Alex berangkat ke perusahaan seperti biasanya. Langkah kakinya yang begitu ringan tapi mantap, derap sol sepatu di lantai menciptakan suara yang menggema di koridor menuju ruangannya berada. Seorang pria lain berjalan di sebelahnya, pria itu adalah Aries—asisten serta tangan kanan kepercayaan Alex.
“Bacakan jadwalku hari ini!” perintah Alex dengan suara pelan tapi tegas.
“Siang ini Anda ada rapat dengan pihak Maxel Group, lalu dilanjut ….” Aries membacakan rentetan jadwal yang harus dikerjakan oleh Alex.
Alex mendengarkan dengan seksama, sesekali mengangguk kecil untuk membalas sapaan staf yang memberinya hormat. Meski Alex adalah pemimpin tertinggi di sana dan terkenal kaku, keras, juga dingin, tapi dia selalu ingat akan nasihat Claira—sang ibu. Wanita paruh baya itu selalu berpesan agar tetap menghormati orang-orang disekitar, meski pria itu bersikap dingin.
“Oh ya, Apa sudah ada kabar dari Hubert?”
Di sebuah kamar hotel berukuran besar dan terkesan mewah, dua manusia berlawanan jenis tampak sedang mengarungi bahtera penuh gairah untuk mencapai kenikmatan dunia. Namun, pria yang ada di atas tubuh wanita bertubuh polos nan seksi itu, tampak tak berkonstrasi dan lebih terlihat tak menikmati sama sekali percintaan panas itu.Alex mencoba melepas penat dengan mengajak bercinta seorang model ternama, berharap pikirannya bisa sedikit rileks dan tenang, setelah seharian merasa tertekan dan banyak sekali masalah yang dipikirkan. Namun, pada kenyataannya gairah itu memudar, seiring kata demi kata Sean yang terus terngiang di kepala.“Lex, apa kamu baik-baik saja? Apa ingin ganti posisi?” tanya wanita yang bersama Alex.“Sial!” Alex mencengkeram sprei seolah sedang meluapkan sesuatu.Alex memilih mengeluarkan miliknya, lantas bangkit dari posisi dan turun dari ranjang. Wanita yang tak sekali pernah melayani Alex, keheranan dengan sikap
Di tempat Archie berada saat ini sedang siang hari. Pria itu duduk di depan bar kecil di kota yang akan mereka jadikan sebagai tempat pembangunan pabrik. Mata pria itu menelisik dan mengawasi setiap pejalan kaki yang berlalu lalang, orang-orang di sana memang lebih suka berjalan kaki, naik sepeda, atau menunggang hewan seperti kuda dan sapi. Sungguh kota kecil yang jauh dari polusi kendaraan, serta masih terjaga ke alamiannya. Pabrik yang akan didirikan Archie tidak akan memproduksi bahan kimia atau sejenisnya, lebih tepatnya hanya untuk perakitan dan gudang senjata tersembunyi, sebab itulah akhirnya Archie bisa membujuk wali kota di sana.“Sampai kapan Anda akan duduk di sini berjam-jam?” tanya Hubert yang tak habis pikir dengan Archie. Bosnya itu sudah duduk di sana hampir dua jam, tak berniat beranjak berdiri dan terus mengamati sekitar. “Apa Anda mencurigai sesuatu?” tanya Hubert lagi karena tak mendapat jawaban dari Archie.Archie menoleh H
Sesaat sebelumnya. Selena pergi menjemput Rosie dari rumah temannya itu, tentu saja tujuannya untuk mengamuk dan memberi pelajaran pada sahabat dari masa kecilnya itu.“Ya maaf, kamu tahu sendiri Alex bagaimana. Mana bisa aku melawan.” Rosie mencoba membela diri ketika Selena terus mencecarnya.“Ya, nggak seperti itu juga, Rosie. Kamu ‘kan bisa kirim pesan agar aku tidak jadi turun.” Selena tetap tidak terima jika kemarin dirinya harus diseret pulang oleh Alex.“Hei! Mana bisa! Mata Alex saja sudah seperti mata elang yang siap menerkam, salah gerakan sedikit dalam jariku atau ucapanku, bisa-bisa dia mengadukanku ke Daddy. Oh no! Aku tidak mau!” Baginya, Rosie memang lebih memilih menuruti ucapan Alex lantas bertengkar dengan Selena, daripada kelakuannya diadukan ke sang ayah—Daniello. Ayahnya seorang pemilik klub malam, tapi Rosie selalu sembunyi-sembunyi pergi ke klub malam lain untuk bersenang-senang, karena sang
Alex yang baru saja selesai mandi karena gagal bercinta sebab memikirkan Selena, melihat ponsel berdering dan membuatnya mengerutkan dahi ketika melihat nama yang terpampang di sana.“Ada apa?” tanyanya dengan suara malas ketika ponsel menempel di telinga.“Alex, aku dan Selena dikejar pengendara bermotor. Mereka membawa senjata!” Suara Rosie terdengar begitu panik.Alex langsung membulatkan bola mata, hingga menyambar kunci mobil yang berada di atas nakas.“Di mana posisi kalian? Siapa yang menyetir?” tanya Alex dengan suara berteriak keras.“Selena, dia yang mengemudi,” jawab Rosie dari seberang panggilan.“Sial!” umpat Alex, bagaimana bisa gadis itu di tengah malam berkeliaran di jalanan. “Nyalakan pengeras suaranya, aku ingin bicara dengannya!” perintah Alex.Di dalam mobil, Rosie menatap Selena yang sedang fokus menyetir untuk menghindar dari pengendara motor
Alex mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi, tentu saja karena takut terjadi sesuatu kepada Selena jika sampai terlambat datang menyelamatkan gadis itu. Ponsel yang berada di dashboard berdering, Alex menjawab tapi menggunakan pengeras suara.“Halo.”“Kami melihat mobil Selena, ada satu motor yang mensejajarinya.” Suara bawahan Alex terdengar dari seberang mereka. “Kami belum bisa mengejarnya.”Alex semakin memacu mobilnya, kini tak tahu pasti di mana posisi Selena. Hingga bawahannya mengatakan jika mereka sampai di salah satu jalan perempatan dan kemungkinan Selena akan terjebak di lampu merah. Alex memperhatikan jalan, hingga sadar jika yang dilalui secara tak langsung mengarah ke Selena berkendara.“Dia menambah kecepatan!” Suara bawahan Alex terdengar panik.“Sial! Tetap di belakangnya!” Alex mengakhiri panggilan itu.Pria itu menginjak pedal rem begitu dalam, membuat mobil
Alex meminta salah satu anak buahnya untuk mengemudikan mobil agar bisa segera memberi pertolongan pada Selena, sedangkan yang lain mengurus mobil Alex dan pemotor yang entah bagaimana nasibnya di tangan anak buah putra Sean Sayaka itu.Alex memeluk Selena, satu tangan menekan kain yang digunakan untuk menutup luka tembak di bahu gadis itu, ditatapnya Selena yang masih sadar tapi memejamkan mata seraya merintih menahan sakit.“Bertahanlah,” bisik Alex dengan terus menekan luka di bahu Selena agar tak semakin mengeluarkan darah.“Hubungi Albert, minta dia siapkan tempat untuk Selena!” perintah Alex kepada anak buahnya yang sedang menyetir.Anak buah Alex mengangguk, lantas segera melakukan apa yang diperintahkan oleh pria itu.Mobil yang membawa Selena melesat ke sebuah rumah sakit yang tak terlalu besar di kota itu. Rumah sakit milik teman orangtua Alex, di mana salah satu dokter di sana adalah teman Alex juga.Begitu
Di negara belahan dunia lain. Gadis bernama Sheena yang baru saja ditemui dan membuat Archie penasaran, tampak berjalan membawa sekarung buah ke salah satu pedagang langganan yang biasa membeli hasil kebunnya.“Sheena. Aku pikir kamu tidak datang.” Pedagang wanita berumur paruh bayar itu tersenyum hangat melihat kedatangan Sheena.Gadis bernama Sheena itu tersenyum, kemudian meletakkan karung berisi buah masuk ke toko kecil milik wanita paruh baya itu. Dia terlambat datang karena tadi dihadang oleh Archie yang hanya ingin mengetahui namanya.“Ada kendala tadi di jalan, sehingga sedikit terlambat,” ucap Sheena menjelaskan.“Apa Whalle kabur lagi?” tanya wanita paruh baya itu menatap Sheena.Sheena tersenyum dan menjawab, “Bukan, tapi ada masalah lain yang menghambat.” Tentu saja yang dimaksud olehnya adalah Archie, mengganggu perjalannya menuju pasar di kota kecil itu, hanya karena sebuah nama.
Selena mulai menggerakkan kelopak mata setelah beberapa jam tertidur. Dia merasa bibirnya begitu kelu untuk bicara, kelopak mata terasa berat untuk dibuka, hingga akhirnya dia terus mencoba memaksa agar bisa terbuka lebar.Selena merasa kepalanya begitu berat, hingga saat menggerakkan tangan kanan merasa bahunya begitu sakit.“Akh!” Selena memekik, lantas urung menggerakkan tangan. Meringis karena tangannya begitu sakit.Alex terbangun saat mendengar suara Selena. Dia sejak semalam tertidur dengan posisi duduk di kursi sebelah ranjang. Alex langsung berdiri begitu melihat pergerakan dari Selena, kini berada di samping ranjang untuk menanyakan kondisi gadis itu.“Bagaimana perasaanmu? Akan aku panggilkan perawat.” Alex pun menekan tombol untuk memanggil perawat yang berjaga. Kemudian kembali memperhatikan Selena yang menahan sakit.Selena belum menjawab pertanyaan Alex, kelopak mata belum bisa terbuka sempurna untuk melihat w