Grombyang!!!! kali ini beberapa peralatan dapur berhamburan dari tempatnya. Dua karyawan segera keluar dari ruangan tersebut. Tinggal Laras, berdiri terpaku melihat Kakak Iparnya, dalam keadaan marah yang amat sangat.
bukannya menjauh, Laras justru mendekat pada Ardi."Mas ... Mas Ardi lagi marah?"Diam. Hanya suaranya yang memburu."Kalau marah jangan dibawa ke tempat kerja, Mas. kasihan yang lain pada takut kalau Mas Ardi marah." sambung Laras polos. Maksud hati ingin menenangkan emosi kakak iparnya.Saat, Ardi berbalik, Laras kaget, wajah sembab dari Ardi."Mas, habis nangis ya?"Ardi mengusap wajahnya kasar. Ardi tahu, adik istrinya ini begitu lugu. Rasanya tak mungkin melampiaskannya dalam marah di hadapannya.tiba-tiba, Ardi langsung menarik tangan Laras, berjalan ke depan, semua mata karyawan memandang mereka hingga deru motor besar pun meraung.Laras, memeluk pinggang Ardi kencang-kencang, karena lelaki yang sedang rapuh itu, melajukan motornya sangat kencang.Hingga, mata Laras hanya terpejam saja, berlindung di balik punggung Ardi.Akhirnya Ardi melambatkan lajunya motornya, dan berhenti disebuah jalanan yang cukup sepi."Turun!" Ardi mengolengkan sedikit motornya. Bentakan Ardi membuat Laras kaget. Laras segera turun, namun, kakinya yang ketakutan masih lemas, tak kuat menopang bobot tubuhnya, Laras jatuh terduduk di tanah. Sambil memegangi kepalanya yang pusing.""Aduh ... kepalaku, pusing!"Ardi terdiam, dirinya masih di atas motornya. Niatnya ingin meninggalkan adik iparnya ini, pelampiasan kemarahannya pada kakaknya."Kau! merepotkan saja!"Pelan-pelan Laras tersadar dari sesuatu.Saat hendak berdiri, lagi-lagi kakinya masih bergetar."Ih, kenapa juga kakiku." Pukul Laras pada kakinya sendiri.Ardi turun dari motornya dan membantu Laras berdiri.Namun, di akukannya dengan kasar."Dulu! kakakmu pun bersikap sama kaya kamu, sok polos! lugu! tapi nyatanya, aku tertipu dengan sifatnya, yang ternyata hanya kedok!'"Mas Ardi kalau marah pada kakakku, jangan lampiaskan padaku! jangan samakan aku seperti dia!" Akhirnya Laras mampu juga untuk membela dirinya sendiri."Mas Ardi sendiri yang memilih menjadi istri kan? jangan salahkan aku!" sambung Laras, tak terima rasanya, sifat dan sikapnya di samakan dengan kakaknya itu."Kau!""Apa! kaget! Mas pikir aku nggak bisa bicara ketus! atau nggak bisa marah! "Laras melepaskan cekalan tangan Ardi pada lengannya dengan kasar.Laras segera membalikkan tubuhnya, hendak pergi secepatnya dari hadapan Ardi. Namun, tangan lelaki itu langsung menariknya kembali, dan mendekatkan Laras dekat dengan tubuhnya, secepat kilat, Ardi langsung mencium bibir Laras dengan brutal. Laras kaget dan berontak, tapi apalah artinya tenaganya kalah dengan emosi Ardi. Laras pasrah saja, gerakan bibir Ardi membuat Laras terpukau, dan mulai menikmati alurnya. Ardi semakin kuat merengkuh tubuh adik iparnya itu. Napasnya memburu. Jalanan yang memang sepi itu, membuat lelaki tampan itu semakin bebas. Ardi memegang kedua pipi Laras dengan tangannya, melepasnya sesaat, memandang wajah Laras yang sudah memerah semu. Mereka saling pandang. Laras merasakan pandangan yang berbeda dalam mata lelaki itu. Pelan Ardi mendaratkan bibirnya kembali, kali ini lebih lembut , Laras tak kuasa untuk menolaknya. Lalu, Ardi melepaskan pautan bibirnya. Melihat Laras memejamkan matanya, nampak sangat menikmati ciuman yang baru saja pertama kali dalam hidupnya.Keduanya saling tersadar.Ardi terdiam. Memandang wajah Laras."Kau ..." bisik Laras menyembunyikan malunya, atas respon bibirnya saat Ardi menciumnya."Ayo, pulang," ajak Ardi kemudian.Laras terdiam, "aku tak mau ngebut, a–ku ..." kata-kata Laras mengambang."Naiklah ..."Laras naik ke bocengan motor besar milik Ardi. Pelan Ardi melajukan motornya, kali ini tidak sekencang yang tadi, dan Laras tak berani, memeluk pinggang Ardi, seperti yang Laras lakukan tadi. Tiba-tiba, tangan lelaki itu menarik salah satu tangan Laras, untuk berpegangan pada pinggangnya. Laras hanya menurut saja apa yang Ardi minta.Sesampainya di cafe, nampak sudah ramai dengan para pelanggan. Ardi masih cuek dengan sekitar. Sikap dan semuanya datar, biasa saja. Laras mengimbangi hal tersebut.Tugas koki pun segera lakukan, tapi kini sudah tidak dalam keadaan marah lagi.Lukman menyenggol Laras, "Hai, kakakmu sudah nggak marah lagi?"Laras menggeleng pelan.***"Kau, sekarang jadi selingkuhan ku," ucap Ardi pada Laras, yang masih terbengong saat dirinya melihat Ardi hanya bertelanjang dada.Laras hanya gigit bibirnya pelan, saat Ardi mulai mendekati dirinya.Laras mundur hingga kini tubuhnya mepet pada tembok kamar ganti. Ardi terus melangkah pelan hingga tubuhnya sangat dekat dengan tubuh Laras.Mata Laras hanya terpejam, teringat kejadian kemarin, saat dirinya berciuman dengan kakak iparnya ini, dan Laras menikmatinya.Tangan Ardi mengebrak tembok di atas kepala Laras."Buka matamu. Kau dengar tidak!'"Laras kaget, dan langsung membuka matanya, dan beradu pandang dengan Ardi. Hatinya berdegup kencang. Walaupun ada rasa bahagia, tapi kini berganti khawatir yang amat sangat, saat perilaku Ardi yang biasanya lembut kini terkesan kasar dan penuh emosi."Kau dengar tadi kata-kataku?""Yang mana?" tanya Laras terbata dan sangat pelan, aroma dari mulut Ardi terasa sekali dalam hidungnya.Brak! Lagi-lagi Ardi mengebrak tembok itu lagi, jantung Laras semakin kacau."KAU! SEKARANG JADI SELINGKUHANKU, INGAT! HARUS NURUT APA KATAKU, PAHAM!"Arti berkata dalam penuh tekanan. Amarahnya pada Puspa seakan dilimpahkan pada Laras.Laras hanya diam dan terus memandang Ardi."Apa maumu? Bila kau menyuruhku jadi selingkuhanmu?" Laras akhirnya berani juga bertanya tanpa embel-embel sebagai adik ipar.Sekali lagi Ardi mengernyitkan dahinya, wajahnya semakin dekat pada wajah Laras yang kalah tinggi dengan Ardi.Tangan Ardi mendongakan dagu Laras, pelan bibir Ardi mendarat di bibir Laras dengan kasar.Laras hendak berontak, namun wajahnya dengan kuat dipegang Ardi. Hingga Laras tak bisa bernapas. Cepat-cepat Ardi melepas pangutan bibirnya."Dengar, aku bisa berlaku lebih, bila kau ...""Bila aku apa!!! Aku tak mau kau pak ..." Belum juga Laras selesai berkata. Kembali Ardi merengkuh tubuh Laras dalam pelukannya, dan melumat lagi bibir Laras, kali ini terasa lebih.Laras merespon semua perilaku Ardi, hingga terdengar decakan bibir saling beradu panas."Mphhh ..." Laras merasakan bibirnya begitu nikmat. Ardi begitu pintar melakukan kiss French. Hingga Laras, langsung pandai mengimbangi ciuman Ardi.Ardi melepas ciuman itu, wajahnya masih sangat dekat dengan Laras.Wajah Laras memerah karena menahan napas. Ardi merasa terpuaskan.Sementara itu, dalam kamar, terjadi pertengkaran antara ibu dan anak."Aku sudah cukup sabar, Mah! apa lagi saat ini, hobi Mama yang membunuh Papa!"Plak! Sebuah tamparan mendarat ke pipi Puspa."Jangan salahkan kematian Papa, karena Mama, kau tidak tahu bagaimana hidup dengan suami pengangguran dan harus menghidupi dua anak kecil yang butuh banyak biaya!"Puspa meraba pipinya yang sudah memerah, bukannya Puspa diam. justru dia semakin menjadi."Aku akan menebus rumah ini, yang hampir disita Bank, jadi jika Mama tak mengubah kebiasaan mama, lebih baik , mama angkat kaki dari rumah ini!""Kau!!!""Puspa cape, Mah! bagaimana rasanya, tiap malam cari uang hanya untuk penuhi kebutuhan Laras dan mama!"Mama terdiam melihat Puspa , anak sulungnya. Rasanya ada rasa tak percaya pada kenyataan yang ada. Dia mendidik anaknya dalam didikan yang keras, agar tak seperti dirinya, yang menikah dengan lelaki malas dan pengangguran. Lalu, menerima begitu saja, lamaran dari Ardi. Mamanya pikir bisa merubah kehidupan anaknya. Tapi nyatanya? Puspa tak bisa dikendalikan.Mamanya tahu, perbuatan Puspa yang selingkuh di kantornya, tapi seorang ibu, mencoba untuk menutupinya agar anaknya tak tercoreng mukanya di depan suaminya.Namun, justru ini kenyataannya. Puspa malah tak terima, atas nasehat ibunya. hingga mengungkit luka lama keluarga.Mamanya diam, kini, Anaknya berani mengusir mamanya sendiri dari rumah.Diipandangnya wajah Laras sesaat. Ruangan ganti cafe yang memang sepi, karena jam pulang sudah berakhir dari tadi.Tangan Ardi bergerak pelan menuju dua gundukan kenyal yang masih terbalut kemeja rapi. Ardi meremas keduanya dengan kedua tangan tangannya, pelan. Laras kaget dan hendak menyingkirkan tangan itu. Tapi apa daya, tangan Ardi begitu kokoh menyerang dua aset miliknya. Gerakan meremas, memutar dari bawah gundukan itu membuat Laras yang baru pertama kali merasakan hal itu, merasa nyaman dan enak. Mata Laras terpejam merasakan pijatan tangan Ardi, satu kepalan pas dalam genggaman tangan itu."Ishh ..." Laras mendesis nikmati hal tersebut, antara sakit dan enak. Ardi tak berusaha membuka kemeja milik Laras. Dia hanya meremas-remas gundukan itu, menemukan dua ujungnya yang sudah berdiri. Jari Ardi semakin lihay, memainkannya, penutup bra-nya, sedikit terangkat ke atas. Masih berbalut kain kemeja, Ardi terus menikmati benda kenyal dalam tangannya tersebut. Seakan sudah lama Ardi tak
"Mas Ardi ..." Laras kaget, dan mengelus dadanya sendiri."Iya? di usir Mak Lampir?"Laras diam, dirinya paham maksud kakak iparnya ini. Laras mengangguk pelan."Dimana?" Laras menatap wajah lelaki di depannya, dan menyebutkan sebuah alamat."Ayo ....""Ah ... maksudnya?"Ardi tak pedulikan lagi, masih pakai pakaian seragam kokinya, Ardi mengantarkan Laras menuju alamat yang disebutkan tadi.Sesampainya di sana, sudah ada Mama yang sedang membereskan beberapa baju yang di bawanya, agaknya Mama pun tak membawa baju banyak."Assalamuallaikum ...""Wallaikumsalam.""Ardi?!" kata Mama kaget, menantunya malah mengantar Laras ke tempat tinggal barunya."Puspa berulah lagi, Mah?" tanya Ardi."Ah, paling cuma gertakan saja, Ardi. Mama juga nggak ambil pusing. ini mungkin untuk semetara saja. Mama hanya kasihan sama Laras, tiap hari berantem terus sama kakaknya. makanya dia aku ajak.." jelas Mama masih menutupi kekurangan Puspa depan suaminya.Ardi melihat keadaan rumah tersebut. "Apa tidak t
Perkelahian malam itu menjadi heboh, Ardi tak melepas orang yang mencoba merendahkan, emosi yang tak terkendali kembali melandanya. Kalau saja tidak ada yang melerai mereka, pasti Ardi akan bermasalah dengan polisi."SUDAH!! CUKUP!" Lalu, bunyi senapan terdengar tiga kali.Ardi tanpa pendamping, dirinya hanya beberapa orang saja yang kenal. Sedang orang yang dipukulnya nampak melihatnya dengan api kemarahan."Tunggu! pembalasan gue!!" ancamnya dan pergi meninggalkan tempat tersebut.Ardi pun menyambar helmnya, dan segera naik ke motornya, hendak pergi pula."Tunggu! kau belum ambil uangmu, aku tunggu satu jam di sini, bila kau tak datang uang taruhan hangus!" teriak seseorang pada Ardi.Ardi pun memutar motornya dan mendekati lelaki yang memang sudah memegang uang taruhan."Ini, malam ini kau punya nyali juga!" timpalnya pada Ardi dan menyerahkan uang berjumlah cukup banyak.Tanpa banyak bicara Ardi langsung melesat pergi meninggalkan lokasi. Ada rasa berdenyut dalam hati dan isi kepa
Ardi duduk di sebuah rumah usang, ini adalah rumah milik ibu tirinya. Sudah dua tahun yang lalu ibunya sudah kembali menikah dengan seseorang, dan kini sudah tidak ada di luar kota, mengikuti suaminya. Anak-anak mereka pun ikut. Ardi hanya lah anak sambung, dan sudah berkeluarga, jadi punya urusan sendiri, dan kehidupannya tak menarik di mata ibu tirinya.Di rumah yang masih di tempati adik dari ibunya yang agak sedikit terganggu jiwanya. Tapi, Ardi selalu memberi sedikit uang untuknya.Ardi mengeluarkan, uang dari dalam jaketnya, tumpukan uang itu cukup tebal juga, pikir Ardi. Pelan dirinya menghitung uang hasil trek malam itu. Hem, hampir tujuh juta lebih.Di ambilnya sebuah rokok dan mengisapnya. Pikiran seorang Ardi mulai berkelana.Bila dirinya, tak kembali. bagaimana bisa dapat uang berjuta-juta dalam semalam. Tangan Ardi meraba luka yang kini sudah tertutup sebuah plester."Laras ... " bisiknya sambil geleng-geleng kepala.Niatnya hanya mengertak gadis imut itu. Entah semua tin
Puspa, memandang suaminya, kilat matanya membuatnya semakin marah atas kata-kata Ardi barusan."Aku tahu, aku nggak ada artinya di matamu Mas! apa pantas untuk dipertahankan?""Aku mengharapkan kau bisa berubah, untuk saat ini pun aku berharap kau mau merubah seluruh sifat dan sikapmu.""Kau tahu Mas! aku sudah merasa terhina saat malam pertama. Kau bilang akan menerima aku sepenuhnya , tapi nyatanya?""Bila kau bilang siapa ayah anak itu, akan akan lebih menghormatimu, tapi kau malah menutupi, bahkan di belakangku kau mengugurkan kandungan itu tanpa ijin mama atau pun aku, suamimu. Di sini aku sudah tahu sifatmu, Aku bukan lelaki bodoh, aku tahu, kau sudah hamil di saat malam pertama kita!"Puspa terdiam, benar saja, suaminya sudah tahu hal tersebut. Makanya dirinya amat sangat benci pada dirinya. Ini yang membuatnya semakin terhina, juga sikap dan perilaku Ardi kala itu."Sudahlah, kau mau menceraikan aku kan?"Ardi menggeleng pelan."Aku beri kesempatan padamu, lagi. dan aku selalu
Ardi memandang Tommy, Dialah partnernya dulu. Dua lelaki yang sangat mencolok penampilannya. Ardi yang berbadan besar bak bodyguard, wajah sangar berbeda jauh dengan Tommy yang good looking, tampan, sekilas mirip artis Korea, berkulit putih bersih. Dua magnet yang saling klop."Aku mohon satu kali ini saja. setelah ini aku tak akan memakai jasamu lagi." ucap Baskoro bersungguh-sungguh.Ardi terdiam, dialah leadernya."Apa yang harus aku bawa?""H" Baskoro hanya menyebutkan inisial barang itu."Kau tahu bukan aku pemasok barang itu. kali ini aku tak bisa melindungimu.""Apa! kalau begitu aku tolak!""Pure, upah milikmu semua. ini karena pembawa paket tak berani lewati batas itu. Hanya kau yang bisa!"Tommy memandang Ardi, lelaki lajang pasti akan tergiur dengan jumlah tersebut."Aku pikirkan lagi. Maaf ... aku memburu waktu." Ardi pun berjalan melewati Baskoro, tapi tangan Baskoro, menepuk dadanya tiba-tiba, di tangannya, terlihat segepok uang berwarna merah."Aku minta, ini hanya perm
Ardi menarik tangan Laras, dan kini masuk dalam pelukannya, mencium bibir gadis manis itu. Laras mengikuti alurnya saja, tangannya menahan dada Ardi, tubuhnya yang besar terasa menghimpit tubuh mungil Laras, hingga Laras kehabisan napas karenanya. Ardi pun melepaskan ciumannya, dan memandang Laras dalam tatapan sendunya.Laras, yang memang sudah jatuh cinta pada kakak iparnya ini, tak pedulikan lagi dengan apa tindakannya yang salah itu. Tangan Laras pelan mengeser ke arah belakang leher Ardi, dengan berjingkat, Laras kembali mendapatkan bibir Ardi. lelaki itu tersenyum, dan mengangkat pinggang Laras dan mendekapnya erat. Baru kali ini, Ardi mendapatkan sensasi ciuman yang dahsyat dari Laras. Tubuhnya semakin menegang, tangan lelaki kekar itu sudah bergerilya seputar dada Laras. Napasnya semakin memburu, rasa kangen yang tertahan tertumpah kan malam itu.Namun, Ardi tak mau merusak pagar ayu milik Laras, ditutupnya lagi dada yang sudah terbuka itu, Laras bingung.Mereka saling mena
Deny nampak melihat ponselnya, ada sambungan telepon, nomor yang tak ada namanya, tapi dirinya gagal dengan nomor tersebut."Bagaimana? target sudah siap?""Belum. ada kendala sedikit. sabar.""Hah!! lakukan dengan benar.""Baik."kemudian sambungan itupun terhenti .Deny memandang laptop yang ada di mejanya. Berapa kurva pemasukan dalam setahun sedang dibuatnya untuk laporan."Huh, edan! dasar tua bangka!" Deny memaki geram, lalu berdiri, mendekati jendela kaca, terlihat dari jauh hotel di mana Baskoro menginap."Brengsek!" Makinya lagi.Kemudian Deny mengambil ponselnya dari sakunya, dan menghubungi seseorang."Datanglah ke ruang kerjaku."Tak lama, pintu terketuk, masuklah seseorang laki-laki."Buatkan aku laporan keuangan dalam dua tahun terakhir ini, tapi buat laporan tak ada anggaran sama sekali. semua habis di properti. nanti kau aku bayar mahal.""Tapi , Pak.""Kerjakan atau kau aku pecat?""Baik, Pak."***motor melaju kencang menuju suatu tempat, satu yang dituju sebuah cafe