Share

8. Menurutmu Aku Akan Melakukan Apa?

Dengan susah payah, Citra menahan rasa sakit dan linu pada pergelangan kakinya tiap kali ia menggunakan kakinya untuk berjalan. Apalagi ketika harus menaiki tangga, Citra benar-benar merasa sangat tersiksa. Ia ingin sekali menjerit, tapi karena rasa segan dan rasa takutnya pada Sakti, pada akhirnya Citra pun hanya memilih bungkam.

"Kenapa?" tanya Sakti saat memergoki ekspresi wajah Citra yang terlihat meringis saat mereka selesai melewati tangga.

Mendengar itu, Citra pun buru-buru menetralkan espresi wajahnya dan di detik itu pula ia pun menggelengkan kepalanya pelan.

"Saya gak apa-apa kok, pak," sahut Citra yang kemudian melenggang pergi begitu saja dan berjalan mendahului Sakti.

Sementara Sakti yang kini berada di belakang Citra pun terdiam untuk beberapa saat memandangi Citra lamat-lamat, sebelum kemudian ia pun melangkahkan kakinya menyusul Citra.

Di dalam NICU, mereka berdua bertemu dokter yang menjelaskan kondisi terkini dan juga perkembangan kesehatan dari bayinya Sakti. Dokter mengatakan kalau setelah beberapa waktu berlalu dari pertama kali dirawat, Ginata mulai menunjukan kenaikan berat badan dan mulai bisa disusui secara langsung oleh ibunya.

Pada momen itu, seorang perawat membantu Citra untuk menggendong sang bayi lalu perlahan membantu dan membertahu Citra bagaimana caranya menyusui bayi dengan baik dan benar. Situasi yang tak nyaman dan menegangkan untuk Citra itu, berubah jadi perasaan haru saat bayi mungil mulai menyesap ASI-Nya.

Citra menangis tanpa suara. Hanya air mata yang mengucur begitu deras membasahi pipinya. Di satu sisi, ia menangis karena saking merasa bersyukurnya ketika bayi ringkih dalam dekapannya ini akhirnya bisa perlahan pulih. Tapi, di sisi lain ia juga merasa sangat terluka ketika kembali ingat kalau dirinya sudah tidak bisa memeluk atau bahkan menyusui putranya sendiri.

"Kenapa, apa ada yang sakit?" tanya Sakti sedikit khawatir.

Sementara Citra hanya menggelengkan kepalanya lemah, sebagai jawaban. Kemudian, secara perlahan ia justru membelai lembut pipi Ginata, tapi dengan wajah yang berurai air mata.

"Kamu bohong, Citra. Ada apa sebenarnya, kenapa nangis kayak gini?" desak Sakti.

Kali ini, Citra pun menolehkan wajahnya dan menatap ke arah Sakti dengan sorot mata penuh putus asa.

"Seorang anak... yang kehilangan orang tuanya disebut yatim atau piatu, tapi kalau orang tua yang kehilangan anaknya harus disebut apa? Melihat Ginata membuat saya kembali ingat anak saya. Lagi-lagi saya kembali dibuat tersadar, sebagai seorang ibu, saya bahkan gak punya nama yang pas untuk menamai segala sakit yang mengerikan setelah kehilangan buah hati saya sendiri."

***

Sesampainya di rumah, Citra mengambil langkah lebar untuk segera masuk ke dalam kamarnya dan meninggalkan Sakti yang setia berdiri di ambang pintu untuk waktu yang cukup lama karena meratapi perasaan hampa di hatinya setelah lagi-lagi dihadapkan kenyataan kalau pada akhirnya ia harus lagi-lagi pulang ke rumah tanpa membawa putri mungilnya.

Ginata masih harus menginap di NICU, sampai kondisinya sangat memungkinkan untuk bisa dibawa pulang.

Di dalam kamarnya, Citra tak lekas berganti baju. Ia hanya melepas sepatunya, lalu kemudian berbaring di atas ranjangnya dengan selimut yang ia tarik sampai menutupi seluruh tubuhnya.

Hari belum terlalu malam, tapi Citra justru sudah memejamkan matanya hanya demi berusaha untuk sekadar berusaha tidur. Sebab rasa sakit di pergelangan kakinya kian terasa menyakitkan dan terasa sangat menyiksa. Karena tak punya keberanian untuk meminta pada Sakti untuk mengantarnya berobat, Citra memilih melupakan rasa sakit itu dengan tertidur.

Namun, baru saja ia hendak terlelap, ketika suara ketukan pada pintu kamarnya membuat Citra kembali segar.

"Apa aku bisa masuk?" itu suara Sakti yang terdengar dari luar kamar.

Citra sempat terdiam sejenak, sebelum kemudian menjawab 'iya' dan bergegas bangun lalu terduduk di atas pembaringannya, seiring dengan pintu kamarnya yang terbuka.

Sakti melangkah masuk ke dalam kamar sembari membawa sebuah kotak kontainer kecil berwarna putih, lalu kemudian ia pun mengambil posisi duduk pada tepian ranjang.

"Mendekatlah," pintanya.

Walau ragu, Citra pun mulai beringsut mendekat pada Sakti dengan jarak yang ia rasa sudah cukup wajar. Namun, di detik berikutnya ia terkesiap keras saat tiba-tiba Sakti justru menarik tangannya dan membuat mereka berada dalam posisi yang sangat dekat.

Kemudian, tanpa seizin Citra. Sakti pun mulai membuka satu per satu kancing piyama yang dikenakan oleh Citra. Sampai ketika Sakti hendak membuka kancing keempat, Citra yang akhirnya tersadar dari keterkejutannya itu pun langsung mencekal tangan Sakti.

"A-Anda mau melakukan apa, Pak Sakti?" cicitnya resah. Ia manatap panik pada Sakti, sedangkan Sakti justru hanya manatapnya datar.

"Menurutmu aku akan melakukan apa, Citra?" sahut Sakti dingin seraya menepis tangan Citra yang menghentikan kegiatannya. Ia pun membuka kancing piyama itu seluruhnya.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Kareniavorg
terimakasih sudah membaca buku ini. semoga suka. maaf sekali baru menyapa...
goodnovel comment avatar
hayuayu
sangat mengharukan..
goodnovel comment avatar
Sri Arifin
lanjuttkan...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status