Share

Bab.6 - menginap semalam bersama bosku!

Andreas dan Reyna keluar dari instansi gedung tempat keduanya mendaftarkan pernikahan. “Kamu pasti masih bingung dengan semua yang baru saja kita lakukan,” ucap Andreas.

Reyna menganggukan kepalanya. “Sepertinya saya belum sempat mengucapkan terimakasih, karena uang sebesar itu saya bisa melunasi perawatan berjalan Jeremy dan membayar hutang-hutangnya selama ini,” ucap Reyna.

Andreas menelan salivanya, ia bahkan belum mengatakan bahwa Reyna harus melahirkan anak untuknya. Tapi melihat Reyna tak protes setelah menandatangi kontrak yang diberikannya seharusnya wanita itu tidak masalah dengan hal itu bukan.

‘Tidak mungkin dia belum membacanya.’ pikir Andreas.

“Itu hanya bonus penandatanganan karena kamu mau menandatangani kontrak pernikahan dengan saya, selanjutnya saya akan tetap mengirimimu uang. Kamu sudah menjadi istri sah saya secara negara,” ujar Andreas.

Reyna menganggukan kepala lalu membalas tatapan bosnya. “Saya merasa pernikahan ini harus dirahasiakan dari publik, pesta pernikahan yang bapak katakan saya tidak bisa menjanjikannya,” ucap Reyna.

Andreas menatap Reyna dengan helaan napas kecil. “Saya juga merasa lebih baik publik tidak mengetahui pernikahan ini, namun jika keluarga saya menuntut sebuah perayaan pesta yang besar suatu hari nanti, saya mungkin tidak bisa menolaknya dengan mudah,” ucap Andreas.

Reyna mengangguk. “Dalam kontrak kami hanya akan menikah satu setengah tahun saja, karena itu saya harap Bapak bisa bekerja sama dengan baik,” ucap Reyna.

Andreas menganggukan kepalanya. “Kamu berani meragukan sistem kerja saya?” tanya Andreas seraya mengeluarkan smirknya.

Reyna menelan salivanya. “Saya izin bertanya, sebagai istri sementara Bapak. Apa Pak Andreas betul-betul tidak memiliki seorang yang dicintai?” tanya Reyna.

Andreas terdiam. “Kamu hanya perlu bersikap sebagai istri saya di hadapan keluarga, untuk hal lainnya jangan terlalu dipikirkan.” ucap Andreas.

“Saya pikir akan lebih baik saling menghargai privasi masing-masing, salah satu alasan saya memilihmu adalah saya yakin hanya kamu yang bisa melakukannya,” ucap Andreas kembali.

Seketika pembicaraan mereka terhenti karena beberapa wartawan nampak datang untuk membuat berita pernikahan rahasia yang dilakukan oleh Ceo Hilton House.

Andreas dan Reyna terburu-buru memasuki mobil lalu berjalan menuju ke kantor. “Saya akan pastikan wajahmu tak terlihat disatupun berita nasional,” ucap Andreas di dalam mobil, sedangkan Reyna hanya mengangguk mengiyakan.

Sekitar satu jam menempuh perjalanan ke kantor, Andreas dan Reyna akhirnya sampai.

Reyna menghela napas panjang, pikirannya jadi terbawa suasana saat jalanan terlihat begitu padat pengendara.

Keduanya menaiki lift sampai ke ruangan kerja mereka. “Apa hari ini ada meeting penting?” tanya Andreas.

Reyna menggelengkan kepalanya. “Bapak yang memaksa untuk masuk ke kantor hari ini padahal tangan Pak Andreas masih sakit, saya sudah terlanjur membatalkan kedua meeting tersebut,” ucap Reyna.

Andreas mengangguk merasa tak bisa menyalahkan siapapun. “Berikan laporan yang harus saya tanda tangani sekarang,” ucap Andreas pada Reyna sebelum wanita itu kembali keluar dari ruangannya.

Andreas menatap tangan kanannya yang terbalut perban putih, sedangkan tangan kirinya yang tidak terlalu parah sudah diganti dengan balutan plester saja. “Sebenarnya siapa yang mau melukaiku?” pikir Andreas.

Reyna masuk ke dalam sembari membawa sembilan laporan di tangannya. “Bapak serius bisa menandatanginya dengan tangan seperti itu?” tanya Reyna khawatir.

Andreas mengangguk sebelum mengambil pulpen di samping tangan kanannya.

“Ah!” lenguh Andreas merasa kesakitan ketika menandatangani laporan ketiga.

Reyna yang khawatir jahitan luka bosnya akan terlepas, dirinya segera merebut kembali laporan tersebut. “Saya rasa Bapak harus istirahat di rumah selama satu minggu sesuai dengan anjuran dokter,” ujar Reyna semakin mengkhawatirkan bosnya.

“Saya harus tetap bekerja, bagaimanapun keadaannya saya tidak bisa melepaskan pekerjaan saya,” ucap Andreas membuat Reyna merasa sedikit kesal, bagaimana bisa kesehatan di nomor duakan.

Reyna ingin kembali membalas ucapan Andreas namun ponsel di dalam kantongnya terus berbunyi sedari tadi. Reyna mengambilnya dan melihat bahwa saat ini media sosial ramai memperbincangkan pernikahan rahasia Ceo Hilton House yang sudah pasti dengan dirinya sendiri.

“Ada apa?” tanya Andreas yang melihat wajah panik sekretarisnya.

Reyna memberikan ponselnya agar Andreas bisa melihatnya secara langsung tentang berita pernikahannya. “Biarkan saja tetap seperti ini,” ucap Andreas karena merasa pihak keluarganya juga sudah seharusnya tahu tentang pernikahannya walau itu dari berita sekalipun.

Reyna menyetujuinya, selama wajahnya belum terpampang disana. “Mau ke rumah nenekmu hari ini?” tanya Andreas membuat Reyna terkejut.

“Bukankah terlalu mendadak, saya juga tidak setuju jika kesana dengan tangan Bapak yang masih seperti itu,” ucap Reyna ketika melihat kondisi bosnya.

Andreas menghela napasnya dengan berat. “Saya bisa mati jika terus diam dan tak melakukan apapun seperti ini,” ucap Andreas membuat Reyna malah tersenyum dibuatnya.

Memangnya ada seseorang yang akan mati karena tidak melakukan apapun dalam sehari saja. “Kalau begitu bagaimana jika berjalan-jalan?” tanya Reyna menawari Andreas melakukan perjalanan yang aman.

Andreas menganggukan kepalanya setuju seraya bangkit dari duduknya.

Tak ingin berlama-lama bicara, Reyna dan Andreas akhirnya keluar dari kantor. Namun yang membuat pria itu kebingungan adalah mengapa sekretarisnya membawanya ke sebuah halte bus.

“Tidak masalahkan? jam segini kita pasti masih kedapatan tempat duduk jadi tangan Bapak akan aman,” ucap Reyna ketika melihat wajah khawatir Andreas saat ini.

Akan tetapi masalah sebenarnya bukan itu.

“Jangan bilang ini pertama kalinya bapak menaiki kendaraan umum seperti bus?” tanya Reyna curiga.

Andreas berdehem membuat Reyna menyadari bahwa tebakannya pasti benar, ia jadi tertawa karena kenyatan tersebut. “Pak Andreas, berapa umur Bapak sekarang sampai belum pernah naik bus?” ucap Reyna menggoda bosnya.

Andreas yang ingin mengomeli Reyna tidak sempat karena busnya mendadak datang di waktu yang tepat.

Melihat itu Reyna membantu Andreas untuk masuk ke dalam hingga keduanya duduk bersebelahan. “Selamat menikmati perjalanan dengan bus untuk pertama kalinya Tuan Muda,” ucap Reyna kembali menggoda Andreas yang memilih untuk melatih kesabarannya terhadap karyawannya yang satu ini.

Baru saja pria itu melihat pemandangan di luar jendela, matanya seakan tak sadar terpejam sendiri sangkin mengantuknya. Begitu juga dengan Reyna yang telah mendengkur sedari tadi tertidur di samping bosnya.

Hingga akhirnya mereka sampai di tempat tujuan, Reyna yang bangun lebih dulu mencoba membangunkan bosnya dengan hati-hati. “Pak Andreas,” panggil Reyna berbisik tepat di depan telinga pria tersebut.

“Jam berapa sekarang?” tanya Andreas yang baru saja terbangun dari tidurnya.

“Jam tiga sore, sebaiknya kita siap-siap turun dulu,” jawab Reyna sebelum menekan tombol di samping.

Setelah lima menit berlalu bus berhenti dan pemandangan yang sebelumnya Andreas lihat adalah sebuah jalanan yang dipenuhi mobil kini tidaklah sama.

“Kamu mengajak saya ke pantai?” tanya Andreas yang baru saja turun dari bus bersama Reyna.

“Melihat pantai itu juga salah satu obat untuk orang sakit loh, menyembuhkan stress,” ucap Reyna seraya menatap Andreas yang seakan tidak mau mendengar kelanjutan ucapan sekretaris sekaligus istrinya itu.

Reyna dan Andreas akhirnya berjalan mendekat kearah pantai pasir putih tersebut. “Ingat ya, disini Bapak hanya bisa melihat pantai saja dan tidak sangat dilarang untuk bermain air,” ujar Reyna seraya melirik perban ditangan bosnya.

Andreas berdehem lalu memilih beristirahat di salah satu tempat duduk didekat sana. “Saya akan main air sebentar!” teriak Reyna dari kejauhan ketika Andreas berjalan menjauhinya.

Andreas menghela napas berat, pria itu memilih beristirahat di salah satu tempat duduk dekat sana.

“Aku seperti orang gila karena menggunakan pakaian kerja ke pantai,” gumam Andreas yang melihat beberapa pengunjung disana tengah bermain bola voli pantai dengan kaos dan celana pendek.

“Rasanya semakin panas saja,” gumam Andreas seraya melepas jas kerjanya dan dasi yang sedari tadi mencekik lehernya.

Andreas juga berusaha membuka beberapa kancing kemejanya sendiri, yang sebelumnya dipakaikan oleh Reyna tadi pagi.

Bicara tentang Reyna, wanita itu terlihat sangat bersenang-senang ditepian pantai bersama sekumpulan lelaki. “Tunggu, lelaki?!” ucap Andreas yang memicingkan matanya dan memastikan dari kejauhan apa benar Reyna berada disana dengan para lelaki asing.

“Wah, dia membawaku kemari sepertinya hanya alasan saja. Ini lebih persis seperti liburan untuknya, atau dia sengaja memanfaatkan aku?” kesal Andreas ketika melihat Reyna yang tertawa lebar disana.

“Wah, bersamaku dia tak berhenti mengomel tapi dengan mereka malahan tertawa selebar itu. Apa dia lupa siapa yang menggajinya selama ini?” ucap Andreas tak mengerti.

Melihat Reyna yang mendekat ke arahnya Andreas jadi pura pura seakan tak melihatnya. Pria itu menoleh ke segala arah seakan tengah mencari sesuatu. “Bapak mau berjalan-jalan di pinggir pantai dengan saya?” tanya Reyna.

Andreas menggelengkan kepala tanda menolaknya. “Bapak tidak akan menyesalinya? kita sudah jauh-jauh kemari loh,” ucap Reyna membuat Andreas tetap tak bergeming.

“Baiklah, memang yang paling benar untuk orang sakit adalah diam dan melihat pemandangan dari jauh saja,” ujar Reyna sebelum melangkah pergi.

Andreas seketika itu langsung berdiri. “Saya akan ikut berjalan-jalan, hitung-hitung olahraga karena selama dua hari ini tidak bisa melakukannya,” ujar Andreas membuat Reyna mengangguk menahan ketawa.

Kini keduanya berjalan berdampingan menikmati sejuknya udara di pantai. “Kenapa bisa kepikiran mengajak saya kemari?” tanya Andreas.

Reyna memanyunkan bibirnya sembari berpikir. “Saya suka melihat pantai saat sedang stress, juga ketika merindukan kedua orang tua saya,” ujar Reyna membuat Andreas kini mengingat bahwa Reyna sudah tidak memiliki orang tua lagi.

“Karena itu kamu meminta saya untuk bertemu dengan nenekmu saja ya?” ucap Andreas yang diangguki Reyna.

“Oh, kenapa mendadak mendung?” ujar Reyna yang menyadari bahwa langit kini telah gelap.

Melihat tangan bosnya yang tidak bisa terkena air, Reyna langsung mengajak Andreas untuk meneduh di sebuah penginapan kecil.

Beberapa orang juga berlarian ke tempat yang sama dengan mereka, dan banyak dari mereka mulai memesan kamar disana. “Wah, beritanya akan ada hujan lebat yang menyebabkan transportasi umum tidak bekerja,” ujar seorang perempuan dengan temannya di sebrang sana.

Andreas melihat hujan yang begitu deras menyapu pasir pantai di hadapannya. “Reyna, apa kamu mengerjai saya?” tanya Andreas membuyarkan konsentrasi Reyna yang baru saja menguping pembicaraan kedua insan tersebut.

Reyna segera mengecek berita lewat ponselnya dan benar saja apa yang dikatakan oleh dua anak perempuan itu. “Sepertinya kita tidak bisa pulang hari ini?” ujar Reyna membuat Andreas nampak tak habis pikir.

“Kamu pasti bercanda,” ucap Andreas.

Reyna memberikan ponselnya pada Andreas agar pria itu bisa membaca artikelnya. “Panggil supir kemari,” pinta Andreas pada Reyna.

“Jalan akses masuk ke pantai akan segera di tutup,” ucap Reyna membuat Andreas menghela napas berat dan akhirnya mempersilahkan sekretarisnya untuk memesan kamar.

Reyna berjalan ke lobi penginapan sendirian. “Saya mau pesan satu kamar standar dan satu sweet family,” ujar Reyna kepada resepsionis disana.

“Ah, maaf. Semua sudah dibooking habis barusan, mungkin karena melihat cuaca yang tidak memungkinkan untuk pulang,” ujar resepsionis tersebut membuat Reyna kehabisan akal dan hendak melapor segera pada bosnya.

“Oh, ada yang satu kamar sweet yang tersisa. Baru saja dicancel lewat website, apa mau diambil?” tanya pegawai hotel tersebut.

Reyna berpikir keras, apa yang mau diharapkan dari kamar sweet di hotel tepi pantai seperti ini. Namun melihat ada pengunjung yang hendak memesan kamar, Reyna tanpa berpikir lagi langsung mengambil kamar tersebut.

“Pak Andreas!” panggil Reyna yang meminta bosnya untuk segera masuk ke dalam saat ingin membayar tagihan hotel.

“Pakai ini,” ucap Andreas pada Reyna yang segera mengambil kartu tersebut untuk membayar tagihannya.

“Silahkan kuncinya,” ucap pegawai disana yang menyodorkan kunci kamarnya pada Andreas.

“Kenapa cuma satu?” tanya Andreas membuat pegawai tersebut kembali menjelaskan situasinya.

“Ini Pak kartunya, terimakasih,” ucap Reyna pada Andreas yang kini keduanya tengah berjalan menuju kamar mereka.

“Simpan saja, gunakan kartu itu semaumu mulai sekarang jadi tidak usah dikembalikan. Jangan sekali-kali mencoba untuk mengembalikannya,” ucap Andreas yang tahu bahwa Reyna pasti akan menolaknya.

Reyna menganggukan kepalanya seraya masuk ke dalam kamar sweet yang dipesannya. “Ah, saya paling benci dengan nuansa kamar seperti ini.” ucap Andreas membuat Reyna merasa bersalah.

“Saya akan tidur di sofa.” ucap Reyna yang tidak dicegah sama sekali oleh Andreas.

“Baguslah, kamu seharusnya tahu bahwa saya tidak bisa tidur di tempat sempit seperti itu,” ujar Andreas membuat Reyna ingin sekali memukul kepala bosnya sekarang juga.

Andreas terlihat langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur dengan nyaman.

“Reyna, cepat kemari.” panggil Andreas dengan wajahnya yang terlihat memerah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status