Share

Bab 4. Ardi

Sosok Ardi sedang terlihat diantara pacuan balap motor liar. Suara deru motor, meraung-raung dalam keriuhan malam ini.

"Bro, nggak biasanya lu, ikutan trek."

Ardi tersenyum pada dua teman nongkrongnya. Tanpa menjawab.

"Lu lagi galau? tentang istri lu?"

Ardi menatap keduanya, dan segera menatap arena balap, jalanan tol yang baru saja jadi, tapi belum diresmikan, menjadi lahan trek mereka.

"SIAP!". Terdengar aba-aba. Ardi memutar gas, bersiap menerjang jalanan malam ini.

Helm full face itu, membantunya, menyamarkan ada air mata mengalir malam ini.

DOR! bunyi tanda melajunya motor. Ardi langsung melesat meliuk-liuk dalam mengendalikan lajunya. Ada sekitar lima puluh lebih para trackers beradu malam ini.

Ardi tak peduli lagi dengan sakit hatinya, melihat istri yang selama ini dinikahinya berbuat api di belakanganya. kesalahan fatal saat menerima dirinya menjadi seorang pendamping hidupnya. Dirinya berpikir Puspa akan bisa merubah gaya hidupnya, wanita cantik yang memang di taksirnya sejak SMA itu ternyata jauh dari dugaannya.

Motor besar Itu melesat memimpin di depan, beberapa wanita meneriaki mantan raja jalanan itu.

"Wellcame back, Ardi." sapa bos jackpot. lelaki bos taruhan malam ini.

Ardi tersenyum dalam helm cakilnya. Diembuskannya napasnya pelan

"Apa aku dapat uangnya, Bos?"

"Dapat dong,"

"Beri aku separo saja. Sisanya bagi buat wanita cantikmu." Ardi menunjuk pada wanita pembawa bendera finish.

"Oke, bro." Bos Kackpot memberikan sejumlah uang yang cukup besar malam ini.

Ardi pun melesatkan kembali motor besarnya, bukan pulang tapi ke sebuah tempat tenang. Ardi ke sebuah pemakaman.

"Pah ... ini aku datang, maafkan belum bisa menjadi anak yang berbakti." Setelah itu Ardi terdiam, tak lama terdengar Isak tangisnya.

Gila! kenapa gue cengeng banget malam ini. pikirnya..

***

keesokan paginya, Puspa bangun pagi, tak mendapati suaminya pulang ke rumah.

"Suamimu kemana?" tanya mama.

"Tahu, pulang ke ibunya,kali. kan sudah biasaaaa ..." Puspa menjawab tanpa beban dan tanpa bersalah.

Mamanya hanya diam saja atas jawaban dari anak pertamanya. Hati seorang ibu tahu, bagaimana keadaan rumah tangganya.

"Kau sebaiknya, lebih lembut hati padanya, jangan buat yang aneh-aneh deh, mama malah nggak suka atas kelakuanmu.' nasehat Mama pelan.

Nampak Puspa agak marah dengan kalimat yang dilontarkan mamanya.

"Mama tahu apa tentang Puspa! dari dulu aku tak merepotkan hidup mama kan? jadi jangan usik kehidupanku juga." kasar sekali Puspa berkata sambil melemparkan sendok yang dipegangnya.

Mama hanya diam saja. Dirinya paham akan hal tersebut, memang saat rumah tangganya hancur, dan suaminya meninggal, Puspa lah yang menjadi tulang punggung keluarga.

"Maafkan Mama ... tapi saat ini, mama tidak akan merepotkan mu lagi,"

"Iya, lah ... karena Mama bisa minta uang sama Laras atau mas Ardi kan? sudahlah mah, jangan atur hidupku. aku sudah muak!"

Puspa meninggalkan meja makan dalam emosi.

Laras mendengar kata-kata kakaknya dari dalam kamar. Hanya bisa mengembuskan napas saja, Hari ini dia akan berangkat kerja lebih pagi.

"Mah, Laras berangkat, dulu." Laras pamit pada mamanya.

"Nggak sarapan dulu, Ras?"

"Nanti di tempat kerja saja, Mah."

Mamanya menatap Laras dan tersenyum.

"Assallamuallaikum, Mah."

"Waallaaikumsalam."

***

Laras memandang Ardi dari belakang.

ternyata .... udah di resto ya? pikir Laras.

koki andalan cafe sudah stay di tempat.

"Selamat pagi," Laras sudah duduk diantara dua pekerja yang lainnya. salah satunya menyuruh Laras untuk diam

"Ada apa?" tanyanya berbisik.

"Bos lagi mode in API, lagi nggak baek."

"Maksudnya?"

Prang! sebuah tutup panci melayang bebas ke lantai. Hingga menimbulkan bunyi gaduh. Semua diam dalam kecemasan. tak lama, beberapa sendok menjadi sasaran amukan Ardi.

Sementara itu, Dalam sebuah. ruang kerja yang ber-Ac. Duduk Puspa di meja kerjanya. Kali ini, dirinya berangkat kantor terlalu pagi. Disaat karyawan lainnya belum hadir, dirinya sudah duduk termenung.

Suaminya tidak pulang semalam, Entah di mana? memang hubungan suami istri jarang Puspa lakukan, karena suaminya selalu menghindar. Apakah dirinya sebenarnya tahu tentang masalah mengugurkan kandungan? dua kali tamparan dia dapatkan dari Mamanya. Bukannya, merasa bersalah atas kelakuannya, Puspa malah sedikit dendam dengan ibunya itu. Ada rencana yang akan di buatnya. "Tunggu aja, Mah. kau akan tahu bagaimana rasanya susah mencari uang." geramnya dalam hati.

Dari dulu, dirinya selalu di bedakan dengan Laras, adiknya. Seakan Puspa yang dituntut untuk bekerja keras, Sementara Laras? Ah, bila teringat bahwa Laras, hasil dari skandal perkosaan yang menimpa ibunya.

Puspa menjadi mangkel sendiri. Bisa-bisanya ibunya menjadi korban perkosaan, dan akibatnya hamil pula.

"Huh!!! selalu Laras, Laras dan Laras."

Pikiran Puspa oleng. Akhirnya, Puspa hanya bisa marah saja. Sebenarnya ada rencana apa hingga Puspa akan membuat ibunya menderita?

***

Terlihat, seorang ibu, hanya bisa menatap kedua anaknya yang pergi meninggalkan dirinya yang duduk di meja makan sendirian.

"Hem, andai kalian tahu isi hati mama, mama ingin kalian bahagia, Nak."

Dengan wajah sendu, ibu Kartika membereskan meja makan tersebut. Tak lama, ponselnya berdering.

"Ya, Hallo ..." sapanya kenes di ponselnya.

"Oh, jadi dong, kita ketemuan ya, pokoknya beres kita, mah ... dadah."

Lalu, wanita yang masih tersirat kecantikannya itu, mendesah panjang.

Hanya ini, hiburanku. Bila aku sendirian mikiri kalian aku bisa stresss, batinnya sendiri. dan bergegas mempercepat kegiatannya.

Hari ini, beberapa temannya, mengajaknya main mahyong lagi.

***

Sekali lagi, rupanya ibu Kartika hanya dijadikan boneka permainan saja.

"Lihat saja, Kartika, suatu hari nanti kau akan menyadari, uangmu hanya aku palak saja." Lalu gelak tawa terdengar dari bibir seseorang yang bernama Ci Amoy.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status