Setelah turun dari lantai atas menuju lantai dua belas, langkah Lauren terlihat mantap menuju ruang kerja Matthew. Ia tetap pada tujuan utamanya untuk bertemu suaminya itu, sekaligus ingin melihat juga apakah pria itu masih bermesraan dengan sekertaris nya atau tidak. Tatapannya langsung tajam pada Anne, ternyata mereka sudah selesai.
Anne pun terlihat terkejut melihat kedatangan istri dari Bos nya, segera Ia berdiri dan tersenyum canggung. "Selamat siang Bu Lauren, apa anda mau bertemu dengan Pak Matthew? Beliau belum keluar untuk makan siang, masih ada pekerjaan," sapa nya berusaha ramah. Padahal di dalam hati ogah-ogahan sekali, tapi Anne harus menjaga citra baik.
Bukannya menjawab menanggapi perkataan wanita yang satu tahun lebih muda darinya itu, Lauren malah memperhatikan penampilan Anne dari bawah sampai ke wajah. Bibir Lauren terlihat mengernyit tidak suka dengan dandanan sekertaris itu. "Kamu tidak malu Anne pakai baju terbuka seperti ini ke kantor? Ini kantor loh, bukan Bar," tanyanya menyeletuk.
Lauren lalu satu langkah mendekat, sebelah tangannya terulur memegang kerah kemeja Anne. "Dua kancing kemeja kamu ini pasti sengaja kamu copot kan supaya orang bisa lihat dada kamu? Terus rok kamu juga terlalu pendek, kamu benar-benar baik ngasih santapan buat laki-laki hidung belang," ledek nya dengan tatapan yang masih tajam.
Dikatai seperti itu dengan nada menghina tentu saja membuat Anne langsung menunduk malu, tanpa sadar menarik bagian bawah rok nya ke bawah walau tahu usahanya sia-sia. Jujur saja Anne agak terkejut dengan sikap istri Bos nya, padahal selama ini tidak pernah mengomentari penampilannya dan acuh-acuh saja.
Lauren lalu memegang rahang Anne dan mengangkat nya, membuat keduanya kembali bertatapan. Melihat sorot mata cemas Anne, membuat Lauren jadi semakin bersemangat mengatainya. "Make up kamu juga terlalu menor, pasti selama ini gak ada yang ngomentarin dandanan kamu kan? Sebaiknya kamu introspeksi. Jujur saja dandanan kamu ini katro banget, kaya cabe-cabe an."
Setelah itu Lauren pun menghempaskan lagi wajah Anne ke samping, Ia membawa beberapa lembar tisu di meja dan tanpa perasaan melemparnya tepat di depan wajah Anne. Terlihat Anne yang terkejut dan agak marah, tapi melihat Lauren melotot semakin galak membuat wanita itu ciut dan memilih diam.
Lauren berbalik untuk masuk ke ruang kerja suaminya, tapi sebelum itu Ia sempat berucap lagi pada Anne. "Hapus make up menor dan ganti baju kamu sekarang. Awas saja kalau saya sudah keluar belum kamu ganti juga. Kamu itu di sini karyawan, bukan lagi open BO!" ujar nya tajam tanpa perasaan. Lauren tahu kata-katanya ini menyakitkan, tapi percayalah hatinya sekarang lebih sakit.
Dan entah kenapa setelah mengata-ngatai Anne, dadanya jadi sedikit lega. Lauren lalu masuk ke ruang kerja suaminya tanpa repot mengetuk pintu, kedatangannya yang tiba-tiba itu tentu saja membuat Matthew yang sedang duduk di kursi kerjanya terkejut. "Ya ampun sayang, aku kira siapa. Kok gak ketuk pintu dulu? Aku hampir saja marahin kamu," kata Matthew.
Lauren tidak menanggapi dan berjalan santai memperhatikan ruang kerja suaminya. Semenjak tahu jika Matthew selingkuh dengan sekertaris nya, Lauren jadi ingin mencari bukti lain. Tempat ini pasti menjadi saksi bisu seringnya dua orang itu melakukan hal menjijikan. Langkah nya lalu terhenti di dekat tong sampah, ada beberapa lembar tisu di sana dengan bentuk terkepal.
Bukan itu yang menjadi perhatian Lauren, tapi noda warna putih nya yang cukup banyak di sana. Senyuman sinis terukir di bibir Lauren, Ia tentu saja tahu kalau itu adalah sperma. "Sebenarnya kamu itu kerja apa saja Matthew? Ini sudah jam makan siang, tapi kamu belum istirahat dan makan," tanyanya memecah keheningan.
"Hm kamu tahu sendiri setelah Kakak jadi Direktur Utama, jabatan aku pun naik dan diberi banyak tanggung jawab. Makanya aku makin sibuk akhir-akhir ini," sahut Matthew dari arah meja. Pria itu memutuskan beranjak menghampiri istrinya, dan memegang pundak nya dari belakang. "Tumben kamu kesini, kenapa? Apa kamu lagi butuh sesuatu?" tanyanya.
Lauren pun memutuskan berbalik, menatap dalam wajah suaminya yang sedang tersenyum masam-masam ke arahnya. Dikiranya Ia akan salah tingkah apa? Lauren malah jadi membayangkan bagaimana ekspresi Matthew saat bermesraan dengan Anne. Apakah sok manis juga? Sanking terlalu kesal, Lauren menghempaskan tangan Matthew di bahu nya membuat pria itu bingung.
Lauren lalu berjalan ke dekat sofa dan menjatuhkan tubuhnya di sana, seraya menyimpan tas bekal berisi makan siang nya di meja. "Aku buatin kamu makan siang, itu alasan aku datang kesini," jawab nya malas. Tetapi kedatangannya kesini malah menemukan banyak fakta yang cukup menyakitkan.
Matthew yang mendengar itu langsung tersenyum sumringah dan segera duduk di sebelah istrinya lalu mulai membuka bekal makannya sendiri. Bibir bawahnya Ia jilat melihat lauk nya siang ini adalah udang, salah satu kesukaannya. "Wah makasih sayang kamu perhatian banget bawain aku makan siang, sama udang lagi." Setelah itu, Matthew pun mulai menikmati makanannya dan terus di perhatikan Lauren.
Merasa bosan memperhatikan terus Matthew yang sedang makan, Lauren memilih menyandarkan tubuhnya dan menyimpan kepalanya di atas sofa lalu memejamkan mata. Tetapi indra penciumannya yang tajam malah tidak sengaja menghirup wangi percintaan. Kedua matanya sontak terbuka, dan tanpa bisa ditahan Ia langsung mengumpat keras,
"Brengsek, sialan emang!" Nafas Lauren langsung naik turun membayangkan jika sepertinya tadi Matthew dan Anne selesai berhubungan badan di sofa ini. Menyadari dirinya terlalu emosional, perlahan Lauren pun menoleh ke samping dan pandangannya langsung bertemu dengan suaminya.
Mulut Matthew terlihat mengembung karena penuh dengan makanan yang sekarang jadi terasa sulit Ia telan. Kunyahannya langsung terhenti saat tadi mendengar istrinya yang selama ini dikenal lembut malah mengucapkan hal kasar. "Lauren, ka-kamu kenapa?" tanyanya agak takut-takut.
Hembusan nafas kasar keluar lewat celah bibir Lauren, matanya sebentar terpejam merutuki dirinya sendiri yang hari ini terasa emosional. Seperti hari pertama datang bulan saja. "Ck gak papa, aku lagi bad mood. Sudah aku mau pulang sekarang, kamu lanjut saja makannya. Dan kamu gak usah antar aku sampai bawah!" Setelah mengatakan itu, Lauren beranjak sambil membawa tas Channel nya kasar.
Saat keluar dari ruang kerja Matthew, pandangan Lauren pun kembali bertemu dengan Anne. Untung saja wanita itu sudah menghapus make up menor nya, juga mengancingkan kemeja nya sampai atas dan memakai blazer. Kalau belum menuruti perintah nya, mungkin sekarang Lauren akan mempermalukannya lagi dan tidak akan langsung pulang, memilih melampiaskan amarahnya pada selingkuhan suaminya itu.
"Selamat Pak Matthias, bayinya jenis kelamin laki-laki. Tampan dan sehat," ujar Dokter Lina yang sedang menggendong bayi nya yang sudah di bersihkan dan diselimuti kain hangat. Dengan hati-hati Dokter Lina mengalihkan gendongan bayi itu darinya menjadi ke pangkuan Matthias. Melihat pria itu yang terlihat kikuk dan takut-takut, membuat nya tersenyum geli. Seperti biasa, suami dari para pasien nya selalu bereaksi seperti itu. Setelah memastikan bayi itu di gendongan orang tuanya, Ia dan suster pun memutuskan keluar memberikan waktu. Tatapan Matthias terlihat dalam pada bayi di pangkuan nya, matanya masih terpejam tapi tidak tidur karena terus menggeliat kecil. "Hei, em kenalkan aku Papa kamu," bisik nya memperkenalkan diri, membuat Lauren yang mendengar nya terkekeh kecil. Ternyata suaminya itu masih kikuk, lucu sekali. "Sayang kemarilah, aku juga mau lihat baby," panggil Lauren seraya melambaikan tangan nya, dan Matthias pun mendekati ranjang. Sedikit merendahkan tubuh nya supaya i
Setelah Matthew diperiksa lebih lanjut, ternyata benar jika psikis adiknya itu sedikit terganggu. Dokter yang menangani nya mengatakan semua terjadi karena pria itu yang terlalu stress memikirkan banyak hal, dan yang paling utama adalah luka batin nya yang ditinggalkan orang tercinta. Akhirnya Matthias pun memutuskan mengobati adiknya itu di luar negeri, dengan persetujuan Mama nya juga."Aku gak nyangka Matthew akan sampai begini, tapi kenapa? Aku jadi ngerasa orang jahat karena sudah buat dia begitu, apa kita terlalu berlebihan?" gumam Lauren membunuh keheningan di dalam mobil. Mereka di perjalanan pulang dari bandara, telah mengantar Matthew ke Singapura.Matthias menghela nafas nya pelan, lalu menggenggam tangan istrinya membuat perhatian wanita itu yang dari tadi tertuju keluar menjadi ke arah nya. "Tidak berlebihan kok, hukuman itu memang pantas dia dapatkan. Sekarang dia baru merasakan menyesal, sedangkan dulu menyiakan kamu," ujar nya.Memang benar sih yang dikatakan Matthias,
Selama Lauren di sekap di tempat tinggal Matthew, pria itu memang tidak bertindak kejam atau menyakiti nya. Malahan sikap Matthew sangat perhatian dan memperlakukan nya dengan baik, memberikan apapun yang Lauren inginkan kecuali permintaannya untuk pulang. Lauren terus berdoa di dalam hati semoga suaminya bisa segera menemukan nya.Brak! "Matthew sialan, kamu dimana? Dimana Lauren hah? Dasar bajingan, kurang ajar!"Suara keributan di luar kamar membuat tidur nyaman Lauren terganggu. Suasana kamar yang ditempatinya gelap, tapi Lauren masih bisa melihat jelas jam di dinding yang sekarang menunjukkan pukul empat pagi. Mendengar keributan di luar semakin keras, membuatnya memutuskan beranjak untuk mengecek.Saat Lauren membuka pintu kamar, Ia dikejutkan melihat beberapa orang di ruang utama. Tidak, lebih tepat nya dua orang yang sedang berkelahi di tengah. Melihat jika salah satunya adalah suaminya, membuat Lauren bergegas mendekat untuk memisahi. Tetapi seorang pria berbadan besar langs
Perlahan kelopak mata Lauren terbuka, menunjukkan bola mata kecoklatan nya yang indah. Ringisan pelan terdengar dari bibir nya merasakan pusing yang sangat di kepala. Saat menyadari sesuatu, repleks tangannya menyentuh perut nya dan bernafas lega karena masih besar dan Ia tidak merasakan sakit di sana. Dengan perlahan Lauren mendudukan tubuh nya, memperhatikan kamar yang dominan sekali dengan warna hitam. Sudah dapat dipastikan ini bukan di rumah nya, jadi kemana Matthew membawanya? Lauren ingat kejadian sebelum Ia pingsan, tidak menyangka mantan suaminya akan bertindak se-nekad ini. Bukankah sangat berlebihan? Ceklek! "Oh kamu sudah bangun? Kebetulan banget, aku bawain kamu makan siang," sapa Matthew yang masuk ke dalam kamar nya seraya membawa nampan. Senyuman cerah terlihat di bibir pria itu, berbeda sekali ekspresi nya dengan saat di rumah Lauren. Melihat pria itu mendekat, membuat Lauren bersikut sedikit menjauh memberikan jarak. Bagaimana pun Ia harus tetap hati-hati. "Kamu
Rumah mewah dengan gaya khas Eropa menjadi hadiah pernikahan yang Matthias berikan untuk sang istri. Lauren dibuat terkagum sendiri dan langsung suka, apalagi halaman nya sangat luas membuatnya sudah membayangkan akan membuat taman bunga yang beragam. Selang sebulan setelah keduanya resmi menjadi pasutri, Lauren langsung hamil. Matthias yang dari awal memang sudah posesif, kini sudah semakin meningkat menjadi protektif dan memerintahkan pada pelayan di rumah menjaga istrinya itu selama dirinya bekerja. "Kok wajahnya cemberut gitu hm? Semangat dong, kan mau berangkat keluar kota," tanya Lauren bingung memperhatikan ekspresi wajah suaminya pagi ini. Ia sedang memasangkan dasi, sudah menjadi kebiasaan. Helaan nafas panjang keluar lewat celah bibir Matthias, tangannya lalu memeluk pinggang ramping Lauren menarik nya agar menempel di tubuh nya. "Gimana aku gak sedih sayang mau ninggalin kamu? Gak tahu kenapa, perasaan aku gak enak," jawab nya dengan sorot mata dalam. "Hei jangan ngomon
"Bagaimana para saksi, sah?" tanya si penghulu setelah Matthias mengucap ijab kabul nya dengan lantang dalam satu tarikan nafas.Semua orang di ruangan itu yang menyaksikan pun langsung mengangguk menjawab sah, setelah itu si penghulu pun langsung membacakan doa untuk pasangan pengantin baru itu, membuat kelegaan terasa di hati semua orang. Apalagi pada Lauren dan Matthias. Akhirnya keduanya bersama dalam ikatan yang sah, setelah ini tidak ada lagi yang bisa memisahkan."Silahkan memasangkan cincin ke pasangannya masing-masing," kata penghulu itu setelah selesai membacakan doa.Lauren dan Matthias pun duduk menghadap satu sama lain, tersenyum malu-malu saat pandangan bertemu. Para fotografer dan para tamu pun ikut mengabadikan moment menyoroti adegan romantis itu, terlihat senyuman di bibir semua orang juga tanda mereka ikut senang. Setelah pasangan pengantin itu selesai memakaikan cincin, Matthias pun tidak lupa mengecup kening istrinya membuat keluarganya bersorak menggoda."Mas ih