"Apalagi yang kamu pikirkan, Sayang? Aku cukup bahagia bisa memandangmu dengan senyum yang tidak lari dari bibir manismu," ungkap Fariz. Salma Ashana dan Fariz Abidzar Mikamilny. Dua manusia yang bersatu dari jalur yang berbeda. Si perempuan mode santri, si laki mode CEO. Si perempuan penyabar, si laki pemarah. Giliran Fariz bercanda masalah gay, justru dianggap serius oleh Salma yang mengakibatkan drama perjodohan dan kampus. Lantas, apakah mereka bisa bersatu selamanya?
Lihat lebih banyak"PERUSAHAAN ZARZO MIKAMILNY."
Salma Ashana membaca nama perusahaan tersebut dengan teliti. Ternyata itu sudah benar sesuai alamat yang diperintahkan dari sekolahnya. Salma merupakan sosok pemberani, santai dan cerdas, yang cocok disebut perempuan multitalenta."Aduh, perusahaannya besar banget, ya namanya aja udah perusahaan ternama, kok jadi nervous begini sih aku, pak Mbing kasih tugasnya berat!" omel pelan Salma sebelum masuk ruangan.Saat Salma akan memasuki ruangan pemilik perusahaan itu, ia tidak sengaja kesandung kursi dan berkas yang dibawanya mengenai seorang laki-laki yang memegang secangkir kopi. Laki-laki itu nampak akan keluar ruangan."Anak usia kencur ngapain ke perusahaan ini? Mana pakai seragam putih abu-abu, terus beraninya membuat baju saya kotor!" seru laki-laki tersebut."Maaf Pak, saya kesandung kursi, itu artinya tidak sengaja, baju kotor bisa ganti, sedangkan kaki saya sakit begini, siapa yang bisa ganti?" tanya Salma."Kamu siapa? Berani sekali bicara seperti itu!" bentak Fariz.Laki-laki bernama Fariz Abidzar itu sangat geram. Baru saat itu ada orang yang tidak tunduk kepadanya. Apalagi itu adalah seorang perempuan yang setingkat dengan SMA."Hhhh, maaf, tapi saya mau bertemu Pak Fariz, sudah dibuatkan jadwal dari pak Mbing," jawab Salma."Pak Mbing siapa? Kambing, Belimbing, atau kamu ini orang asing yang perlu dibimbing?" tanya Fariz."Hahaha … Bapak ini habis marah, bisa ngelawak juga, bimbing aja kalau bisa," ucap Salma.Di tengah perbincangan mereka, sekretaris Fariz datang dengan terburu-buru. Ia minta maaf belum menyampaikan kedatangan Salma kepada Fariz karena perutnya sakit dan bolak-balik ke kamar mandi. Fariz memang pernah membicarakan masalah amal dengan pihak sekolah.Namun, ia tidak membicarakan kalau siswa dari sekolah tersebut akan disuruh menemuinya di perusahaan. Fariz mengajak Salma masuk ruangannya. Salma kaget juga, ternyata orang yang sudah berbincang dengannya itulah yang namanya Fariz Abidzar, pemilik perusahaan ternama tersebut."Ini ... Pak, yang disampaikan dari sekolah saya," ucap Salma sambil menyodorkan berkas mengenai amal untuk anak yatim."Baiklah, kenapa harus kamu yang ke sini?" tanya Fariz."Kenapa memangnya, Pak?" tanya Salma."Kamu kan perempuan, anak pesantren, sendiri pula," ucap Fariz."Kok tahu kalau saya anak pesantren? Terus alasannya kenapa?" tanya Salma."Tahu," jawab singkat Fariz."Sok tahu deh Pak Fariz ini," sahut Salma."Kerudung kamu aja ada tulisannya, saya itu bisa baca, bukan buta huruf, alasannya kamu kok berani berdua dalam ruangan seperti ini dengan laki-laki? Nggak takut kalau saya ini orang jahat?" tanya Fariz.Salma baru menyadari dan menyesali hal tersebut. Ia jadi ketakutan kalau Fariz adalah orang jahat. Mulutnya yang selalu bisa menjawab pun kini terdiam."Tenang, aku mungkin hanya seperempat saja jahatnya, kamu tadi naik apa?" tanya Fariz."Saya, saya naik bus, terima kasih, Pak. Permisi," ucap Salma sambil menerima berkas itu lagi."Jangan naik bus! Biar saya yang mengantarkan, sekalian mau bertemu pak Sidar yang kata kamu namanya pak Mbing itu," ucap Fariz.'Haaa? Dia perhatian juga sih sebenarnya, tapi nggak mungkinlah aku berdua semobil, nggak mau nyesel dua kali, udah nyesel tadi nggak menolak untuk di luar ruangan saja,' batin Salma.“Gak usah deh, Pak. Saya pulang sendiri aja.““Jangan! Saya bilang untuk bersama saya kenapa kamu tetap bersikeras menolak?““Ehm …." Salma menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Saya tidak mau berduaan dengan laki-laki yang bukan mahram saya, Pak. Apalagi di dalam mobil yang tidak dapat dilihat orang di luar sana. Bisa-bisa menimbulkan fitnah berkepanjangan.““Hahaha .…“ Fariz tertawa lebar membuat Salma bingung akan ulah laki-laki dengan jas hitam di hadapannya itu. Apa yang salah?“Gadis seperti kamu? Itu bukan selera saya, paham?“ ucap Fariz kemudian masih dengan sisa tawa yang tersisa.“Saya tahu, saya paham, tapi saya cuma mau menghindarkan hal buruk yang kemungkinan bisa terjadi. Bapak tahu, ini insting perempuan untuk melindungi diri. Lagipula dalam agama memang tidak diperkenankan untuk pergi berdua saja dan ….““Tapi kita tidak pergi berdua, saya bersama dengan salah satu karyawan saya jadi kamu jangan geer duluan.“ Fariz bangkit dari duduk, membenarkan letak jasnya lalu mengeluarkan ponsel dari saku celana. Melakukan panggilan sejenak, seketika membuat Salma terdiam.Sebenarnya tak ada yang salah dengan ucapannya, kan? Memang laki-laki ini saja yang tidak mengerti. Apa dia tak pernah belajar agama?“Astaghfirullahaladzim Salma, jangan men-judge hanya karena sesuatu yang baru kamu tampak pertama kali. Apalagi ini baru pertemuan pertama,” ucap gadis itu sembari membatin dalam hati seraya mengurut dada yang bercampur pula rasa berdebar.Ia mengatur nafas dan perasaan serta rasa bersalah yang mulai hinggap, lalu berdiri dari tempat duduknya untuk mengikuti langkah Fariz keluar dari ruangan.Namun, tiba-tiba saja laki-laki itu berhenti melangkah. Berbalik dan menatapnya dari atas sampai bawah. Membuat Salma risih hingga tanpa sadar mundur satu langkah sembari memainkan ujung hijabnya.“Satu lagi hal yang mau saya sampaikan sama kamu,” ucap Fariz membuat Salma penasaran."Mmm … terima kasih banyak, Mi. Ada kok, kalau Cioy udah beberapa hari, kita akan ngonten bareng. Dibuat jadwal khusus podcast wanita tangguh bareng Nuura," jawab Salma. "Masyaallah, bagus. Mami ke belakang dulu," ujar Reva. Tidak ada yang harus minder karena pernah berbuat salah. Orang yang pernah khilaf, tetap memiliki hak untuk menjadi orang baik. Berhenti men-judge orang karena kekhilafan di masa lalu adalah hal yang Salma kokohkan untuk menguatkan Nuura. *** "Apa yang kamu tahu tentang cinta?" tanya Salma. Fariz menatap lekat kedua mata istrinya. "Cinta itu luas. Sebuah rasa yang bertahta tanpa aba-aba, mendaki dan menggali untuk terus mencari arti meskipun bercak dan pikulan luka menghampiri." "Apa yang kamu tahu tentang mencintai?" tanya Salma. Tidak ada keraguan untuk Fariz memberi jawaban. Cinta memang luas dan yang ditanyakan Salma itu masih umum, bukan hanya khusus cinta Fariz kepada Salma. Mereka bercerita di tengah Cimes Mika yang sibuk mengajak bermain dan bercanda
"Daddy ingin dipeluk Kakak Cimes," ucap Fariz. "Gak mau! Cimes mau minum kembar juga gak diberi," sahut Cimes Mika. "Kakak kok dendam?" Salma membelai rambut putrinya. "Maaf, tapi Kak Cim nggak suka dilarang terus, pertanyaan Cimes gak dijawab sama Ummah," keluh Cimes Mika. "Masyaallah, anak pinter! Eaaa … kena deh ke pelukan Daddy!" Fariz mengangkat Mika begitu saja mumpung tangannya tidak berpegangan tangan dengan baju ummah-nya. Dari tadi Fariz ingin menggendong putrinya secara tiba-tiba dan langsung dibawa keluar. Namun, tangannya masih mencengkram baju Salma. Fariz sudah wanti-wanti dengan teriakan juga sebenarnya, tapi sekarang akan nekat ia lakukan dengan langsung membawanya keluar dari kamar. "Daddy, huaaa!" teriak Cimes Mika yang sudah di pintu karena Fariz cepat untuk lari keluar. "Hehe, sudah di pelukan Daddy sekarang. Kamu nggak rindu apa, Nak? Dari semalem nggak mau dipeluk Daddy, maunya sama oma dan eyang terus!" Fariz terus mendekap dan membelai putrinya. Cimes M
"Besok aja, hahaha," ucap Salma. "Adik sebentar lagi lahir, nggak sampai besok, Nak. Udahan dulu ya sama Ummah-nya!" Fariz melihat istrinya menahan sakit sedari tadi, tapi berusaha membuat Mika bahagia. "Nggak mau! Cimes kangen minuman kembar ini!" seru Cimes Mika. "Nak … Ummah lagi sakit. Mau nggak doain Ummah di masjid, beli minumnya es krim dua aja biar jadi kembar," ungkap Salma yang merasakan perutnya semakin sakit. "Ummah sakit? Cimes kangen ini dari kemarin nggak dikasih, tapi Cimes mau do'ain Ummah, Ummah sembuh! Huaaaaaaaa!" Cimes Mika memeluk Salma lalu menangis sambil berjalan turun dari brankar Salma. "Hahaha … biarin dulu coba, Ma! Cimes kok lucu ya kesannya. Nangis aja tetep imut banget," ucap Fariz dengan tawa kecilnya. Sedih, disuruh pergi saat waktu rindu-rindunya, tapi lebih sedih kalau melihat perempuan hebatnya merasakan kesakitan. Cara jalannya Cimes Mika juga membuat mereka tetap gemas. Apalagi kalau melihat raut wajahnya, Salma yang sedang kesakitan pun iku
"Hehe, belum nih. Abinya belum setuju," jawab Freya. "Sama aja, Aa Wildan belum tega katanya," sahut Clarissa. "Kalau kata Mas Rifki mah, udah. Dua anak cukup," jawab Royya. "Tau ah, Mas William juga gitu!" rajuk Reca. "Cama! Kamu buat mereka resah, deh!' Fariz merangkul istrinya. Mereka terus bercanda dan juga berencana juga. Sangat hangat, bisa berkumpul gabungan seperti itu. Ada dari pihak keluarga, saudara, dan juga para santri. *** "Cap, Cimes nggak ikut?" tanya Salma. Rasa sakit saat kontraksi, kini Salma rasakan. Beruntungnya, saat itu ia hanya mimpi. Kalau tidak, entahlah bagaimana dia bisa kuat melawan rasa sakit tanpa usapan langsung dari suaminya. Di mana biasanya selalu siap memberi ketenangan dan kekuatan atas lara yang sedang menimpanya. Namun, di saat suasana menahan rasa sakit untuk kelahiran putri keduanya, perhatian untuk putri pertama tidak lupa ia berikan. "Masih nangis," jawab Fariz. "Kok nggak Capa ajak?" Salma menarik tangan suaminya. "Entar aja kalau
"Capa, Capa gak pergi, kan? Nuura, baik-baik saja?" Salma terlihat sangat resah saat bangun tidur. "Sayang, kamu kenapa, sih? Semalem Capa di sini terus peluk kamu sama Cioy. Kok jadi aneh?" tanya Fariz. "Ehmm, Alhamdulillah, hanya mimpi berarti." Salma menghembuskan napas panjangnya. "Hahaha …" Fariz tertawa sembari mencubit hidung istrinya. Pagi itu mereka pergi belanja ke toko mainan. sudah banyak request dari anak panti sangat juga putrinya sendiri. Cimes Mika tidak lupa untuk minta dikepang rambutnya, dia ingin seperti Hunaisa meskipun rambutnya masih belum sebanyak rambut Hunaisa. "Mau dikepang," ucapnya. "Nggak mau diikat dua aja, Nak?" Salma memberi penawaran. "Maunya kayak Kak Nais," jawab Cimes Mika. "Iya, dikepang ya dikepang. Boleh cium dulu, nggak?" Salma mendekatkan pipinya. "Ummah bau, gak mau!" Cimes Mika malah menjauh. "Bau apa? Ummah udah mandi, udah pakai bedak, wangi ...." ujar Salma. "Mmmm, bauuuu .... tapi boong, hihihi," ucap Cimes Mika dengan tawa. F
"Ehmmm, terserah Cama aja," jawab Fariz. "Mami ingin sama papi apa sama Cimes?" tanya Salma membuat mereka terkekeh. "Hahaha, Mami ngikut pilihan kamu aja, Sal! Kalau kalian mau salah Cimes, ya Mami sama Papi," jelas Reva. "Ya udah, Mi. Mami sama Papi aja, bikin adiknya Fariz!" goda Fariz. "Iiih! Dasar ya kamu, Riz!" Reva keluar kamar dengan lumayan salah tingkah. Fariz dan Salma masih ngobrol pelan di kamar putrinya. Anak kecil yang masih linguistik seperti itu, serasa ingin selalu di dekapan mereka berdua setiap saat. Seperti Salma tadi, ditiduri begitu putrinya merupakan sentuhan luar biasa yang sangat memberinya kebahagiaan. Fariz itu kalau melihat putrinya, sudah pasti ingat Salma, begitu pula sebaliknya. "Capa pengen cubit, Cam!" Fariz menahan jarinya di pipi mulus putrinya. "Ihh, jangan! Capa tuh kalau lihat putri cantik ini, selalu saha keinget dengan Capa," ungkap Salma. "Nggak cuma Cama. Capa pun begitu, Sayang!" Fariz menatap istrinya dengan tersenyum. Salma mengus
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen