Sosok Ardi sedang terlihat diantara pacuan balap motor liar. Suara deru motor, meraung-raung dalam keriuhan malam ini.
"Bro, nggak biasanya lu, ikutan trek."Ardi tersenyum pada dua teman nongkrongnya. Tanpa menjawab."Lu lagi galau? tentang istri lu?"Ardi menatap keduanya, dan segera menatap arena balap, jalanan tol yang baru saja jadi, tapi belum diresmikan, menjadi lahan trek mereka."SIAP!". Terdengar aba-aba. Ardi memutar gas, bersiap menerjang jalanan malam ini.Helm full face itu, membantunya, menyamarkan ada air mata mengalir malam ini.DOR! bunyi tanda melajunya motor. Ardi langsung melesat meliuk-liuk dalam mengendalikan lajunya. Ada sekitar lima puluh lebih para trackers beradu malam ini.Ardi tak peduli lagi dengan sakit hatinya, melihat istri yang selama ini dinikahinya berbuat api di belakanganya. kesalahan fatal saat menerima dirinya menjadi seorang pendamping hidupnya. Dirinya berpikir Puspa akan bisa merubah gaya hidupnya, wanita cantik yang memang di taksirnya sejak SMA itu ternyata jauh dari dugaannya.Motor besar Itu melesat memimpin di depan, beberapa wanita meneriaki mantan raja jalanan itu."Wellcame back, Ardi." sapa bos jackpot. lelaki bos taruhan malam ini.Ardi tersenyum dalam helm cakilnya. Diembuskannya napasnya pelan"Apa aku dapat uangnya, Bos?""Dapat dong,""Beri aku separo saja. Sisanya bagi buat wanita cantikmu." Ardi menunjuk pada wanita pembawa bendera finish."Oke, bro." Bos Kackpot memberikan sejumlah uang yang cukup besar malam ini.Ardi pun melesatkan kembali motor besarnya, bukan pulang tapi ke sebuah tempat tenang. Ardi ke sebuah pemakaman."Pah ... ini aku datang, maafkan belum bisa menjadi anak yang berbakti." Setelah itu Ardi terdiam, tak lama terdengar Isak tangisnya.Gila! kenapa gue cengeng banget malam ini. pikirnya..***keesokan paginya, Puspa bangun pagi, tak mendapati suaminya pulang ke rumah."Suamimu kemana?" tanya mama."Tahu, pulang ke ibunya,kali. kan sudah biasaaaa ..." Puspa menjawab tanpa beban dan tanpa bersalah.Mamanya hanya diam saja atas jawaban dari anak pertamanya. Hati seorang ibu tahu, bagaimana keadaan rumah tangganya."Kau sebaiknya, lebih lembut hati padanya, jangan buat yang aneh-aneh deh, mama malah nggak suka atas kelakuanmu.' nasehat Mama pelan.Nampak Puspa agak marah dengan kalimat yang dilontarkan mamanya."Mama tahu apa tentang Puspa! dari dulu aku tak merepotkan hidup mama kan? jadi jangan usik kehidupanku juga." kasar sekali Puspa berkata sambil melemparkan sendok yang dipegangnya.Mama hanya diam saja. Dirinya paham akan hal tersebut, memang saat rumah tangganya hancur, dan suaminya meninggal, Puspa lah yang menjadi tulang punggung keluarga."Maafkan Mama ... tapi saat ini, mama tidak akan merepotkan mu lagi,""Iya, lah ... karena Mama bisa minta uang sama Laras atau mas Ardi kan? sudahlah mah, jangan atur hidupku. aku sudah muak!"Puspa meninggalkan meja makan dalam emosi.Laras mendengar kata-kata kakaknya dari dalam kamar. Hanya bisa mengembuskan napas saja, Hari ini dia akan berangkat kerja lebih pagi."Mah, Laras berangkat, dulu." Laras pamit pada mamanya."Nggak sarapan dulu, Ras?""Nanti di tempat kerja saja, Mah."Mamanya menatap Laras dan tersenyum."Assallamuallaikum, Mah.""Waallaaikumsalam."***Laras memandang Ardi dari belakang.ternyata .... udah di resto ya? pikir Laras.koki andalan cafe sudah stay di tempat."Selamat pagi," Laras sudah duduk diantara dua pekerja yang lainnya. salah satunya menyuruh Laras untuk diam"Ada apa?" tanyanya berbisik."Bos lagi mode in API, lagi nggak baek.""Maksudnya?"Prang! sebuah tutup panci melayang bebas ke lantai. Hingga menimbulkan bunyi gaduh. Semua diam dalam kecemasan. tak lama, beberapa sendok menjadi sasaran amukan Ardi.Sementara itu, Dalam sebuah. ruang kerja yang ber-Ac. Duduk Puspa di meja kerjanya. Kali ini, dirinya berangkat kantor terlalu pagi. Disaat karyawan lainnya belum hadir, dirinya sudah duduk termenung.Suaminya tidak pulang semalam, Entah di mana? memang hubungan suami istri jarang Puspa lakukan, karena suaminya selalu menghindar. Apakah dirinya sebenarnya tahu tentang masalah mengugurkan kandungan? dua kali tamparan dia dapatkan dari Mamanya. Bukannya, merasa bersalah atas kelakuannya, Puspa malah sedikit dendam dengan ibunya itu. Ada rencana yang akan di buatnya. "Tunggu aja, Mah. kau akan tahu bagaimana rasanya susah mencari uang." geramnya dalam hati.Dari dulu, dirinya selalu di bedakan dengan Laras, adiknya. Seakan Puspa yang dituntut untuk bekerja keras, Sementara Laras? Ah, bila teringat bahwa Laras, hasil dari skandal perkosaan yang menimpa ibunya.Puspa menjadi mangkel sendiri. Bisa-bisanya ibunya menjadi korban perkosaan, dan akibatnya hamil pula."Huh!!! selalu Laras, Laras dan Laras."Pikiran Puspa oleng. Akhirnya, Puspa hanya bisa marah saja. Sebenarnya ada rencana apa hingga Puspa akan membuat ibunya menderita?***Terlihat, seorang ibu, hanya bisa menatap kedua anaknya yang pergi meninggalkan dirinya yang duduk di meja makan sendirian."Hem, andai kalian tahu isi hati mama, mama ingin kalian bahagia, Nak."Dengan wajah sendu, ibu Kartika membereskan meja makan tersebut. Tak lama, ponselnya berdering."Ya, Hallo ..." sapanya kenes di ponselnya."Oh, jadi dong, kita ketemuan ya, pokoknya beres kita, mah ... dadah."Lalu, wanita yang masih tersirat kecantikannya itu, mendesah panjang.Hanya ini, hiburanku. Bila aku sendirian mikiri kalian aku bisa stresss, batinnya sendiri. dan bergegas mempercepat kegiatannya.Hari ini, beberapa temannya, mengajaknya main mahyong lagi.***Sekali lagi, rupanya ibu Kartika hanya dijadikan boneka permainan saja."Lihat saja, Kartika, suatu hari nanti kau akan menyadari, uangmu hanya aku palak saja." Lalu gelak tawa terdengar dari bibir seseorang yang bernama Ci Amoy.Grombyang!!!! kali ini beberapa peralatan dapur berhamburan dari tempatnya. Dua karyawan segera keluar dari ruangan tersebut. Tinggal Laras, berdiri terpaku melihat Kakak Iparnya, dalam keadaan marah yang amat sangat.bukannya menjauh, Laras justru mendekat pada Ardi."Mas ... Mas Ardi lagi marah?"Diam. Hanya suaranya yang memburu."Kalau marah jangan dibawa ke tempat kerja, Mas. kasihan yang lain pada takut kalau Mas Ardi marah." sambung Laras polos. Maksud hati ingin menenangkan emosi kakak iparnya.Saat, Ardi berbalik, Laras kaget, wajah sembab dari Ardi."Mas, habis nangis ya?"Ardi mengusap wajahnya kasar. Ardi tahu, adik istrinya ini begitu lugu. Rasanya tak mungkin melampiaskannya dalam marah di hadapannya.tiba-tiba, Ardi langsung menarik tangan Laras, berjalan ke depan, semua mata karyawan memandang mereka hingga deru motor besar pun meraung.Laras, memeluk pinggang Ardi kencang-kencang, karena lelaki yang sedang rapuh itu, melajukan motornya sangat kencang.Hingga, mata Lara
Diipandangnya wajah Laras sesaat. Ruangan ganti cafe yang memang sepi, karena jam pulang sudah berakhir dari tadi.Tangan Ardi bergerak pelan menuju dua gundukan kenyal yang masih terbalut kemeja rapi. Ardi meremas keduanya dengan kedua tangan tangannya, pelan. Laras kaget dan hendak menyingkirkan tangan itu. Tapi apa daya, tangan Ardi begitu kokoh menyerang dua aset miliknya. Gerakan meremas, memutar dari bawah gundukan itu membuat Laras yang baru pertama kali merasakan hal itu, merasa nyaman dan enak. Mata Laras terpejam merasakan pijatan tangan Ardi, satu kepalan pas dalam genggaman tangan itu."Ishh ..." Laras mendesis nikmati hal tersebut, antara sakit dan enak. Ardi tak berusaha membuka kemeja milik Laras. Dia hanya meremas-remas gundukan itu, menemukan dua ujungnya yang sudah berdiri. Jari Ardi semakin lihay, memainkannya, penutup bra-nya, sedikit terangkat ke atas. Masih berbalut kain kemeja, Ardi terus menikmati benda kenyal dalam tangannya tersebut. Seakan sudah lama Ardi tak
"Mas Ardi ..." Laras kaget, dan mengelus dadanya sendiri."Iya? di usir Mak Lampir?"Laras diam, dirinya paham maksud kakak iparnya ini. Laras mengangguk pelan."Dimana?" Laras menatap wajah lelaki di depannya, dan menyebutkan sebuah alamat."Ayo ....""Ah ... maksudnya?"Ardi tak pedulikan lagi, masih pakai pakaian seragam kokinya, Ardi mengantarkan Laras menuju alamat yang disebutkan tadi.Sesampainya di sana, sudah ada Mama yang sedang membereskan beberapa baju yang di bawanya, agaknya Mama pun tak membawa baju banyak."Assalamuallaikum ...""Wallaikumsalam.""Ardi?!" kata Mama kaget, menantunya malah mengantar Laras ke tempat tinggal barunya."Puspa berulah lagi, Mah?" tanya Ardi."Ah, paling cuma gertakan saja, Ardi. Mama juga nggak ambil pusing. ini mungkin untuk semetara saja. Mama hanya kasihan sama Laras, tiap hari berantem terus sama kakaknya. makanya dia aku ajak.." jelas Mama masih menutupi kekurangan Puspa depan suaminya.Ardi melihat keadaan rumah tersebut. "Apa tidak t
Perkelahian malam itu menjadi heboh, Ardi tak melepas orang yang mencoba merendahkan, emosi yang tak terkendali kembali melandanya. Kalau saja tidak ada yang melerai mereka, pasti Ardi akan bermasalah dengan polisi."SUDAH!! CUKUP!" Lalu, bunyi senapan terdengar tiga kali.Ardi tanpa pendamping, dirinya hanya beberapa orang saja yang kenal. Sedang orang yang dipukulnya nampak melihatnya dengan api kemarahan."Tunggu! pembalasan gue!!" ancamnya dan pergi meninggalkan tempat tersebut.Ardi pun menyambar helmnya, dan segera naik ke motornya, hendak pergi pula."Tunggu! kau belum ambil uangmu, aku tunggu satu jam di sini, bila kau tak datang uang taruhan hangus!" teriak seseorang pada Ardi.Ardi pun memutar motornya dan mendekati lelaki yang memang sudah memegang uang taruhan."Ini, malam ini kau punya nyali juga!" timpalnya pada Ardi dan menyerahkan uang berjumlah cukup banyak.Tanpa banyak bicara Ardi langsung melesat pergi meninggalkan lokasi. Ada rasa berdenyut dalam hati dan isi kepa
Ardi duduk di sebuah rumah usang, ini adalah rumah milik ibu tirinya. Sudah dua tahun yang lalu ibunya sudah kembali menikah dengan seseorang, dan kini sudah tidak ada di luar kota, mengikuti suaminya. Anak-anak mereka pun ikut. Ardi hanya lah anak sambung, dan sudah berkeluarga, jadi punya urusan sendiri, dan kehidupannya tak menarik di mata ibu tirinya.Di rumah yang masih di tempati adik dari ibunya yang agak sedikit terganggu jiwanya. Tapi, Ardi selalu memberi sedikit uang untuknya.Ardi mengeluarkan, uang dari dalam jaketnya, tumpukan uang itu cukup tebal juga, pikir Ardi. Pelan dirinya menghitung uang hasil trek malam itu. Hem, hampir tujuh juta lebih.Di ambilnya sebuah rokok dan mengisapnya. Pikiran seorang Ardi mulai berkelana.Bila dirinya, tak kembali. bagaimana bisa dapat uang berjuta-juta dalam semalam. Tangan Ardi meraba luka yang kini sudah tertutup sebuah plester."Laras ... " bisiknya sambil geleng-geleng kepala.Niatnya hanya mengertak gadis imut itu. Entah semua tin
Puspa, memandang suaminya, kilat matanya membuatnya semakin marah atas kata-kata Ardi barusan."Aku tahu, aku nggak ada artinya di matamu Mas! apa pantas untuk dipertahankan?""Aku mengharapkan kau bisa berubah, untuk saat ini pun aku berharap kau mau merubah seluruh sifat dan sikapmu.""Kau tahu Mas! aku sudah merasa terhina saat malam pertama. Kau bilang akan menerima aku sepenuhnya , tapi nyatanya?""Bila kau bilang siapa ayah anak itu, akan akan lebih menghormatimu, tapi kau malah menutupi, bahkan di belakangku kau mengugurkan kandungan itu tanpa ijin mama atau pun aku, suamimu. Di sini aku sudah tahu sifatmu, Aku bukan lelaki bodoh, aku tahu, kau sudah hamil di saat malam pertama kita!"Puspa terdiam, benar saja, suaminya sudah tahu hal tersebut. Makanya dirinya amat sangat benci pada dirinya. Ini yang membuatnya semakin terhina, juga sikap dan perilaku Ardi kala itu."Sudahlah, kau mau menceraikan aku kan?"Ardi menggeleng pelan."Aku beri kesempatan padamu, lagi. dan aku selalu
Ardi memandang Tommy, Dialah partnernya dulu. Dua lelaki yang sangat mencolok penampilannya. Ardi yang berbadan besar bak bodyguard, wajah sangar berbeda jauh dengan Tommy yang good looking, tampan, sekilas mirip artis Korea, berkulit putih bersih. Dua magnet yang saling klop."Aku mohon satu kali ini saja. setelah ini aku tak akan memakai jasamu lagi." ucap Baskoro bersungguh-sungguh.Ardi terdiam, dialah leadernya."Apa yang harus aku bawa?""H" Baskoro hanya menyebutkan inisial barang itu."Kau tahu bukan aku pemasok barang itu. kali ini aku tak bisa melindungimu.""Apa! kalau begitu aku tolak!""Pure, upah milikmu semua. ini karena pembawa paket tak berani lewati batas itu. Hanya kau yang bisa!"Tommy memandang Ardi, lelaki lajang pasti akan tergiur dengan jumlah tersebut."Aku pikirkan lagi. Maaf ... aku memburu waktu." Ardi pun berjalan melewati Baskoro, tapi tangan Baskoro, menepuk dadanya tiba-tiba, di tangannya, terlihat segepok uang berwarna merah."Aku minta, ini hanya perm
Ardi menarik tangan Laras, dan kini masuk dalam pelukannya, mencium bibir gadis manis itu. Laras mengikuti alurnya saja, tangannya menahan dada Ardi, tubuhnya yang besar terasa menghimpit tubuh mungil Laras, hingga Laras kehabisan napas karenanya. Ardi pun melepaskan ciumannya, dan memandang Laras dalam tatapan sendunya.Laras, yang memang sudah jatuh cinta pada kakak iparnya ini, tak pedulikan lagi dengan apa tindakannya yang salah itu. Tangan Laras pelan mengeser ke arah belakang leher Ardi, dengan berjingkat, Laras kembali mendapatkan bibir Ardi. lelaki itu tersenyum, dan mengangkat pinggang Laras dan mendekapnya erat. Baru kali ini, Ardi mendapatkan sensasi ciuman yang dahsyat dari Laras. Tubuhnya semakin menegang, tangan lelaki kekar itu sudah bergerilya seputar dada Laras. Napasnya semakin memburu, rasa kangen yang tertahan tertumpah kan malam itu.Namun, Ardi tak mau merusak pagar ayu milik Laras, ditutupnya lagi dada yang sudah terbuka itu, Laras bingung.Mereka saling mena