Tanpa disadari oleh Lavenia dan Diandra, Hans kini tengah berdiri di ambang pintu kaca yang menjadi pembatas antara kolam renang dengan ruang keluarga di dalam vila. Setelah tadi membantu Allona membawakan barang belanjaan ke dapur, Hans langsung menuju kolam renang saat mendengar gelak tawa Lavenia. Hans mengamati Diandra dan Lavenia yang tengah asyik berenang.
“Kak, ayo gabung,” seru Lavenia saat menyadari keberadaan Hans setelah muncul di permukaan air.
Hans mengangguk. “Kalian sudah dari tadi berenang?” Pertanyaannya lebih ditujukan kepada Diandra yang kini melihatnya.
“Kurang lebih lima menit,” Diandra menjawab mewakili Lavenia.
“Kalian tunggulah, aku mau berganti pakaian dulu,” ucap Hans sebelum menuju kamarnya untuk berganti pakaian.
Diandra bersandar pada dinding kolam renang untuk beristirahat sebentar. Diandra berharap saa
Akhirnya penantian Diandra untuk segera bisa melihat buah hatinya hanya tinggal hitungan jam. Kini ia sudah menempati salah satu kamar rumah sakit, karena kontraksi yang dirasakannya semakin intens. Sebenarnya sejak sore perutnya sudah mengalami kontraksi, ia pun langsung menghubungi dokter kandungannya untuk berkonsultasi. Dokter menyarankan agar Diandra tetap tenang. Diandra juga diminta segera mendatangi rumah sakit jika kontraksi yang terjadi semakin sering. Untuk mengalihkan sekaligus menikmati kontraksinya, Diandra mulai menyiapkan keperluannya dan sang bayi yang akan dibawa ke rumah sakit. Beberapa jam setelah makan malam, Diandra merasakan kontraksinya semakin intens dan menguat, sehingga ia pun memutuskan memberi tahu Hans agar segera diantar ke rumah sakit.Setibanya di rumah sakit, Diandra dibawa ke ruang observasi dan diperiksa oleh dokter. Usai diperiksa, dokter mengatakan bahwa ternyata Diandra sudah berada pada pembukaan tujuh. Sontak saja keduany
Hans menatap wajah damai Hara yang tengah terlelap di dalambox. Lelah yang dirasakannya setelah berkutat dengan segala urusan pekerjaan, seketika menghilang saat melihat wajah damai buah hatinya. Sejak tiga bulan ini, pemandangan seperti sekarang yang selalu ia lihat saat kembali ke rumah. Saking lekatnya menatap dan memerhatikan wajah sang anak, sampai-sampai Hans tidak menyadari keberadaan Diandra yang sudah berdiri di ambang pintu, di belakangnya. Hans tersenyum geli melihat Hara menggeliat karena ulah tangannya yang sengaja membelai pipi sang anak dengan lembut.“Jangan sampai membangunkannya, Hans,” tegur Diandra sambil melipat kedua tangannya di depan dada.Hans menghentikan gerakan tangannya, kemudian menoleh setelah mendengar teguran dari istrinya. “Jika Hara terbangun, aku yang akan menidurkannya nanti. Kamu tenang saja.” Hans menyombongkan diri pada Diandra yang kini sudah berdiri di sampingny
Usai menitipkan Hara yang telah terlelap pada Allona di rumah utama, Diandra dan Hans langsung menujusupermarketsesuai rencana mereka. Untuk menghemat waktu nanti saat berbelanja, Diandra telah mencatat semua kebutuhan yang ingin dibelinya terlebih dulu. Ia tidak mau meninggalkan Hara terlalu lama. Meski Hara jarang rewel, tapi tetap saja anaknya tersebut akan menangis jika tidak melihat kehadiran salah satu orang tuanya setelah bangun.Setelah memasukisupermarket, Hans langsung mengambil troli dan mengikuti Diandra yang mulai mencari barang-barang sesuai daftar belanjanya. Setengah jam berlalu, Diandra sudah mendapatkan semua barang yang dicatatnya. Kini mereka berpindah ke bagian lain untuk melanjutkan membeli kebutuhan dapur.Untuk mempersingkat waktu, Hans menawarkan diri membantu Diandra memilih beberapa jenis sayuran dan bahan makanan. Dengan senang hati Diandra menerima tawaran tersebut, berarti ia
Berhubung renovasi kamarnya masih dikerjakan, sejak beberapa hari lalu Diandra dan Hans sudah pindah ke rumah utama. Seperti sebelumnya, selama beberapa hari setelah imunisasi, Hara akan sangat rewel sehingga membuat Diandra dan Hans harus ekstra sabar menghadapinya. Diandra yang kini tengah duduk bersandar pada sofa di kamarnya sambil memangku Hara menoleh ketika mendengar pintu terbuka secara perlahan. Ia melihat Hans masih mengenakan pakaian kantor memasuki kamarnya, bisa dipastikan jika suaminya tersebut baru pulang.“Sudah tidur?” Hans menanyakan tentang Hara setelah duduk dengan sangat hati-hati di sebelah Diandra.“Sudah, tapi belum lelap,” jawab Diandra dengan nada sepelan mungkin. Meski mata Hara sudah terpejam, tapi mulutnya masih aktif menyusu. “Setiap aku tidurkan dibox-nya, beberapa menit kemudian Hara pasti bangun lagi dan menangis,” beri tahunya sambil membelai rambut lebat sa
Sejak seminggu lalu, Diandra dan Hans telah kembali menempati paviliun karena renovasi kamar tidur mereka sudah selesai. Mengingat sekarang hari Minggu dan berhubung Hara telah bangun, Hans mengajaknya berjalan-jalan sekaligus mencari udara segar di taman yang ada di kediaman Narathama. Hans sangat senang ketika Hara yang diletakkan di dalamstrollermenimpali perkataannya, meski hanya dengan gumaman tidak jelas.“Pagi, Hara,” Lavenia menyapa keponakannya dengan riang.“Pagi juga, Tante Ve,” Hans mewakili Hara menanggapi sapaan Lavenia yang baru kembali dari kegiatan berjogingnya. “Joging sama siapa, Tante?” sambungnya ingin tahu.“Sama siapa lagi kalau bukan dengan Om Damar, Sayang,” Lavenia tetap menjawab meski mengetahui jika pertanyaan tersebut mutlak milik Hans. Lavenia terkekeh ketika Hara tersenyum dan menanggapi ucapannya dengan celotehan tidak je
Hans mengabaikan tatapan heran dua orangsecuritysaat melihatnya tergesa-gesa menapakkan kaki di lobi kantornya. Ia menunggu kedatangan seseorang yang tadi mengatakan akan mengunjungi kantornya. Ketika matanya menangkap sebuah mobil sedan hitam yang sangat dikenalnya melaju melambat ke arah lobi, ia pun bergegas menghampirinya. Begitu mobil berhenti tepat di depannya, ia langsung membuka pintu penumpang belakang tanpa menunggu komando.Dengan sangat hati-hati Hans membantu Diandra yang tengah menggendong Hara keluar dari mobil. Tanpa diminta, ia mengambil tas yang berisi keperluan Hara. “Kamu bawastrollerjuga?” tanyanya ketika melihat Pak Amin menurunkanstrollerdari bagasi.Diandra mengangguk setelah berada di luar mobil. “Hans, ambillunch bag-ku di bangku depan,” pintanya setelah Hans menutup pintu penumpang belakang.Setelah Pak Amin meletakkanstrolle
Seperti yang sudah direncanakanya kemarin, hari ini Deanita akan mendatangi kediaman Diandra satu jam sebelum makan siang. Selain akan memberitahukan ulang mengenai acara pertunangannya yang dipercepat dan meminta Diandra untuk menemaninya ke butik milik Allona, Deanita juga ingin menikmati makan siang bersama sang adik. Deanita sengaja melarang Diandra memasak, karena ia sendiri yang akan membawakan menu makan siang untuk mereka nikmati bersama.Sambil menenteng beberapa tumpuklunch box, Deanita menunggu Diandra membuka pintu setelah ia menekan bel rumah yang menempel pada tembok. Setelah pintu terbuka, ia tersenyum gemas melihat wajah bantal keponakannya yang berada dalam gendongan sang adik.“Halo, Tante,” sapa Hara yang diwakilkan oleh Diandra. “Silakan masuk, Tante,” lanjutnya mempersilakan.“Halo juga, Sayang. Hara pasti baru bangun ya?” tebak Deanita sebelum mengi
Hans dan Diandra akhirnya meninggalkan kediaman Sinatra setelah acara pertunangan Deanita dengan Jerry usai. Lavenia dan Allona yang tadi juga hadir dan ikut menyaksikan acara pertunangan tersebut sudah pulang lebih dulu. Diandra bersyukur acara pertunangan sang kakak berjalan lancar, meski pada awalnya Deanita sempat bersedih karena mengingat mendiang ibu kandungnya yang tidak bisa menyaksikan salah satu peristiwa bersejarah dalam hidupnya.“Hans, apa yang kamu rasakan saat menyaksikan secara langsung mantan kekasihmu dilamar oleh laki-laki lain?” Diandra memecah keheningan ketika mereka berada dalam perjalanan pulang.Hans yang sedang fokus mengemudi, menoleh ketika mendapat pertanyaan tidak terduga dari Diandra. “Jika kamu berada di posisiku, kira-kira bagaimana perasaanmu?” Alih-alih menjawab, ia malah balik melayangkan pertanyaan sambil mengulum senyum.“Sudahlah, lupakan saja pertanyaa