Share

5 Sebuah Penawaran

Lauren kembali menolehkan kepala ke belakang, menatap tidak percaya Kakak Ipar nya yang berani mengatakan itu. Senyuman sinis terukir di bibir nya, perlahan mulai merasa putus asa. "Apa sebenarnya mau Kakak?" tanyanya dengan suara serak karena menahan tangisan. 

Matthias memilih memasukan terlebih dahulu tangannya ke dalam saku celana, tatapannya terlihat terhunus pada wanita itu. "Saya tidak minta yang aneh-aneh Lauren, saya bukan orang jahat yang mau memanfaatkan kamu. Lagian saya sadar sikap saya kurang ajar karena sudah menyentuh adik Ipar sendiri. Jadi ayo duduk, masih banyak hal yang harus kita bicarakan," ujar nya dengan suara berat. 

Dengusan kasar keluar lewat celah bibir Lauren, tidak lama kekehan kecil terdengar dari nya. "Bukan orang jahat? Lalu kenapa Kakak malah masuk ke kamar aku dan menyentuh aku? Demi Tuhan aku kira malam itu adalah Matthew, jadi aku biarkan saja. Kalau aku tahu yang menyentuh malam itu adalah Kakak, sudah pasti aku tendang Kakak keluar," cerca nya bersungut-sungut. 

"Sekali lagi maaf Lauren, malam itu saya sedikit mabuk dan.. Dan tidak bisa menahan diri." Matthias lalu mengangkat tangannya di udara, seolah meminta Lauren diam tidak menyela membiarkan dirinya menjelaskan semua. "Tadinya saya ke kamar kamu untuk menyampaikan amanah Matthew tentang dia yang pergi keluar kota."

Walaupun sudah mendengar penjelasan dari pria itu, amarah dan kesal di dada Lauren belum redam sepenuh nya. Baginya tetap saja Matthias salah karena sudah bertindak kurang ajar dengan menyentuh nya. Jika mengingat kejadian malam panas itu, membuat Lauren merinding sendiri. Tidak henti-henti nya Ia mengutuk pria di depannya di dalam hati. 

Matthias lalu berjalan mendekati Ipar nya itu, bisa melihat ekspresi tegang Lauren dan mulai memundurkan langkah. Melihat itu membuat dada Matthias sedikit sakit. Sepertinya Lauren menjadi takut kepadanya sekarang, dan Matthias harus kembali mendapatkan kepercayaan. "Lauren, saya bisa bantu kamu menyelesaikan masalah kamu dengan Matthew," ucap nya pelan. 

"Apa maksud Kakak?"

Tetapi sebelum Matthias membuka mulut, suara ketukan pintu ruangan dari luar membuat kedua orang itu tersentak terkejut. Lauren langsung mundur dari dekat pintu sambil menggigit bibir. "Siapa itu Kak? Gawat, kalau ada yang lihat aku di dalam dari tadi di sini bisa curiga," monolog nya. 

"Kamu masuk dulu ke kamar mandi, di sana aman," perintah Matthias seraya menunjuk ruangan di bagian pojok. Lauren pun mengangguk dan segera melakukan nya, dadanya kembali berdetak cepat karena khawatir ketahuan. 

Setelah menutup pintu kamar mandi dan duduk di atas kloset duduk yang tertutup, Lauren terdiam merenung. Gerak-gerik nya sekarang seperti orang yang sedang selingkuh dan takut ketahuan saja, padahalkan kenyataannya tidak begitu. Lauren lalu jadi mengingat suaminya sendiri, pria itulah yang selingkuh di belakang nya. 

Kedua tangan Lauren yang berada di atas pangkuannya mengepal erat. Bibir bawahnya pun Ia gigit berusaha menahan isakan. "Aku gak nyangka kamu ada main dengan perempuan lain Matthew, aku sama sekali gak pernah menduga karena sikap kamu selama ini baik-baik saja sama aku," gumam nya seorang diri. 

Entah berapa lama Lauren berada di kamar mandi, lamunannya baru terhenti mendengar ketukan pintu kamar mandi. Terlebih dahulu Ia mengusap wajahnya kasar berusaha tidak terlihat sudah bersedih. Saat membuka pintu, tatapannya langsung bertemu dengan Matthias. "Siapa tadi? Apa dia sudah pergi? Dia gak curiga kan kalau ada aku di dalam?" Banyak sekali yang Lauren tanyakan. 

"Sekertaris saya, dia cuman minta saya tandatangan beberapa dokumen. Tapi kenapa kamu kelihatan panik begitu, pasti takut yang masuk Matthew ya? Terus dia curiga dan nangkap basah kamu lagi sembunyi di ruangan saya," tanya Matthias dengan seringai di bibir nya, tidak lama pria itu tertawa kecil. "Nanti kalau dia yang tahu, kamu malah balik dituduh yang tidak-tidak lagi."

Merasa kesal diledeki, Lauren memilih keluar dari kamar mandi itu sambil menyenggol bahu kokoh Matthias. Ia tidak pergi menjauh dan malah berdiri menghadap kan tubuhnya pada pria itu. "Bukan, aku tidak takut kok kalau ketahuan Matthew, lagi pula kita tidak melakukan hal aneh-aneh di sini. Seharusnya tadi aku yang nangkap basah dia lagi selingkuh, tapi Kakak malah datang dan narik aku pergi," balas nya dengan emosi terpendam. 

Mungkin kalau Matthias tidak membawanya pergi, sekarang Lauren sedang berhadapan dengan suami kurang ajarnya itu dan selingkuhannya. Walaupun tidak melihat langsung apa yang sedang dua orang itu lakukan, tapi Lauren yakin mereka sedang mesra-mesraan. Mungkin saja setiap hari pun begitu, membuat nafas Lauren semakin berat karena menahan marah. 

Matthias terlihat mengangguk-anggukkam kepalanya, seperti merasa kagum dengan perkataannya tadi yang memang seharusnya begitu. "Tapi menurut saya kalau tadi kamu ciduk mereka dan marah-marah tidak jelas, malah akan mempermalukan diri kamu sendiri. Ya semua orang memang akan tahu kebejadan Matthew, mereka juga akan iba dan membela kamu. Tapi saya tahu, kamu pasti bukan orang yang ingin dikasihin, kan?"

Pertanyaan dari pria itu membuat Lauren terdiam dan merasa tertohok. Setelah Ia pikir lagi, sepertinya ada benar nya juga. Jika tadi Lauren menciduk, sudah pasti Ia tidak akan bisa menahan diri dan berakhir marah-marah sampai membuat keributan di kantor. Lauren pun kembali menatap Matthias, menunggu apalagi yang ingin dikatakan pria cerdas itu. 

"Lauren, saya sudah bilang bisa bantu kamu. Kamu pasti tidak terima kan dengan sikap Matthew? Dia sudah selingkuh dengan Anne dari lama, hubungan mereka pun sudah sangat jauh. Mereka bahkan sering keluar kota bersama, dan kamu bisa bayangkan sendiri mereka di sana bukan hanya bekerja, tapi juga bermesraan," kata Matthias yang entah kenapa terlihat seperti sedang mengompori. 

Matthias satu langkah mendekat, membuat bagian tubuh keduanya kini bersentuhan. Matthias sedikit menggeram karena bisa merasakan kenyal nya dada Lauren, membuat nya jadi ingin menyentuh nya lagi. Tapi tidak, sekarang Ia harus menyelesaikan dulu sesuatu. "Kamu bisa jadikan saya alat balas dendam, kita balas Matthew bersama," lanjut nya. 

Cukup lama keduanya bertatapan dengan arti yang berbeda. Seringai di bibir Matthias seperti menandakan jika pria itu sudah percaya diri tawarannya akan diterima. Matthias walaupun belum tahu banyak tentang Ipar nya ini, tapi Matthias tahu ego Lauren sangat tinggi dan menjunjung tinggi yang namanya harga diri. Jadi kemungkinan Lauren pun akan balas dendam. 

Tetapi senyuman di bibir Matthias harus luntur saat Lauren membuka suara. "Terima kasih tawarannya, tapi ini urusan rumah tangga aku dan Kakak tidak perlu ikut campur. Untuk hubungan kita malam itu lupakan juga, tidak usah dibahas lagi dan anggap saja tidak pernah terjadi." Setelah mengatakan itu, Lauren pun melenggang pergi keluar dengan langkah tegas nya. 

Tatapan Matthias terlihat tajam ke arah pintu ruang kerjanya, dimana sosok Lauren yang baru saja pergi keluar. Tidak lama kekehan kecil keluar dari bibir nya, Matthias merasa semakin tertarik saja pada adik Ipar nya itu. "Kamu pasti akan berubah pikiran Lauren dan kembali pada saya. Kita lihat saja nanti," bisik nya di keheningan. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status