tersenyum tipis. “Tidak ada yang ingin kutanyakan. Memang sudah seharusnya seperti ini.”

Ekspresi berubah marah dan terlihat tak suka dengan ucapanku. “Apa maksudmu? Apa yang sudah seharusnya?”desisnya tajam. Menatapku marah.

Aku memalingkan wajah dan meneriak Alya yang bermain dengan temannya. “Alya pulang bersamaku. Kamu lanjut ke kantor saja.”ucapku singkat dan berlalu meninggalkannya yang terpaku dengan sikapku.

Dengan mengandeng Alya aku berjalan keluar sekolah dan pulang berdua saja dengannya. Dan di dalam mobil Alya hanya diam tak mengatakan apapun. “Alya?”

“Hmmm... iya,Ma?”dia menyahut.

“Alya sayang mama, enggak?”

“Sayang!”pekiknya spontan. Membuat hatiku terasa menghangat. Paling tidak dia masih memiliki rasa sayang padaku. Walau mungkin dia tak peduli dengan perasaanku.

“Mama juga sayang, Alya.”ucapku tersenyum tulus lalu setelahnya kembali fokus menyetir dan pulang ke rumah. Rumah yang tak kusadari jika di rumah itu akan ada orang baru yang masuk dan mengahancurkan semuanya.

****

Malam harinya aku menyiapkan makanan dan hidangan yang sangat banyak dengan di bantu oleh bi Nigsih. Semua terjadi karena mertuaku yang bermulut tajam itu akan datang bersama papa,dan juga kakak ipar untuk makan malam bersama di rumah kami.

Tepat jam 19.00 malam bel rumah berbunyi segera aku membuka pintu sedang Alya dan mas Yusuf masih bermain di ruang keluarga.

Clekk..

Aku terpaku melihat pemandangan yang asing di hadapanku. Bukan karena papa dan mama juga kak ayu dan suaminya. Tapi, mereka membawa satu orang asing yang baru aku kenal. Dia adalah Syifa.

Oh, aku menatap kak Ayu yang bersembunyi di belakang suaminya. Dia menatapku dengan sendu. Seketika hatiku merasa sesak, aku tahu apa maksud dari acara ini. ya, sangat-dan sangat tahu. Semua pasti sudah sangat di rencanakan dengan matang.

“Silahkan, masuk Ma,Pa!”ucapku sopan.

Wanita tua itu melewatiku dan menarik Syifa masuk begitu saja wanita itu hanya menunduk dan berjalan melewatiku.

Sedang mama masih tetap memasang wajah sinisnya. Dan berteriak memanggil Alya. Di ikuti papa dan Mas Hendra suaminya Kak Ayu. Saat aku berpapasan dengan kak ayu dia berbisik lirih di sampingku. “Kamu harus lebih kuat, Zaa.”bisiknya membuat mataku berkabut.

Jelas aku tahu maksud semua itu. Karena keluarga mas Yusuf tertama mamanya tak akan pernah membiarkan aku bahagia. Aku tak tahu apa alasan dia begitu membenciku. Hingga saat ini tak kutemukan alasan apapun. Apa aku membuat seuatu kesalahan besar di masalalu hingga dia sangat membenciku.

“Ya, Allah kuatkan aku.”doaku lirih. Aku tahu akan ada hal buruk yang menimpa rumah tanggaku.

Aku menutup pintu dan menarik nafas dalam. Rumah ini ntah kenapa membuat nafasku berat dan hatiku sesak. Aku hanya bisa meringin melihat Mas Yusuf menegang melihat siapa wanita yang mama bawa. Lalu dia menatap ke arahku yang berjalan ke arahnya.

Yang kulihat hanya tatapan bersalah dimatanya sedang aku? Apa yang bisa aku lakukan selain hanya tersenyum padanya. Aku tak bisa berteriak, menangis ataupun marah di hadapan semua orang.

Terutama di hadapan Alya. Bahkan dia menghambur kepelukan Syifa dengan sangat gembira. Membuat Mas Yusuf dan Syifa menegang sedang mertuaku memekik girang.

Aku berjalan mendekat dan menawarkan membuat minuman. “Tidak usah. Kami kesini bukan untuk beramah tamah denganmu. Duduk dan dengarkan saja apa yang aku katakan!”perintah sinis dari mertuaku memang benar-benar sudah menjadi hal yang biasa aku dengar setiap kali bertemu dengannya.

“Maa!”tegur mas Yusuf. Dia berjalan kearahku dan mengandeng tanganku. Dia berbisik lirih.

“Kumohon, maafkan aku.”ucapnya.

Aku menggeleng dan hanya tersenyum tipis juga aku bersaha melepaskan tautan tangannya dan pergi menjauh darinya.

Ibunya Mas Yusuf meminta kak Ayu untuk dan suaminya untuk pergi mengajak Alya main. Sedang kami para orang tua duduk dengan serius di ruang keluarga.

Mas Yusuf duduk di sampingku sedang aku hanya duduk dengan wajah yang menatap lurus kedepan pada mertuaku. Mas Yusuf terus menatap wajahku dari samping dengan tangannya yang terus berusaha mengenggam tanganku.

Terakhir kali aku membiarkan dia menggengam tanganku. Karena mungkin aku tak bisa merasakan genggaman tangannya lagi.

“Dengar, Zara! Mama mau kenalin kamu dengan seorang wanita pilihan mama.”ucapnya langsung tanpa berbasa basi.

Semuanya hanya diam tak ada yang berani menyela ucapannya begitu juga dengan mas Yusuf yang masih terus memandang wajahku dari samping dalam diam. “Dia Syifa Humairah. Calon istri kedua Yusuf, juga calon Bundanya Alya.”

Jlebbb...

Rasanya seperti di serang dengan belati tajam bertubi-tubi. Aku pikir dengan aku tahu semua maksudnya kurasa itu cukup membuatku tak begitu terluka.

Namun, saat mendengarnya secara langsung memang sangat menyakitkan.

“Ma,jangan seperti ini. kumohon!” mas Yusuf tiba-tiba berbicara dengan nada memohon kepada mamanya. “Aku masih perlu membicarakannya dengan Zara,maa!”lirihnya. Sedang aku hanya diam. Wanita yang duduk menunduk di samping mama juga hanya diam.

“Tidak ada yang perlu di bicarakan lagi Yusuf! Mau sampai kapan kamu menunggu wanita ini mengandung dan memberikan adik untuk Alya! Dia jelas sudah mandul! Apa lagi yang kamu harapkan dari wanita mandul sepertinya!”

“MAAAAA?!”teriak Mas Yusuf tiba-tiba berdiri menatap marah kearah mamanya dengan tangan yang terkepal erat. “Jaga ucapan mama! Walau bagaimanapun Zara tetap istriku dia sudah memberikan Alya dalam rumah tangga kami!”marahnya.

“Yusuf! Jangan membantah. Dia hanya bisa memberikan satu putri dan itu tidak cukup. Kamu butuh anak laki-laki sebagi penerus keluarga kita! Lagi pula, kamu tidak mencintainya kan?!”

Tangan mas Yusuf kulihat terkepal lebih erat.

Aku menunggu dia menjawab. Namun dia hanya diam membuat harapanku pupus begitu saja. Hilang, sirna dan hancur bergitu saja. Ya, benar. Selama ini dia tidak dan tak akan pernah mencintaiku.

Mama berdecih dan menatap remeh kepadaku. “Lihat, Zara! Kamu lihat, putraku sama sekali tidak pernah mencintaimu. Sekarang semua pilihan ada di tanganmu. Kalau kau mau tetap di rumah ini dan menjadi ibu juga istri Yusuf. Maka kamu harus bersedia di poligami dan membiarkan Syifa menjadi madumu. Atau, kau bisa menggugat cerai Yusuf dan ingat! Kau sama sekali tak berhak atas hak asuh Alya, karena dia milik keluarga Khaidar!”jelasnya dengan penuh penekanan.

Aku tahu, mereka sangat berkuasa dengan harta gelar yang mereka punya. Aku tak punya pilihan lain, aku hanya ingin tetap bersama dengan putri juga suami atau entalah mungkin semua itu hanya akan berupa ikatan tanpa rasa saja.

“Baiklah, aku memilih untuk ikhlas di poligami!” ucapku akhirnya dengan hati yang sudah hancur berkeping-keping. Yang kuharapkan hanya agar aku bisa bersama dengan orang yang aku sayang dan cintai.

Aku hanya bisa berdoa dan memohon kepada Allah agar dia meridhoi setiap keputusanku. Walau aku tahu semua ini tak akan menjadi lebih mudah namun akan menjadi lebih menyakitkan. Tapi aku tahu Tuhan pasti akan memberikan aku kekuatan dan kesabaran yang lebih dan lebih besar lagi.

****

#Beesambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status