 LOGIN
LOGIN- Perpustakaan Ashworth -
Suasana pagi di perpustakaan Ashworth terasa berbeda hari ini, lebih berat dari biasanya. Udara yang biasanya dipenuhi aroma kertas tua dan lilin kini seolah membawa sisa-sisa ketegangan dari pertemuan mereka beberapa hari lalu. Theron dengan sengaja memilih posisi strategis di dekat jendela timur, membiarkan sinar matahari pagi menyorot dari belakangnya, menciptakan siluet yang sengaja dirancang untuk terlihat mengintimidasi namun tetap elegan. Meja kerjanya sudah ditata rapi, dengan dokumen-dokumen tersusun sempurna dan pena-pena diletakkan pada sudut yang tepat—sebuah panggung yang dipersiapkan untuk pertunjukan hari ini.Ketika Felicity akhirnya muncul, bayangannya terlebih dahulu jatuh di lantai marmer sebelum dirinya sendiri tampak di ambang pintu. Langkahnya ragu-ragu, tidak seperti biasanya yang penuh keyakinan. Dia tampak seperti rusa yang waspada, setiap otot tubuhnya tegang dan siap melarikan diri kapan saja. Lingkaran hitam di
Bea bergegas menyusuri koridor dengan wajah penuh kekhawatiran. Baru saja menyelesaikan tugasnya merapikan laboratorium pribadi Felicity, ia mendengar kabar tentang surat pemutusan kontrak yang tiba-tiba datang bertubi-tubi. Sebagai pelayan pribadi sekaligus teman dekat Felicity selama bertahun-tahun, nalurinya langsung bergetar."Rowan! Higgins!" panggilnya dengan suara berbisik khawatir saat melihat kedua pria itu berdiri di depan pintu perpustakaan. "Aku dengar kabar buruk. Bagaimana keadaan lady Felicity?"Rowan memandang Bea dengan wajah suram. "Dia menangis, Bea. Aku belum pernah mendengarnya seperti itu."Higgins mengangguk pelan. "Tuan Blackwood ada bersamanya. Tapi keadaan... sangat buruk. Semua pemasok utama memutuskan kontrak dalam waktu kurang dari dua belas jam."Bea menutup mulutnya, wajahnya pucat. "Dia sudah bekerja begitu keras untuk proyek mesin tenun baru ini."Sementara itu, di dalam perpustakaan, Felicity sedang berdi
Di Perpustakaan Ashworth, cahaya matahari masuk melalui jendela kaca patri, menyinari debu yang berputar-putar dalam udara yang tegang. Theron berdiri di depan Felicity yang duduk pucat, wajahnya mencerminkan kepedihan yang dalam."Flick," kata Theron dengan suara serak, meletakkan setumpuk dokumen di atas meja kayu oak yang megah. "Mereka tidak hanya menyerang satu sisi, tapi semua lini bisnis sekaligus."Felicity mengambil dokumen-dokumen itu dengan tangan gemetar. Matanya yang biasanya berbinar dengan kecerdasan kini redup bagai lampu yang kehabisan minyak. Surat-surat pemutusan kontrak berjatuhan dari tangannya, menyebar di lantai seperti daun kering di musim gugur."Semua pemasok utama..." bisiknya, suaranya parau. "Dalam satu malam? Bagaimana mungkin?"Theron berlutut di hadapannya, mencoba menatap mata Felicity yang menghindar. "Ini serangan terkoordinasi dengan sempurna. Seseorang dengan pengaruh sangat besar sedang mencoba menghancurkan k
Fajar baru saja merekah ketika Theron dikejutkan oleh setumpuk surat di mejanya. Marcus berdiri dengan wajah tegang, menyaksikan tuannya membuka satu per satu surat pemutusan kerjasama yang datang beruntun."Supplier baja Harrison & Sons... memutus kontrak mendadak," gumam Theron, melemparkan surat pertama ke meja. "Pemasok kayu Greenwood... menghentikan pasokan tanpa penjelasan. Bahkan pengangkut laut Northern Fleet membatalkan perjanjian eksklusif."Marcus menghela napas berat. "Semua datang dalam waktu yang hampir bersamaan, Tuan. Terlalu cepat untuk disebut kebetulan."Theron mengusap pelipisnya yang mulai berdenyut. "Ada yang tidak beres. Seseorang dengan pengaruh besar sedang menggerakkan sesuatu, tapi siapa?""Perintahkan tim intelijen kita untuk menyelidiki setiap sudut," perintah Theron sambil berdiri dan berjalan mondar-mandir. "Aku ingin tahu motif di balik semua ini. Apakah ini balas dendam pribadi? Persaingan bisnis? Atau ada agenda p
Senja mulai menyapu langit di atas Kediaman Ashworth ketika seekor burung merpati pos mendarat di jendela perpustakaan. Bea, yang sedang membersihkan rak buku, segera mengambil gulungan kecil yang terikat di kaki burung itu."Flick," panggilnya dengan suara lembut, "laporan dari Tuan Theron."Felicity sedang berdiri di depan papan gambar besar, wajahnya terlihat lelah dengan coretan arang di pipinya. Dia menerima gulungan kertas itu dengan tangan yang sedikit berdebu, lalu membukanya di bawah cahaya lilin.Ruangan yang biasanya dipenuhi suara mesin dan gemerisik kertas kini hening. Hanya terdengar suara napas Felicity yang semakin berat saat matanya menyusuri setiap kata dalam laporan Theron.Cahaya lilin menari-nari di wajahnya, memperlihatkan kerutan khawatir di dahinya yang biasanya mulus. Tangannya yang biasa stabil saat menggambar teknik, kini gemetar memegang kertas laporan."Bea," bisiknya tanpa melepaskan pandangan dari laporan, "
Sehari setelah kepulangannya, Theron menjalani aktivitas biasanya di perpustakaan Ashworth. Ia sudah duduk di sana sejak awal, dikelilingi oleh peta dan dokumen-dokumen tua. Saat Felicity masuk, ada keheningan sesaat yang terasa berat di antara mereka."Selamat pagi, Theron," sapa Felicity dengan suara agak ragu, tangannya masih memegang gagang pintu."Pagi, Flick," balas Theron tanpa menatap langsung, fokusnya masih pada dokumen di hadapannya. "Aku... ada yang perlu kita bicarakan."Felicity mendekat dengan langkah hati-hati, mengambil kursi di seberang meja. Theron mendorong selembar dokumen ke arahnya. "Aku menyebarkan desas-desus bahwa Blackwood Enterprises dan Ashworth Innovations akan meluncurkan inovasi mutakhir dalam bidang komunikasi—sebuah alat yang bisa mengirim pesan dalam sekejap dari satu ujung kerajaan ke ujung lainnya."Felicity membaca dokumen itu dengan cepat. "Tapi kita tidak punya teknologi seperti itu.""Tepat," kata
Di ruang perpustakaan pribadi Lord Septimus Vance yang gelap dan megah, empat tokoh berkumpul di bawah cahaya lilin yang redup. Ruangan seluas itu dipenuhi rak-rak buku dari lantai hingga langit-langit, dengan aroma khas kulit tua, debu, dan kayu mahoni yang berbaur dengan wangi anggur tua. Setiap sudut ruangan diselimuti bayangan yang seolah hidup, menari-nari mengikuti gerakan lilin."Kematian Kaelen memang disengaja," ucap Lord Septimus dengan suara dingin bagai baja, jari-jarinya yang berisi dengan cincin keluarga Vance mengetuk meja kayu mahoni dengan ritme yang mengganggu. "Dia menjadi tumbal yang diperlukan—sebuah pengorbanan untuk menyelamatkan kita semua dari ancaman teknologi tak terkendali yang dibawa oleh anak kecil itu."Lady Seraphine de Winter mendecakkan lidah halusnya, mata birunya yang tajam bagai belati menyapu wajah semua yang hadir dengan tatapan penilaian. "Kaelen memang memahami sepenuhnya arti pengorbanannya. Sebagai pemimpin serikat pekerja








